Share

Chap 3 : Penyelamat

Alin hanya bisa pasrah, ia mengikuti apa yang Ayah nya suruh. Sekarang ia ingin sedikit menuruti apa titah Ayahnya.

Alin pikir dengan begini ia akan bertemu dengan Ayahnya setiap hari dan hubungannya akan lebih membaik. Urusan ia dengan Freya... Entahlah ia tidak ingin memikirkannya sekarang, ia terlalu lelah.

Alin sedang duduk di kursi taman yang ada di dekat rumahnya.

Ia termenung. Memang, Alin yang sekarang sudah berbeda jauh dengan Alin yang dulu.

 Sekarang yang di perlukan Alin hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa harus memikirkan orang lain sekali pun itu orang tuanya sendiri.

Ibu kemana? Kenapa Ibu gak pernah temui Alin. Alin kangen sekali Bu. Alin iri dengan anak anak yang lain. Mereka setiap hari bertemu dengan Ibunya, sedangkan Alin? Menanyakan kabar pun Ibu tidak pernah.

Alin yang malang, ia setiap hari Alin selalu berkunjung ke taman tersebut, selain Cafe Langit.

Tiba tiba hujan datang menyapa. Hanya gerimis, hujan kecil namun Alin sudah begitu panik. Hujan yang semakin lama semakin membesar membasahi tubuh mungilnya itu.

Saat itu pun Alin menangis dengan histeris, ia menutup kedua telinganya. Alin jongkok di pinggir kursi taman, jantung Alin berdegup kencang, seluruh badan nya bergetar. 

Ayah, Ibu Alin takut sekali. Gimana ini?! Tolong Alin.

Alin takut dengan hujan, Alin takut dengan suara geludug yang sangat kencang ini, Alin takut kilatan petir yang jelas terlihat di mata itu. Alin takut kalau hujan akan kembali membawa Alin lagi. Alin takut hujan kali ini akan jahat pada Alin. 

Alin menangis histeris, ia sangat trauma dengan hujan, ia tidak sanggup. Ada kejadian yang ia takut, ia tidak bisa melupakan kejadian itu. Hal itu sangat melekat di ingatannya 

Dada Alin terasa begitu sesak, tubuh nya mulai melemah. Alin tidak sanggup lagi menopang tubuh nya yang sudah basah kuyup. Mata Alin sudah buram saat ia melihat sekeliling taman.

Dari kejauhan ia melihat seseorang yang berlari menuju arahnya. Tubuh yang kekar dan tinggi itu terlihat jelas oleh Alin.

Alin sudah tidak kuat lagi menahan tubuhnya.

Brak!

Tubuh Alin seketika jatuh ke tanah. Terbaring lemas, napas nya sudah tidak karuan. Muka Alin sangat pucat pasih.

Cowok tampan itu sedikit terkejut melihat wajah Alin, seperti tidak asing baginya. Mata cowok itu memerah, ia sepertinya menahan tangis. Ia melihat Alin bagaikan cewek yang selama ini ia tunggu. 

Cowok itu dengan cepat memangku tubuh Alin ke dalam dekapannya lalu ia memeluk nya. Agar Alin tidak terlalu kedinginan, setidak nya cowok itu bisa memberi sedikit kehangatan untuk Alin.

Cowok tampan yang saat ini sedang memangku Alin, ia sepertinya sudah lama memperhatikan Alin. Prediksi cuaca hari ini salah. Cowok itu memang sudah ada di sekitar Alin sejak awal. 

***

Pagi hari yang indah, menyambut Alin yang kini sedang tertidur di atas kasurnya.

Tidak lama Alin membuka matanya perlahan, ia memandang langit langit kamar yang sudah biasa ia lihat setiap hari.

“ Dimana ini? “ Alin menatap sekeliling nya ia memastikan sekali lagi kalau itu adalah kamarnya.

Bi Asih yang tiba tiba masuk, dengan membawa segelas susu coklat yang hangat dan roti di kedua tangannya. 

“Bi ko Alin bisa disini? Perasaan kemarin Alin sedang di taman sendiri. “ kemudian Alin berusaha untuk mengubah posisinya. Dengan memegang kepalanya yang merasa sedikit pusing.

“Ini Non, minum dulu susu coklat nya, sarapan dulu ya Non, biar agak enakan badan Non nya. “

Alin yang duduk dan bersandar di atas kasurnya, ia kemudian mengambil susu coklat dan rotinya.

“Kemarin ada yang nganterin Non, dia lari dari arah taman sambil menggendong Non.”

" Cowok tampan itu telihat sangat khawatir ke Non. Non yang di selimut dengan jaket, dia memeluk Non dengan erat kayak nya biar Non gak kedinginan. “Ujar Bi Asih.

Bi, tolong cepat gantiin baju Alin dan rambutnya langsung keringin ya Bi, biar gak terlalu pusing.

Bi jangan olesin kayu putih ke Alin, dia gak suka. Jangan juga tinggalin Alin sendirian sampai dia bangun. Bibi tolong jagain Alin ya, jangan bilang ke orang tuanya juga, karena Alin gak mau terlihat lemah oleh orang tuanya.

“Dia seperti sudah mengenal Non dengan baik. “

“Siapa Bi? Bibi kan tau Alin gak punya teman kecuali Samuel, dia pun sepupu Alin. “

“Entahlah Bibi pun gak pernah liat dia. “

Alin yang kebingungan, ia penasaran siapa cowok yang sudah menolong nya semalam. Ia tidak punya teman sama sekali, bukan karena tidak ada yang mau berteman dengannya, tapi Alin memang sengaja menjauh dari siapa pun.

Alin kemudian ingat dia pernah mempunyai sahabat cowok saat ia masih kecil.

“Bi, cowok itu gendut gak? Bibi lihat gak? ada bekas luka di tangan kirinya. “

“Ngga Non, dia gak gendut. Tubuh nya kekar dan tinggi, kulit nya putih. Bibi juga gak lihat ada bekas luka. “

Alin hanya mengangguk, tidak mungkin itu adalah sahabat nya dulu. Dia sangat berbeda dengan yang Bi Asih jelas kan tadi. Lagi pula sahabatnya itu sudah lama meninggalkan kota ini, ia pindah kota saat mereka kelas 5 sd. Tidak mungkin juga ia kembali ke kota ini.

“Ohh iya Bi, nanti bantu Alin beresin barang – barang Alin, ya Bi? “

“Emang Non mau kemana?

“Mulai besok Alin pindah ke rumah Ayah Bi. “ Alin yang begitu berat meninggalkan rumah yang penuh kenangan indah. Alin terpaksa harus pindah, ia berharap tinggal kembali dengan Ayahnya dan menuruti semua yang Anton perintahkan padanya. Itu akan membuat Anton memberikan perhatiannya kembali pada Alin.

“Non benar akan pindah dari sini? “

“Iya Bi, Alin yakin”

Bi Asih sangat sedih ketika mendengarkan itu, Bi Asih sudah menganggap Alin seperti anaknya sendiri.

“Bibi sangat khawatir Non, kalau Non Alin dan Non Freya akan tinggal bersama. “

“Bibi takut Non, kalau nanti Non Alin di apa apain oleh Non Freya dan Ibunya. “

Air mata yang sudah menumpuk di pelupuk mata Bi Asih kini jatuh dengan perlahan. Freya dan Ibunya sangat jahat pada Alin. Bi Asih tidak sanggup  melihat Alin, Bi Asih yakin kalau Alin tinggal disana, ia akan menjalani hidup yang begitu berat.

Alin mengusap air mata yang jatuh di pipi Bi Asih.

“Bibi gak usah khawatir, Alin sekarang kuat. Alin Sudah beda dengan Alin yang dulu. “

“Emang Bibi gak pernah denger ya, kalau di sekolah Alin suka bully orang, mana mungkin seorang pembully kalah sama Freya yang anak mami itu. Uhh... Mau di taro di mana muka Alin kalau kayak gitu. “Alin tertawa kecil, ia berusaha menghibur pembantu kesayangan nya itu.

“Sekarang Bibi angkat wajah Bibi, jangan nunduk gini dong Bi. Gimana Alin mau liat wajah Bibi yang cantik, kalau Bibinya aja nunduk terus. “

Alin tersenyum manis, perlahan Bi Asih mengangkat wajah nya itu.

“Nanti kalau Alin pulang dengan kondisi apa pun, Bibi harus nyambut Alin dengan senyuman ya Bi. “

Bi Asih perlahan menarik ujung bibirnya. Bi Asih berusaha tersenyum agar Alin tidak terus bersedih melihat nya seperti ini.

“Iya Non, Bibi yakin kalau Non bisa lawan tuh 2 penyihir jahat. “

“Kalau ada apa apa Non langsung telepon Bibi ya, biar nanti Bibi pukul pakai lap andalan Bibi. “

Alin tertawa kencang melihat tingkah Bi Asih yang lucu. Mana mungkin orang berantem pakai lap. Yang ada Bi Asih yang kalah dan ketakutan.

“Yaudah Bi, Alin mandi dulu ya. “

Tanpa menjawab Bi Asih kemudian keluar dari kamar Alin. Dengan melambaikan tangan dan menutup pintu kamarnya.

Bisa gak ya gue hidup dengan kedua penyihir itu? Huss... Gue harus bisa! Apa pun yang terjadi gue harus bisa! Jangan sampai terlihat lemah di hadapan mereka Al. Lo harus kuat!

Alin menyemangati diri nya sendiri di hadapan kaca. Mulai sekarang ia tidak boleh lemah, ia tidak boleh mengeluh, apa pun yang ia akan rasakan nanti.

Tring... Tring... Tring...

Tiba tiba Anton menelepon Alin. Alin mengambil ponsel nya yang ada di atas kasur nya itu.

Hallo...

Al besok pagi Ayah jemput kamu.

Kamu harus sudah siap segalanya dan tidak boleh ada yang tertinggal.

Dahh...

Tanpa sepatah kata pun Alin menjawab, Anton langsung menutup teleponnya itu.

Alin kemudian menghela napas panjang, ia rasa ini tidak akan berjalan dengan mudah.

Alin kemudian mengirim pesan pada Samuel. Ia ingin memberitahukan kabar ini agar Samuel nanti tidak terkejut melihat Alin yang tiba tiba ada di sekolah nya.

Alin :

Sam, gue senin pindah ke sekolah lo.

Samuel :

Wah iya? Seru nih bakal ada bakal ada perang dunia ke 3 nih.

Alin :

Apaan sih lo, gue pindah ke sekolah lo bukan untuk nyari ribut. Gue mau belajar beg*.

Lo kelas ips berapa Sam?

Samuel :

Ada angin apa nih lo? Lo gak kesambet kan Lin? Ciee... Mau sekelas ya lu sama gue hahahah.

Alin :

Iya Samuel ganteng. BACOT BANGET SIH LU.

Samuel :

Iya iya, gue ips 3. Lo gak usah khawatir tentang Freya biar nanti gue urus dia.

Ya begitulah Samuel  nyebelinnya tidak pernah hilang dalam dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status