“Aku ingin tempat yang lebih tenang untuk hidup. Kota kecil atau pedesaan rasanya lebih cocok untukku.”
“Pedesaan? Bagaimana kau bisa hidup di pedesaan?”
“Aku bisa bertani. Atau beternak. Rasanya lebih menantang, dari pada hanya duduk seharian di apartemen dan menghabiskan uangku untuk minum dan makan saja.”
Selesai mengucapkan itu, Martinez melewati Catherine begitu saja.
Catherine begitu shock hingga dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mengejar pria itu? Atau membiarkannya pergi? Catherine seperti kehilangan akalnya sendiri.
Baru saat langkah Martinez semakin jauh darinya, Catherine baru tersadar. Gegas dia mengejar pria itu.
“Jangan! Jangan pergi!”
Martinez menghela napasnya. “Tekadku sudah bulat, Cath.”
“Sudah bulat bagaimana? Kenapa kau tiba-tiba pergi? Padahal kau tidak boleh pergi! Kau ha
Tiga hari di Claymont terasa kurang bagi Darren maupun Esme. Akan tetapi, apa mau dikata. Mereka sudah harus pulang. Pekerjaan Darren menantinya. Dengan pangkat baru, tanggung jawab baru, Darren tidak bisa berlama-lama cuti, meskipun dia berharap dia bisa. Sebelum meninggalkan Claymont di hari itu, pagi harinya Esme mengajak Darren menuju ke perkebunan anggur. Dia ingin membawa pulang anggur berkualitas yang langsung bisa dia petik di perkebunan itu. Kebetulan, pemilik perkebunan mengenal baik keluarga Darren. Mereka menyusuri perkebunan itu dengan Mr. Thompson, pemilik perkebunan. Pria paruh baya itu sambil menjelaskan pohon anggur mana yang buahnya berkualitas baik. Hingga tiba di deretan pohon yang berada tepat di tengah-tengah kebun, Mr. Thompson berhenti. “Ini yang paling berkualitas di sini. Dan kau beruntung, ada yang baru berbuah dan belum dipetik. Jika kau datang siang ini, aku yakin buah ini sudah tidak ada di sini.” Esme tersenyum senang. “Trims, Mr. Thompson. Tapi, ak
- Besok kita akan melakukannya. Apakah sudah siap semua? -Sebuah pesan dari Catherine baru saja diterima Esme di ponsel baru, yang dibelinya seminggu yang lalu. Ponsel itu juga berisi nomor baru yang hanya diketahui oleh Catherine.Esmeralda Bandares, gadis 19 tahun, yang berasal dari Mexico, sedang merencanakan sesuatu bersama Catherine, teman baik yang juga sepupu jauhnya. Bagi mereka, rencana besar super rahasia ini akan mengubah hidup mereka berdua. Rencana untuk meraih kebebasan mereka. Dan besok adalah waktunya!Catherine, gadis 24 tahun, sepupu jauh Esmeralda, tinggal di New York bersama keluarganya. Namun seperti Esme, dia sudah muak hidup dikekang ayahnya, yang juga sepupu dari ayah Esme.- Sudah siap. Kau? -Esme membalas pesan Catherine, yang juga memakai ponsel baru dan nomor baru yang hanya diketahui oleh Esme. Mereka telah berbulan-bulan merencanakan ini. Jadi, besok mereka
Esme memanfaatkan siang yang tenang itu untuk menyelinap. Dia sudah menghapal kebiasaan para pengawal di rumahnya. Saat siang seperti ini, mereka biasanya bersiaga di bagian depan dan samping rumah. Bagian belakang yang berupa taman sering dilupakan.Dengan berbekal ranselnya, Esme mengendap menuju lantai bawah dan menuju taman belakang. Ibunya pastilah sedang menonton serial drama di televisi bersama dengan sepupunya. Sedangkan Enrique, kakak lelakinya, sudah dua tahun lalu memutuskan hengkang dari rumah itu.'Good bye, Mom,' ucap Esme dalam hatinya saat melewati kamar ibunya dan mendengar suara serial drama dari televisi sang ibu.Esme bergegas turun ke lantai bawah, menghindari pertemuan dengan para pelayan yang sedang bekerja di dapur. Gadis itu mengitari taman belakangnya dan memanjat tembok tinggi di sudut sana. Salah satu pengawal ayahnya baru saja melewati
"Bagaimana menurutmu?" Catherine menoleh pada Esme saat pintu lift telah menutup, dan hanya mereka berdua yang masuk.Dari nomor unit yang didapat Catherine tadi, unit mereka di lantai 17. Lift melaju naik ke lantai 17."Bagus. Ini pas untuk kita. Cukup mewah, tapi tetap pas di kantong," jawab Esme apa adanya.Catherine terkikik mendengarnya. "Tenang saja! Jika uang kita habis, kita tinggal menelepon Jullio atau Enrique, dan merayu mereka untuk mengirimkan kita uang.""Tapi itu kan bisa membocorkan di mana keberadaan kita?""Pintar sedikit dong. Kita bisa pergi ke kota lain dulu barulah menelepon dari sana."Esme mengangguk-angguk mendengarnya. Tiba-tiba lift berbunyi dan berhenti di lantai 3. Saat pintu terbuka, sepasang insan yang sempat dilihat Catherine di lobby tadi yang masuk.Catherine mundur sampai ke dinding belakang lift, seraya menarik Esme mengikutinya. Entah mengapa dia merasa t
Margarita Bandares mengelap sudut matanya yang basah karena adegan drama yang baru saja ditontonnya. Drama keluarga yang tentram, yang menceritakan kehidupan keseharian yang solid, perjuangan melewati hari demi hari dalam keluarga sederhana adalah jenis drama yang paling dia sukai.Adegan yang simpel, yang mengungkapkan betapa hangat tokoh pria memperlakukan istrinya, meski hanya dengan sesuatu hal yang kecil, akan mampu meloloskan air matanya. Inilah yang baru saja terjadi. Wanita 51 tahun itu begitu terenyuh oleh kehangatan cinta tokoh pria di dalamnya.Wanita berambut coklat pendek, dengan ujung-ujungnya yang mengikal itu bangkit dari sofa empuknya, yang senantiasa menemaninya menonton serial drama setiap siang. Perasaan yang begitu terikat pada adegan di serial dramanya membuat Margarita menginginkan perbincangan dengan gadis kecilnya yang manis.Dia pun melangkahkan kaki menuju kamar Esme. Diketuknya perlahan sambil menan
Pagi hari di Honolulu terasa berbeda. Cuaca yang terasa hangat membuat semangat pagi menjadi lebih membara. Belum lagi aroma pantai yang begitu menggoda, membuat Esme bersemangat menjelajahi kota utama Hawaii itu.Esme sudah siap dengan pakaian joggingnya. Dia sedang mengucir rambut panjangnya menjadi ikatan ekor kuda.Diliriknya jam di dinding. Sudah pukul 05.03, tapi langit di luar sudah cukup terang.Esme menuju pintu dan membukanya. Tepat bersamaan dengannya, di depan pintu unit seberangnya, pria yang menolongnya kemarin juga keluar dari sana.Mereka sempat berpandang-pandangan beberapa saat lamanya, meskipun keduanya sembari menutup pintu.Esme memberikan pria itu senyuman manis yang berbinar-binar."Hai," sapanya dengan rona malu-malu di wajahnya.Pria di hadapannya hanya tersenyum sedikit sembari mengangguk kecil."Silakan." Tangan pria itu terulur mempersilakannya untuk lewat terlebih dahulu. Secercah ra
Dokter menyerahkan resep kepada Darren yang duduk di kursi depan meja kerja sang dokter. Sedangkan Esme dipapah suster menuruni examination table dengan hati-hati menuju kursi di sebelah Darren. Wajah pria itu tetap datar dan tak berubah sedari tadi."Ini resep untuk pain killer dan salep olesnya. Untuk pain killer bisa diminum tiga kali sehari. Jika sudah tidak sakit, bisa distop. Untuk salep boleh dioles sesering yang diinginkan."Selesai menjelaskan, sang dokter tersenyum pada Darren, kemudian menatap Esme yang meringis menahan sakit."Kalau kekasihnya belai penuh rasa sayang, pasti akan cepat sembuh," celetuk dokter yang terlihat berusia pertengahan lima puluh tahun itu, dengan tersenyum penuh arti kepada Esme.Gadis itu merona mendengar ucapan salah paham sang dokter. Diliriknya Darren yang ternyata malah mengangguk kecil. "Terima kasih, Dokter.""Maaf, dokter tadi jadi salah paham mengir
Ada 4 pria dan 2 wanita yang diakui Catherine sebagai teman-temannya. Ke empat pria itu berpakaian kaos kasual dengan celana panjang jeans yang sobek di lutut, di paha, ataupun di betis. Dua di antara mereka memakai topi terbalik. Dua lagi yang tidak memakai topi memiliki rambut yang warnanya di cat hijau dan abu-abu, atau biru bercampur merah.Esme melirik tato di lengan pemuda-pemuda itu. Mereka memasang tato bergambang sama di lengan kanan mereka. Tato bergambar elang yang sedang berdiam di daratan.Selain tato, hal lain yang membuat Esme merasa tidak nyaman adalah motor gede yang mereka bawa. Dia akan ikut naik motor? Yang benar saja! Esme belum pernah naik motor! Perasaannya berkecamuk antara takut tapi juga antusias. Sepertinya naik motor akan terasa seru. Tapi, berada dekat pemuda-pemuda itu membuatnya terintimidasi. Mereka terlihat seperti pemberontak jalanan."Hai semua! Ini adikku, Leah. Dan Leah, ini Hale, Akoni, Ek