"Aku sangat merindukan... Bibir ini.. leher ini.. dada sexy ini... Tentunya sarang tempat burungku berlabuh adalah yang paling ku rindukan," celoteh Abi sembari memegangi semua tiap titik tubuh Arin sesuai yang dia ucapkan.Abi kembali Menciumi gemas bibir sexy Arin, gairah selama dua Minggu tidak terpenuhi seolah meminta untuk segera di tuntaskan. Namun, Abi segera sadar bahwa posisi mereka tengah berada di meja makan, Ratih bisa saja melihat mereka, suara shower di kamar mandipun sudah berhenti. Abi hendak melepas pagutannya tetapi Arin malah merengkuh kencang kepala Abi dan tidak mengizinkannya melepas pagutannya."Kalian sedang apa?" tanya Ratih melihat Suami dan madunya malah duduk berjauhan tanpa ada pembicaraan."Sedang menunggumu, Sayang. Apa lagi?" seru Abi setenang mungkin terlebih mengatur deru nafasnya yang terpancing gairah.Abimayu dan Arin sudah duduk berjauhan, dan saling diam."Kamu kebiasaan deh, Mas. Sikapmu itu seperti kulkas empat pintu. Dingiiinnnn... Cobalah be
Setelah pertengkaran besar itu, Ratna akhirnya di putuskan untuk pindah sekolah ke luar kota, padahal semester akhir sekolah hanya tinggal tiga bulan sebelum ujian. "Ayah sudah bicara dengan kepala pondok, ustad Hendra bisa membantu Ayah agar kamu bisa masuk sekolah di penghujung akhir semester ini." tukas Ayah Siswandi pada Ratna yang masih sibuk memainkan ponselnya.Melihat putrinya tidak menjawab, Pak Siswandi mencoba mengulangi lagi dengan memanggil nama putri sulungnya lagi."Ratna!" "Terserah!" jawab Ratna acuh masih tetap memainkan ponselnya.Pak Siswandi mencoba untuk menahan emosinya dengan menarik nafas dalam, agar bisa meredam emosinya. Pak Siswandi sudah berjanji kepada Istri dan putri bungsunya agar tidak memarahi Ratna lagi dan bersikap lebih sabar."Ratna, Kamu harus belajar berbicara sopan kepada orangtua seperti Adikmu, kapan kamu akan bersikap dewasa, kamu sudah mau 17 tahun."Ratna segera menatap Ayahnya, netranya sudah berkaca-kaca, ada kesedihan di kedua netran
Tiga bulan berlalu begitu berkesan. Ratih, Abimanyu dan Arin sudah terbiasa tinggal bertiga, hubungan Ratih dan Arin seperti kakak dan adik, sedangkan Abimanyu masih berpura-pura bersikap dingin kepada Arin. Namun, jika ada kesempatan seperti ketika Ratih tengah mandi, Abimanyu mendekati Arin dan mencumbunya mesra, sudah lama Abimanyu tidak berhubungan intim dengan Arin. Walau dia ingin tapi hasratnya ia tekan agar kandungan istri mudanya itu tetap kuat.Arin seolah tidak ingin melepaskan Abimanyu, sedangkan bunyi shower di kamar mandi telah berhenti, "Sayang...sudah.. nanti ketahuan..hmmppp.." Abimanyu coba untuk berbicara di sela-sela ciuman mereka."Aku rindu dirimu, Mas! Datanglah ke kamar nanti malam." Abimanyu tersenyum hangat dan memegang janggut istrinya yang lancip itu. "Sabar yah, sebulan lagi. Sampai baby disini kuat." ujarnya sembari mengelus perut istri mudanya yang mulai terlihat besar."Aku sudah tidak kuat, Mas. Tolonglah!" rengek Arin dengan nada manjanya."Baiklah,
sebulan berlalu dengan begitu cepat, kondisi rumah tangga Abimanyu, Ratih dan Arin masih sama, Ratih dengan sikap riangnya karena kehamilan Arin, Abimanyu dan Arin yang masih bermain kucing-kucingan di belakang Ratih.walaupun begitu, ada rasa tidak enak di dalam hati Arin kepada Ratih. Dirinya merasa menjadi seorang 'penjahat' yang diam-diam bercinta dengan suaminya. Padahal Ratih memperlakukan Arin dengan penuh kasih sayang."Nah, sudah makan siang dan makan buah lalu minum vitamin juga sudah, kini saatnya kamu tidur siang," tutur Ratih dengan sangat lembut pada Arin."Kak, Aku belum mengantuk," protes Arin karena merasa di perlakukan seperti anak kecil.Arin tahu, semua yang Ratih lakukan adalah semata-mata karena bayi yang dikandungnya."Sudah, ayo berbaring saja. Kakak akan membacakan sebuah cerita dongeng, kata dokter Bayi usia 5 bulan dalam kandungan, sudah bisa mendengar suara di luar." Ratih membaringkan tubuh Arin dengan nyaman, AC juga menyala full membuat ruangan begitu s
"Arin! Jangan diluar batas!" Abi mulai emosi karena Arin menyebut Ratih wanita tua."Kalau begitu pergilah!" ucap Arin datar lalu mulai menutup pintu.Abimanyu hanya bisa mematung di depan pintu kamar Arin, hatinya panas karena pujaan hatinya marah setelah melihat dirinya bercinta dengan Ratih. Di satu sisi , Abimanyu tidak ingin menyakiti Ratih yang sudah begitu setia menemaninya selama 15 tahun karna kini Abi telah membagi hatinya untuk wanita lain.Abi segera mencekal pintu itu agar tidak tertutup, Arin berusaha sekuat tenaga mendorong pintu itu agar bisa tertutup, tapi usahanya sia-sia, tenaganya tidak sebanding dengan seorang Abimanyu.Melihat kesempatan untuk bisa masuk, Abi segera meraih tangan Arin dan segera memeluknya walau Arin memberontak."Pergi! Jangan dekati Aku lagi!" Pekik Arin sembari mencoba melepas pelukan suaminya. "Maafkan Aku, sayang. Maaf!" Permintaan maaf yang tulus dari suaminya mampu meredakan emosi yang meledak-ledak di sanubari Arin."Kamu tega, Mas! Hi
Abimanyu Permana yang terbiasa di panggil Abi adalah pria berusia 40 tahun, Dia sedang menunggu di meja restoran yang sudah di booking olehnya untuk satu malam penuh. Hari ini adalah Anniversary pernikahannya dengan Ratih Indira yang ke 15 Tahun, Abimanyu ingin merayakan hari jadi mereka dengan makan malam romantis dan berdansa sepuasnya.Sebagai tanda cintanya kepada sang istri, Abimanyu selalu memberi kejutan spesial di hari jadi pernikahan mereka, Abimanyu pria yang sangat bertanggung jawab dan setia. Walau dirinya menjadi CEO di perusahaannya sendiri yang di bangun dari nol hingga tumbuh pesat karena keuletannya dan dukungan dari Ratih. Pria yang menjadi idaman para wanita tentunya, namun hanya ada Ratih di hati Abi.Namun kali ini Abimanyu seolah kehilangan kata-kata kepada istrinya yang selalu mendesaknya untuk menikah lagi. Pernikahan kami yang sudah cukup lama, 15 tahun sudah kami mengarungi biduk rumah tangga ini tetapi Tuhan belum mempercayai kami untuk memiliki seorang ana
Dua bulan yang lalu...."Hasil pemeriksaan kali ini tidak baik, Tih. Masalahmu tidak bisa punya anak karena terdapat kanker ovarium."Ucapan dokter Utari yang tidak lain juga sahabat dari Ratih itu seolah sebuah badai yang sudah melibas habis hidup Ratih. Harapannya untuk memiliki anak sendiri kini pupus. Pantas saja semua usahanya untuk memiliki anak begitu sulit, bahkan upaya bayi tabung selalu gagal. Penyakit yang lambat diketahui membuat semuanya begitu sulit sekarang."A..apa, Tar? A..aku tidak salah dengar?" Tanya Ratih dengan suara tercekat, Ratih seolah sulit menelan salivanya."Maaf Tih. Semua yang ku ucapkan itu kebenaran." Dokter Utari lalu beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Ratih untuk memeluknya. "Maafkan kami yang terlambat mengetahui keadaanmu. Kini rahimmu harus diangkat agar kanker itu tidak menyebar ke anggota tubuhmu yang lain. Aku turut bersedih, Tih." Ratih hanya bisa diam, mencerna semua yang sahabatnya katakan. Dunianya seolah telah hancur."Utari
Dua Minggu usai pertemuan di restoran, hari pernikahan Abi dan Arin tiba. Sesuai kesepakatan, pernikahan akan di lakukan diam-diam tanpa ada yang tahu. Nampak Ratih tengah sibuk menyiapkan segala kebutuhan Abi, memakaikan jas dan merapihkan dasinya. Walau tidak di pungkiri kedua netra indahnya membasah, hatinya teriris menyiapkan suami yang hendak menikahi wanita lain."Dek, jika kamu bersedih kita batalkan saja pernikahannya." Ujar Abi sambil memegang janggut manis istrinya."Kenapa? Bukankah kamu sudah berjanji untuk memenuhi keinginan kita untuk segera memiliki anak?" Arin nampak terkejut."Kalau begitu , jangan pernah menangis di hadapanku ataupun bersedih. Mas hanya ingin melihat Ratih yang ceria dan tersenyum." "Oh.. ini bukan nangis Mas, aku hanya kelilipan maskara." Ratih mencoba berbohong.Abimanyu tahu jika istrinya berbohong, hati istrinya pasti sakit dengan hari ini."Berjanjilah untuk tidak menangis dan menyesali pernikahan ini." Cup, Abi mengecup mesra bibir ranum ist