Sekarang, melihat Annisa memberi perhatian khusus pada salah seorang pasien VIP disana, tentu saja Henry dipenuhi oleh perasaan cemburu. Sementara, ia sudah berusaha dengan berbagai cara, namun tidak satupun dari semua itu dapat menarik perhatian Annisa.
Henry sudah memperhatikan pasien bernama Awan tersebut selama beberapa minggu terakhir. Tidak ada data istimewa tentang dirinya, selain namanya yang singkat, Awan.
Cukup mengherankan, bagaimana seseorang tanpa identitas seperti itu bisa dirawat di ruang VIP?
Pertanyaan Henry, sedikit terjawab ketika Awan sering menerima kunjungan dari banyak orang penting dan berpengaruh. Dan yang paling sering berkunjung di antara mereka, tentu saja adalah Amanda.
"Sial, bagaimana laki-laki tidak jelas seperti dia bisa mendapat perhatian dari wanita-wanita cantik." Pikir Henry dengan kebencian yang semakin mendalam terhadap Awan.
Tentu saja, Henry dibuat terkagum dengan kecantikan Amanda. Hal itu lah yang semakin memantik kecemburuan Henry terhadap Awan. Seolah tidak cukup Annisa saja, tapi semua wanita cantik seakan tidak habis mengerubungi Awan.
'Apa istimewanya pemuda tersebut?'
Henry, tentu saja sudah menyelidiki tentang identitas Awan lebih lanjut. Berkat koneksi keluarganya dengan pihak rumah sakit, Henry dengan mudah dapat mengakses data Awan.
Namun, sekali lagi, Henry harus kecewa dengan data yang didapatkannya. Ia hanya mendapatkan satu nama dalam data tersebut, yaitu nama Awan. Tidak ada data lainnya, seolah Awan tidak memiliki identitas apapun selain nama singkat tersebut.
'Namun bagaimana bisa, orang-orang penting selalu mengunjunginya?'
Tanpa Henry sadari, ternyata divisi zero adalah organisasi yang bertanggung jawab untuk menyembunyikan identitas Awan. Mengingat ingatan Awan yang hilang dan statusnya yang sensitif. Musuh-musuhnya akan menargetkannya, jika sampai tahu keberadaan dan kondisi Awan saat ini.
Kembali ke Henry, terlanjur diliputi perasaan cemburu. Henry tidak lagi peduli dengan identitas misterius Awan, ia berniat untuk mencelakai Awan, karena Awan dianggap sebagai satu-satunya penghalang Henry untuk bisa mendapatkan Annisa.
Henry telah membuat perencanaan yang sangat matang demi bisa memuluskan tujuannya. Untuk itu, ia telah menyewa beberapa preman yang bisa disuruhnya. Tentu saja, Henry tidak terlibat langsung dan ingin tetap bermain bersih. Ia memerintahkan beberapa pengawal keluarganya untuk mengurus semua itu untuknya.
Saat waktu yang direncanakannya, Henry mendekati Annisa saat jam pulang. Hari itu, mereka memiliki jadwal yang sama. Sehingga Henry memiliki alasan yang jelas untuk menawarkan Annisa pulang.
"Maaf, Henry. Aku sudah memesan taksi online untuk pulang ke kosan." Tolak Annisa sopan.
Annisa sudah lama tahu tujuan Henry mendekatinya. Annisa bahkan sudah menolak dengan tegas pernyataan Henry terakhir kali. Namun, Henry seakan tidak pernah menyerah untuk terus berusaha mendekatinya.
Bagi Annisa, tentu saja tidak ada siapapun selain Awan yang ada dihatinya. Tidak peduli betapa tampan atau kayaknya Henry, Annisa tidak akan pernah tergerak pada pria manapun selain Awan. Setelah ikrarnya di kampung saat itu, sejak saat itu, hanya Awan satu-satunya yang ada dalam hatinya.
Henry tersenyum masam ketika kembali mendapat penolakan seperti itu. Namun, ia dengan cepat merubah ekspresinya, ia dengan tetap tersenyum berkata, "Kalau begitu, ijinkan aku menemanimu ke lantai bawah, sambil menunggu taksi onlinemu datang."
Annisa merasa sedikit kesal, melihat betapa tidak tahu malunya Henry. Bahkan, ia masih tidak menyerah ketika Annisa menolak tawarannya. Akhirnya, Annisa dengan berat terpaksa mengangguk. Akan terlalu kejam rasanya, jika Annisa memasang jarak yang terlalu jauh dengan Henry. Bagaimanapun mereka masih teman seangkatan dan berasal dari kampus yang sama.
Sebenarnya, Annisa bisa saja meminta Rahma, sahabatnya untuk pulang bersama hari itu. Hanya saja, Rahma masuk setelah shift Annisa malam ini.
Meski bersedia di antar oleh Henry, Annisa berjalan sedikit mengambil jarak ketika berjalan di samping Henry. Ia menjaga hijab di antara mereka, karena mereka hanya sebatas teman dan ada batasan yang tidak boleh dilewati begitu saja.
Meski sedikit kecewa, tanpa disadari oleh Annisa, sudut bibir Henry tersenyum licik. Itu merupakan sebagian kecil dari rencananya. Tanpa sepengetahuan Annisa, Henry dengan cepat mengetikkan sesuatu di ponselnya dan mengirimnya pada seseorang.
Awan saat itu sedang berbaring malas di atas ranjang rumah sakit, ia merasa asing dengan semua hal baru yang ditemuinya setelah terbangun dari koma panjangnya. Lebih parahnya, ia sama sekali tidak ingat siapa dirinya, masa lalunya dan orang-orang di sekelilingnya.Satu hal yang diketahuinya, semua orang yang datang silih berganti menjenguknya adalah orang-orang yang peduli dengan dirinya. Di antara mereka semua, ada dua wanita yang paling sering membesuk dan menemaninya, Annisa dan Amanda. Tentu saja, Annisa adalah yang paling sering, karena dia juga tugas di rumas sakit tempat ia di rawat.Awan sudah menghapal semua orang yang bertemu dengannya beberapa waktu belakangan ini. Tentu saja, Annisa dan Amanda memberi kesan yang sedikit berbeda di antara semuanya.Itu bisa dirasakan Awan dari cara mereka memperhatikan dirinya. Bagaimanapun Awan hanya kehilangan ingatan, bukan perasaannya. Mendapat perhatian dari dua wanita cantik, layaknya bidadari seperti keduanya, tentu saja membuat Aw
Awan coba meraba-raba, karena matanya tidak bisa menangkap cahaya apapun di dalam sana. Tidak ada jawaban apapun yang terdengar. "Pak?" Panggil Awan sekali lagi.Masih hening, tanpa ada balasan dari security. Sampai beberapa saat lamanya, lampu di ruangan tersebut tiba-tiba menyala.Clap.Awan sedikit menyipitkan matanya sambil menutupnya dengan tangan. Lampu ruangan yang tiba-tiba menyala cukup menyilaukan dan membuat matanya harus beradaptasi sejenak.Setelah matanya bisa menangkap dengan jelas keadaan di sekelilingnya, Awan sangat terkejut. Disana sudah ada 10 orang pria berbadan besar yang sedang menatapnya dengan tatapan yang seolah siap untuk menelannya hidup-hidup."Apa-apa maksudnya ini? Dimana dokter Nisa?" Tanya Awan terkejut.Awan tidak melihat dokter Nisa ada disana, hal itu membuat Awan merasa dipermainkan oleh security yang tadi membawanya kesana."Dokter Nisa? Hahaha, tentu saja dia tidak ada. Disini hanya ada kami, hahaha." Jawab si security.Saat itu, Awan baru mula
Ternyata tidak hanya dirinya, temannya juga merasakan hal yang sama. Menghajar Awan, serasa seperti memukuli gunung. Sangat keras, sampai-sampai tangan mereka serasa keram."Bodoh! Kalau tidak bisa dengan tangan, pakai besi yang kalian bawa itu." Teriak pemimpin kelompok preman ini marah.Para preman segera beralih menggunakan pentungan besi dan kayu yang telah mereka siapkan sebelumnya.Suara benturan besi dan kayu segera terdengar bergemuruh setelahnya. Adapun Awan meringkuk di atas lantai yang dingin sembari menerima serangan bertubi-tubi. Ia merasa tubuhnya mulai kesakitan, karena banyaknya jumlah pukulan yang masuk ke tubuhnya."Bang, bagaimana dengan dokter cantik itu? Apa bos membutuhkan bantuan kita? Dia cantik banget, sayang aja kita gak ikut menikmatinya." Ujar pria yang berdiri di sebelah pemimpin kelompok preman ini.Si pemimpin preman terkekeh dengan ekspresi penuh nafsu. Tentu saja, ia sudah melihat sosok dokter yang disebut oleh anak buahnya tersebut. Karena mereka sud
"Cukup sampai disini saja. Terimakasih sudah mengantar sampai disini, dokter Henry!" Ujar Annisa begitu mereka sudah sampai di luar rumah sakit."Yakin tidak mau ku antar sampai kosan?" Tanya Henry kembali, masih berusaha membujuk Annisa agar bersedia menerima tawarannya.Annisa menggeleng, "Tidak usah, terimakasih. Cukup sampai disini saja!" Jawab Annisa menegaskan.Ia tidak ingin memberi harapan pada Henry, karena Annisa tahu niat Henry yang sebenarnya.Henry terlihat membuang napas kesal, meski diluaran ia masih menampilkan senyumnya."Hmn, tidak apa-apa. Lain kali, kamu pasti akan bersedia menerima tawaranku."Terdengar ambigu, namun menunjukkan usaha pantang menyerah dari Henry. Annisa sengaja tidak membalasnya, karena saat itu taksi online yang dipesannya sudah datang. Annisa langsung masuk ke bangku penumpang dan hanya tersenyum tipis ke arah Henry sebagai tanda perpisahan."Ingat, Nisa! Suatu saat kamu pasti akan menerimaku, saat tidak seorang pun yang dapat menghalangi kita."
Amanda baru saja datang dan menemukan Chiya berada di dalam ruangan Awan. Namun, ia terkejut karena tidak menemukan Awan berada disana. Amanda bertanya pada Chiya yang juga terlihat kebingungan dan hendak berjalan keluar untuk mencari Awan, "Awan dimana, Chiya?""Hmn, nona Amanda. Saya baru datang dan tidak menemukan Awan-san. Saya kira, Awan-san keluar bersama anda." Jawab Chiya merasa bersalah. Apalagi saat itu, dugaannya meleset, karena Awan ternyata tidak bersama Amanda."Apa mungkin Awan-san bersama nona Annisa?" Tanya Chiya terpikir dengan kemungkinan lainnya."Sama Annisa? Aku rasa itu tidak mungkin. Setahuku, jadwal Annisa hanya sampai sore ini."Setelah sering menghabiskan waktu dan mengenal Annisa selama beberapa minggu terakhir, Amanda sampai hapal jadwal praktek Annisa di rumah sakit ini. Sehingga ia begitu yakin jika Annisa pasti sudah pulang saat ini.Amanda hendak mengatakan hal lain, sebelum firasatnya mengingatkan sesuatu yang buruk sedang terjadi saat itu."Nona Ama
Amanda bergerak cepat mengikuti asal pancaran energi di area basemen. Setelah mencari beberapa saat, Amanda menemukan sumber energi dari salah satu ruangan yang terletak di sudut area parkir.Tempat itu relatif sepi, karena tempatnya yang terletak di ujung dan juga tempat disana agak minim pencahayaan. Mungkin karena ruangan tersebut lebih difungsikan sebagai gudang, sehingga sangat jarang orang mengunjunginya.Ketika Amanda membuka pintu, ternyata pintu tersebut terkunci dari dalam.Ruangan itu sendiri, cukup kedap suara sehingga sulit untuk mendengar apa yang terjadi di dalam sana jika tidak mendekat dan mendengarnya secara lebih fokus. Amanda melepas intentnya untuk mempelajari apa yang terjadi di dalam sana.Alangkah terkejut dirinya, begitu menemukan sebuah emosi yang meledak-ledak dan mungkin itulah penyebab energi aneh yang tadi dirasakannya. Tidak ingin membuang waktu lebih lama, Amanda segera mendobrak pintu tersebut.Brak,Pemandangan pertama yang dijumpai Amanda di dalam s
Annisa menunggu Awan di depan pintu ruangan tempat Awan dirawat dengan perasaan cemas. Ini sudah 30 menit dan Ia masih belum mendapatkan kabar apapun dari Amanda. Annisa sudah coba menghubungi nomor Amanda beberapa kali, tapi nomor tersebut sedang sibuk dan tidak dapat dihubungi."Nona Amanda datang." Ujar Chiya tiba-tiba."Dimana?" Annisa melihat ke luar disepanjang lorong rumah sakit, tapi tidak menemukan keberadaan Amanda dan Awan.Berkebalikan dengan yang dilakukan oleh Annisa, Chiya justru berbalik masuk ke dalam ruangan. Benar saja! Didalam ruangan sudah ada Amanda yang saat itu sedang membaringkan Awan di atas tempat tidur."A-apa yang terjadi dengan Awan-san, nona Amanda?" Tanya Chiya sedikit terpekik karena terkejut, begitu melihat Awan dalam keadaan pingsan dan seluruh pakaiannya dipenuhi oleh darah.Annisa segera berbalik karena mendengar pekikan Chiya dan menemukan Amanda dan Awan ternyata sudah ada di dalam ruangan. Sama halnya seperti Chiya, Annisa sangat terkejut menda
Henry duduk dengan gelisah dalam mobilnya yang terparkir di halaman depan rumah sakit, tempat parkir umum. Selama itu, setiap beberapa detik sekali ia memperhatikan layar ponselnya, berharap ada notifikasi pesan masuk. Ini sudah 30 menit berlalu, ia menunggu di dalam mobilnya, sekembalinya dari mengantar pergi Annisa.Tentu saja, Henry sedang menunggu konfirmasi dari para eksekutor yang dikirimnya untuk menghabisi Awan. Henry beranggapan, Awan menjadi satu-satunya penghalang baginya untuk bisa mendapatkan Annisa. Sehingga, tidak cukup baginya untuk sekedar menyingkirkannya saja dan Henry berniat untuk melenyapkan Awan untuk selamanya, agar tidak menjadi sandungan baginya di masa depan. Setiap detik berlalu, membuat Henry semakin tidak tenang.Sebenarnya, ia bisa saja parkir di basemen rumah sakit dan melihat langsung proses eksekusi yang dilakukan oleh orang-orang suruhannya. Tapi, itu beresiko dapat mengekspos dirinya.Henry memiliki karakter yang sangat licik. Meski banyak bermain