Share

[Bego] Part 2

"Luis! Lo kok lambat banget sih bawa motornya?!" Altha mulai menggerutu, capek dan bosan terus duduk di motor. Bahkan perbekalan pisang yang dia bawa sudah habis dia makan di motor gegara saking lamanya menunggu Luis membawa motor Vespanya. Sekarang Altha jadi haus, dia ingin meminum sesuatu.

"Sengaja Tha! Soalnya Tante Elena berpesan jangan ngebut bawa motor. Entar jatuh!" sahut Luis setengah berteriak tanpa mengalihkan konsentrasinya dalam berkendara.

"Ya, tapi apa gak terlambat kalo lo bawa motor sepelan ini?!" Altha melirik ke kiri dan kanan, merasakan bahwa motor Vespa ini bergerak cukup pelan, bahkan Altha rasa dia mungkin bisa menang balapan lari dengan motor ini kalau Luis yang bawa, terlalu lambat.

"Insya Allah enggak, Tha! Ya udah gue naikin kecepatannya! pegangan, Tha! Entar jatuh!" Altha mengikuti perintah Luis, memegang tas pria itu agar tidak jatuh. Padahal Luis berharap Altha memeluknya, tapi Altha mana konek soal kode-kode seperti itu. Kecepatan motor naik, tapi tidak terlalu cepat, mungkin hanya naik dari 20 ke 25. Altha mengernyit, tidak menyangka Luis hanya menambah kecepatan motornya selaju ini. Ini mah mendingan Altha lari dari pada naik motor.

"Luis, stop!!!"

Luis ngerem mendadak gegara teriakan Altha yang besarnya bisa bikin yang denger bersyahadat tobat, bikin budek telinga, udah kayak mikrofon rusak, ngehing banget. Alhasil kepala si Altha kejedot di helm-nya Luis akibat pemberhentian yang mendadak. Luis menstandarkan motornya di pinggir jalan, kemudian turun tergesa-gesa menghampiri Altha yang kini sedang memegang kepalanya.

"Altha! Lo gak papa? Sakit banget ya?!" Luis ingin memegang dahi Altha, namun gak berani takut dikira mau macem-macem, sebagai anak yang sopan dia harus menunggu izin dari si pemilik kepala.

Altha mengangkat wajahnya, memperlihatkan seringai tawa yang membuat Luis terkejut. Altha mengacungkan jempolnya memberi isyarat kalau dia tidak apa-apa. Sepertinya kebegoannya semakin bertambah gegara kesantuk di helm Luis, kalau tidak mana mungkin si Altha nyengir macam senyum kuda begitu kalau gak bagonya kambuh.

"Tha, lo beneran gak papa?" tanya Luis lagi memastikan. Dia kurang yakin Altha gak apa-apa.

Altha menggelengkan kepalanya tanpa menurunkan tangan kirinya yang masih setia memegang jidatnya. Luis menggaruk kepala, masih merasa bersalah soal kepala Altha yang tidak sengaja tersantuk di helm-nya.

"Tha-"

"Luis, gue yang bawa motor aja ye! Soalnya lo lambat bawa motornya." Altha menyela, menyerong tubuhnya ke kursi depan, bersiap menjadi pembawa motor Vespa milik Luis.

"Ja-jangan, Tha!" Luis bergegas menolak, sontak langsung mendapat tatapan dari Altha.

"Why?" Altha mengenyit, tidak mengerti kenapa Luis menolak permintaannya. Padahal selama ini Luis tidak pernah menolak permintaannya, Luis pasti akan selalu mengabulkannya.

Kenapa? Karena Luis gak mau motor Vespa kesayangannya rusak lagi seperti pas mereka SMP. Waktu itu si Altha ngebet ingin bawa motornya, dengan alasan takut kehilangan Mamang Ujang penjual pisang yang biasanya lewat depan rumahnya. Karena kasihan sekaligus malu Altha terus merengek di motor, Luis pun mengizinkannya membawa motornya. Tapi ternyata, si Altha gak tahu cara bawa motor, akhirnya jadilah kecelakaan tragis di parit dekat sekolah mereka. Si Altha nyungsep ke semak sementara si Luis jatuh barengan sama motornya ke parit. Luis tidak ingin kejadian itu terulang lagi, cukup sudah dia membiarkan si gagah birunya alias Vespa kesayangannya merasakan jatuh ke dalam parit. Tidak lagi untuk hari ini atau ke depannya.

"Nanti jatuh lagi kayak waktu itu, Tha. Lo kan gak bisa bawa motor," jawab Luis pelan. Sejujurnya juga dia merasa tidak enak hati menolak permintaan Altha, apalagi sejak dari kecil Luis gak pernah menolak permintaan Altha. Tapi demi kebaikan negara, dirinya dan Altha, menolak sekali ini seharusnya adalah hal paling tepat dari pada harus mengulangi kejadian seperti itu dua kali.

"Hahahaha! Gue pikir karena apa, jadi karena waktu itu gue gak sengaja nyungsepin motor lo ke parit." Altha tertawa keras, namun mendadak tawanya berhenti udah kayak film horor aja, "Ya, sorry. Gue kan gak sengaja, waktu itu kan gue kira bawa motor sama aja kayak bawa sepeda. Eh ... ternyata gak ada gohetannya." Altha tertawa lagi. Entah mentertawai dirinya yang bego atau hanya untuk mencairkan suasana.

Si Althanya emang selalu aja sotoi, sok bisa bawa motor padahal dia baru sehari lulus membawa sepeda. Maklum, Altha gak pernah ngeraguin kemampuannya sendiri, jadi dia selalu percaya diri meski di mata orang dia tuh bego.

Altha menepuk kepala motor, berlagak seperti tukang ojek pangkalan yang sering dia tonton di RTTI selepas kecelakaan motor waktu itu, sengaja dia tonton supaya dia bisa pintar naik motor soalnya film itu mengisahkan tukang ojek pangkalan yang kerjanya bawa motor.

"Tenang! Gue udah bisa bawa motor, nih gue juga punya SIM-nya." Altha mengeluarkan SIM dari saku bajunya.

"Lah itukan SIM Tante Elena, Tha!?" Kaget Luis melihat SIM di tangan Altha milik Mamanya Altha sendiri.

Altha tersenyum penuh arti. "Emang SIM punya Mama gue. Gue kan anaknya, jadi apa yang jadi miliknya juga jadi milik anaknya, jadi secara sah SIM ini juga milik gue," katanya penuh bangga, gak tahu kalau ucapannya itu ucapan terbodoh yang pernah ada.

"Gak bisa Tha, kalau menurut hukum SIM itu milik Tante Elena doang. Bukan milik lo." Luis membenarkan jalan pikir Altha yang sesat. Masa hanya gegara anak sama ibu jadi semua punya ibunya juga punyanya? Ya, mungkin ada benarnya, tapi gak semua juga kali. Jadi gimana kalo misalnya Mamanya nikah lagi? Masa iya suami Mamanya juga jadi suaminya, kan gak lucu. Nih benar-benar jalan pikiran si bego gak pernah lurus, selalu nyesat ke mana-mana.

Altha mengantongi kembali SIM Mamanya, lalu menyetel motor Vespa Luis. "Gak papa, kalo menurut gue SIM Mama SIM gue juga. Udah naik aja, keburu telat nih."

"Tha, jangan buat gue mati muda." Luis memelas, hanya ini cara terakhirnya agar si Altha gak jadi membawa motor. Memasang tampang wajah pupyeyes. Tapi apa Altha peduli dengan tampang memelasnya?

"Siapa yang mau buat lo mati muda? Gue juga belum mau mati! Udah naik aja!" Altha menarik Luis naik ke motor. Luis gak akan bisa menang dark Altha, tetap saja meski udah menolak di awal hasil akhirnya berbeda.

"Tunggu, Tha. Nih pake helm gue." Luis memasangkan helm-nya ke kepala Altha. Dia udah pasrah, gak bisa menolak kemauan gadis itu. Altha gak menolak, karena pake helm juga merupakan bagian penting bagi pengendara motor. Sebagai masyarakat yang mematuhi aturan lalu lintas, Altha gak akan nolak memakai helm, justru akan menerapkannya kepada pengendara roda dua lainnya yang gak pake helm.

"Thanks, Lui ... pegangan yang erat. Gue bakal ngebut. Tenang aja, kemarin gue udah lulus bawa motor kemarin kata Mamang Ujang."

"Apa? Altha!!!"

Altha langsung tancap gas, membawa motor itu dengan kecepatan tinggi. Luis teriak-teriak udah macam ibu hamil yang mau lahiran, saking takutnya Altha bawa motor kelajuan banget. Altha si bego yang gak ada ahlak justru tertawa puas, membiarkan angin masuk ke dalam mulutnya yang mangap.

Tidak butuh waktu lama, sekitar 5 menit membawa motor akhirnya Altha tiba di dekat gerbang sekolah. Altha mempercepat laju motornya, sangaja biar terlihat keren di hadapan semua murid sekolah Jaya Bangsa. Gak sadar kalau di belakangnya ada makhluk hidup yang terus berteriak memintanya untuk berhenti. Tapi apa Altha peduli? Tentu tidak.

Firasat Luis emang gak pernah salah, tepat saat Altha membelokkan motor ke kiri hendak memasuki gerbang, datang dari arah berlawanan motor sport melaju dengan kecepatan sedang. Sebenarnya dari awal Altha udah lihat motor itu gak lama lagi masuk gerbang sekolah, tapi karena dia tidak ingin dibalap siapapun, dia pun mempercepat laju motornya agar mendahului sport itu. Tapi naas, Altha yang matanya gak pernah bener lihat jalan, gak ngeliat ada lobang di depan gerbang masuk sekolah, akhirnya ban motornya tergelincir dan justru menyenggol motor sport di dekatnya. Kecelakan tragis pun terjadi.

Altha terbang dari motornya, nyungsep ke samping menabrak pengguna motor sport yang dia serempet. Sedangkan si Luis, dia memang selalu paling malang kalau jatuh bersama Altha, dia dan motornya justru lari gila menabrak pos jaga sekuriti.

Dalam hitungan detik saja semua murid mengerumuni mereka, kepo apa yang terjadi di depan gerbang sekolah mereka. Dua motor sport lain berhenti tidak jauh setelah dua motor itu masuk ke dalam sekolah. Dua pria itu turun dari motor sambil terburu-buru melepaskan helm mereka. Kemudian berlari menuju teman mereka yang menjadi korban dari kegilaan pengedara motor Vespa.

"Ess ... sakit bat dah." Altha meringis pelan memegang siku kirinya yang lecet keparut jalanan beton.

"Seharusnya gue yang ngomong gitu!" sahut seseorang yang Altha tindih. Jelas kalau seseorang itu adalah pria, cukup didengar dari suaranya yang berat. Altha buru-buru bangun, kaget baru sadar kalau dia sudah menindih seseorang. Pantes saat dia jatuh rasanya gak terlalu sakit. Ternyata karena ada seseorang yang menjadi matrasnya.

"Sorry, sorry ... gue gak sengaja." Altha mengulurkan tangannya pada pria itu, namun si pria memilih bangkit sendiri dari pada harus menerima tangan gadis itu. Cuek dan dingin banget di mata Altha.​

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status