Share

[Bego] Part 4

Altha menggaruk kepalanya sambil menyeruput segelas jus pisang yang dia genggam. Bersamaan dengan itu Olivia menatap ke arahnya. Ada banyak hal yang ingin Olivia pertanyakan, namun rasanya pertanyaannya ini sedikit kurang sopan jika dia ajukan. Tapi rasa penasarannya juga tidak bisa menunggu, maaf gaes Olivia emang manusia super kepo, sukanya ngais kehidupan orang.


"Tha, gue boleh nanya gak?"


Altha menengok ke kiri menatap Olivia. "Tanya apa?"


"Hem, kenapa lo suka banget sama pisang?" Inilah pertanyaan yang sejak tadi memang ingin Olivia ingin pertanyakan. Pasalnya si Altha udah buat dia penasaran setengah mati, gegara si Altha senang banget melihat Mamang Ujang jualan gorengan di sekolah. Saking senangnya, si Altha sampe sujud syukur sambil berlinang air mata, udah kayak mendapat berkah paling terindah sedunia. Olivia aja sampe gak tahu harus bereaksi seperti apa, sebab dia sendiri tidak bisa menghentikan kebahagian Altha. Setelah mengetahui kenapa si Altha bahagia banget bertemu dengan Mamang Ujang, mendadak Olivia ingin tertawa sambil nangis mendengar alasan kebahagian si Altha. Alasanya cuman karena pisang Mamang Ujang nikmatnya tiada tanding, itu kata si Altha.


Altha meletakkan gelas ke meja, lalu menggaruk telinganya yang gatal. "Semua karena Pangeran tampan gue." Jawaban si Altha membuat Olivia mendadak tersedak es yang kebetulan sedang dia minum.


"Uhuk! Uhuk! Uhuk!!"


Altha juga ikut terkejut karena Olivia mendadak batuk, dengan kecepatan kilat dia memukul punggung Olivia berkali-kali. Sambil berbicara sesuatu yang rasanya ingin Olivia gepak pake balok.


"Astajim, Olivia! Jangan mati, jangan mati, entar sekolah jadi buming kalo lo mati!" ucap Altha sambil terus menempuk punggung Olivia.


Kesal dengan Altha, Olivia mendorong Altha menjauh darinya. Lagi pula jika dibiarkan mangki itu terus memukul punggungnya, yang ada dia bisa beneran mati di sekolah. "Uhuk! Uhuk! Bangke lu, Tha! Bukannya ditolongin malah mendo'akan gue mati! Bengek banget lu!"


"Oliv, cepat ikutin gue ngomong! Ashaduallah ilahaillah wa ashaduallah-"


"Altha! Lo pikir gue udah sekarat mau mati!" Olivia memukul Altha kesal, membuat Altha berhenti berbicara. Entah apa yang ada dipikirkan dibego itu, bukannya membantu malah mengucapkan kalimat syahadat udah kayak ngajak orang yang lagi sakratul maut segera bersyahadat. 


Altha jatuh kejungkir akibat dorongan keras dari Olivia, dan secara tidak sengaja gelas kaca berisikan jus pisangnya juga itu terjatuh dan pecah. Altha gak sempat menghindari pecahan kaca, alhasil lengan kanannya tertusuk pecahan kaca, darah segar pun langsung berjatuhan.


Semua orang mendengar suara pecahan, sekejap saja perhatian mereka semua teralihkan pada sosok gadis yang kini meringis pelan ketika lengannya tertusuk pecahan kaca. Mendadak suasana menjadi gaduh, mereka semua berbondong-bondong mendekati Altha karena penasaran. Olivia termasuk yang panik melihat Altha terluka, spontan dia berdiri dan langsung menghampiri Altha.


"Al-Altha! Maafin gue! Gue gak sengaja!!" Olivia panik, udah kayak melihat orang mati. Saking paniknya dia tidak ingat harus berbuat apa.


Berbeda dengan si Altha, dia menatap lengannya yang berdarah banyak, tiba-tiba saja jantungnya berpacu cepat, pikirannya mulai terganggu,  perasaannya menjadi kacau. Altha sangat fobia pada darah yang banyak, terutama darahnya sendiri. Perlahan matanya mulai berputar,  wajahnya mulai memucat, akhirnya Altha jatuh pingsan membuat semua orang menjerit histeris padanya.


"Altha!!!"


***


Kejadian 10 tahun yang lalu.

"Mama! Mama!" Suara teriakan menggema di ruangan sepi dan kurang cahaya. Seorang gadis kecil berusia 5 tahun berjalan tanpa takut di tengah kegelapan. Lampu rumahnya tiba-tiba mati di saat kebetulan dia sedang pergi ke dapur mengambil pisang, sebenarnya dia sudah tertidur lelap, namun perutnya tiba-tiba berbunyi mengganggu mimpi indahnya yang sedang memakan ribuan pisang gratis Mamang Ujang.


Gadis kecil itu terus berjalan, sampai tidak sengaja dia tersandung sesuatu yang membuat jatuh kasar menghantam ubin. Alih-alih menangis karena jatuh, gadis kecil itu justru panik mencari pisangnya yang terlepas dari genggamannya.


"Pisang, mana pisang!!" Tangan kecilnya terus merabah lantai yang dingin. Begitu panik dia kehilangan pisang kesukaannya. Tidak butuh waktu lama dia segera mendapat pisangnya, lalu beranjak berdiri dengan senyuman manis yang mengembang indah.


Jedar!!


Guntur berbunyi keras bersamaan dengan kilat yang menyambar ganas ke bumi. Gadis kecil itu terkejut, sontak saja dia melepaskan pisangnya beralih memegang ke dua telinganya.

"MAMA!!"


Jedar!!


"Aaa!!!"


Jedar!!


Takut terus mendengar suara guntur yang datang bersamaan dengan sang kilat, gadis itu segera berlari menuju lantai atas, ingin menemui Mama dan Papanya yang sedang terlelap tidur. Tidak lupa juga sebelum dia berlari dia meraih pisangnya dan berlari selendang mungkin.


Jedar!!


Tak! Tak! Tak!


Suara langkah kaki cepat terdengar seiring suara guntur yang terus berbunyi besar. Gadis itu terus berlari, karena rumahnya cukup besar, butuh waktu beberapa menit baru dia bisa sampai di depan kapan ke dua orang tuanya. Tanpa permisi dia langsung berlari masuk sambil berteriak memanggil mamanya.


"Mama!!"


"Altha!?"


"Ma-Mama?! Pa-Papa?!" Altha kecil terdiam di tempatnya, menatap dua pria berlian topeng hitam yang sedang mengarahkan pisau pada Papanya. Sedangkan Papanya berusaha melindungi Mamanya dark serangan pisau tajam dua penjahat itu.


"Ma, segera bawa pergi Altha! Aku akan menghalang penjahat ini untuk kalian!" perintah Papanya Altha keras.


"Ti-tidak, Pa! Bagaimana denganmu?!"


"Kalian tidak perlu khawatirkan aku, kalian lebih baik pergi sekarang!" tegas Papanya Altha keras. Dia masih beradu kekuatan dengan dua penjahat bertopeng yang masih berusaha menusuknya dengan pisau.


"Tapi, Pa!"


"Elena! Ini demi Altha kecil kita!"


"Tidak akan ada yang pergi! Kalian semua aka. mati malam ini juga!" sahut salah satu penjahat keras. Dia berniat mengejar Altha, tapi Papanya Altha cepat tanggal dan langsung menendang betis penjahat itu sekuat mungkin. Penjahat itu langsung jatuh tersungkur ke lantai sambil memegang tulang keringnya yang sakit.


"Pergi, Ma!!"


Elena Ibunya Altha terdiam untuk sesaat, hati dan pikirannya menjadi bimbang, ragu meninggalkan suaminya sendirian melawan penjahat itu tapi dia juga harus ingat ada Altha bersamanya, jika dia tidak segera membawa Altha pergi kemungkinan besar ancaman bisa saja beralih pada putri kesayangannya. Sebagai Ibu yang bertanggung jawab dan mendengarkan perintah suaminya, Elena segera berlari menuju Altha, lalu menggendong putrinya itu meninggalkan kamarnya.


"Mama! Ayah masih ada di sana!"


"Kenapa kita meninggalkan, Ayah?!"


"Kenapa kita tidak membantu, Ayah?!"


"Mama!!"


Percuma, meski Altha terus berteriak keras menanyakan alasan kenapa Mamanya membawanya pergi bukannya membantu Papanya, Mamanya tetap tidak menjawab dan terus berlari meninggalkan rumah. Bahkan Mamanya membawa Altha pergi sejauh mungkin meninggalkan rumah.


"Mama! Papa masih ada di rumah! Kenapa kita meninggalkan Papan?!" tanya Altha diselingi dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. Tidak rela meninggalkan Ayahnya di saat Ayahnya sedang membutuhkan bantuan, Altha khawatir Ayahnya celaka.


"Altha, sayang! Mama juga tidak ingin melakukan ini, tapi Papa meminta pada Mama untuk membawamu pergi. Jadi Mama tidak memilik alasan untuk tidak mendengarkan Papa. Keselamatanmu jauh lebih penting dari nyawa kami, Altha!" balas Mamanya yang masih terus berlari membawa Altha pergi.


"Tapi, Papa butuh kita!" Altha masih tidak terima jika harus meninggalkan Papanya di saat situasi seperti ini. "Sebenarnya siapa mereka, Ma!"


"Mereka orang-orang jahat! Kita harus menjauh! Mereka tidak boleh mendapatmu, Altha!"


"Tapi kenapa, Ma!? Apa Altha pernah buat salah sama mereka?!"


"Tidak, kamu tidak salah apapun. Hanya saja orang jahat tidak peduli apa kamu pernah menyinggung mereka atau tidak, mereka menginginkanmu karena kamu ...."​

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status