Share

BAB 3 Hantu!

Seorang pria berusia sekitar 50 tahunan menyeruak keluar dari kerumunan. Penduduk desa segera menyingkir untuk memberinya jalan.

Chu Ning melihat kedatangan pria ini dan segera menangis lebih keras, "Kepala Desa Wu, kamu di sini. Berilah keadilan untuk wanita tua ini!"

Wu Dashan mengerutkan keningnya, dia menatap Chu Ning dengan tidak senang. Selain Li Dabao dan Tuan Tua Li yang keduanya sudah meninggal, Wu Dashan memang tidak menyukai keluarga Li lainnya. Mereka sombong, licik dan suka mencari keuntungan yang tidak masuk akal. Namun sebagai seorang kepala desa, dia tentu harus berusaha bersikap adil terhadap warga desanya.

"Katakan apa yang terjadi?" tanya Wu Dashan dengan nada datar.

Chu Ning masih terduduk di tanah, dia ingin memperlihatkan kesan lebih jelas kepada Wu Dashan kalau dia telah dianiaya, "Mo Heng datang ke sini bersama keluarganya dan menyalahkanku atas kematian Li Jianli. Dia menuduhku sebagai seorang penipu dan mengamuk dengan tidak masuk akal. Mereka sedang berasal di dalam dan merusak perabotan-perabotanku!"

Tentu saja Chu Ning melewati bagian dimana Mo Heng memintanya mengembalikan uang mahar senilai 20 tael perak dan bagian dimana dia menolaknya.

Wu Dashan mengerutkan alisnya. Dia merasa masalah ini tidak sesederhana itu. Ketika salah satu penduduk desa hendak maju untuk menjelaskan keadaan dengan lebih mendetail, Mo Heng keluar dari dalam rumah diikuti oleh 5 orang keluarganya.

"Kepala Desa Wu," sapa Mo Heng menangkupkan kedua tangannya ke depan untuk memberi salam. Dia lalu maju untuk menceritakan seluk beluk masalahnya. Ketika mendengar semua cerita dari Mo Heng, Wu Dashan segera menghela nafas panjang. Ternyata memang tidak sesederhana yang dikatakan oleh Chu Ning.

Wu Dashan menoleh dan menatap Chu Ning dengan tatapan kesal, "kenapa kamu tidak mengembalikan uangnya saja dan malah membuat mereka marah?"

Wu Dashan tidak mengharapkan jawaban dari Chu Ning. Tentu saja dia tahu betapa Chu Ning mencintai uang. Dia bahkan lebih memilih untuk membiarkan anaknya mati daripada mengeluarkan uangnya untuk membeli obat. Apalagi ini uang sejumlah 20 tael perak!

"Kepala Desa Wu, ini," kata Mo Heng seraya menyerahkan sebuah kotak uang yang terbuat dari kayu. "Uangnya pasti ada di dalam sini. Aku belum sempat membukanya."

Mata Chu Ning terbelalak ketika melihat kotak yang dipegang oleh Mo Heng. Dia segera berteriak, "pencuri! Pencuri! Apa yang kamu lakukan dengan uangku!"

"Jangan berbicara omong kosong!" bentak Mo Heng. Meskipun Mo Heng adalah seorang pria brengsek, dia adalah pria yang jujur untuk masalah uang.

Chu Ning hanya bisa menangis ketika melihat Wu Dashan menerima kotak uang itu dan membukanya. Dia bisa melihat beberapa tael perak dan koin tembaga di dalamnya.

"Uangku berjumlah 20 tael perak," kata Mo Heng datar.

Wu Dashan mengambil beberapa keping tael perak dan menyerahkannya kepada Mo Heng, "ini 20 tael perak milikmu." Dia lalu berbalik dan menyerahkan kotak itu kepada Chu Ning, "ini bisa diselesaikan dengan mudah. Kenapa kamu harus membuatnya sulit?"

Chu Ning membuka kotak itu dan melihat isinya. Itu hanya tersisa empat tael perak dan lima puluh koin tembaga. Uangnya kembali ke jumlah semula. Dia kembali meratap dengan histeris. Di kehilangan uangnya dan perabotannya rusak. Kenapa dia harus menanggung kerugian ini?

"Hu! Hu! Hu! Kepala Desa Wu! Kamu harus memberikan keadilan! Mo Heng merusak perabotan rumahku, kenapa dia tidak menggantinya?"

"Aku sudah memintamu mengembalikan uangku, tapi kamu menolak. Aku sudah memperingatkanmu, tapi kamu tetap menolak. Apakah menurutmu, aku, Mo Heng, bisa kamu permainkan?" kata Mo Heng dengan tidak senang.

"Ya, itu benar! Dia sudah memperingatkanmu, tapi kamu tetap menolak mengembalikan uangnya!"

"Benar! Benar!"

"Siapa yang ingin memberikan 20 tael perak secara gratis? Kamu yang tidak masuk akal!"

"Nyonya Chu, kamu terlalu kikir!"

Mo Heng mengangkat salah satu sudut bibirnya dan mengangkat dagunya dengan bangga.

Saat mendengar perkataan penduduk desa di belakangnya, Wu Dashan kembali menggelengkan kepalanya, "kamu yang menantang mereka. Anggaplah ini sebagai pelajaran untukmu." Dia tidak ingin membela mereka. Biarlah mereka menjadi contoh untuk penduduk desa lainnya.

Keluarga Li tercengang. Apakah mereka hanya bisa menerima kekalahan ini begitu saja?

Mo Heng dan rombongannya berpamitan kepada Wu Dashan dan berlalu meninggalkan rumah keluarga Li.

Chu Ning kembali menangis dan berguling-guling di atas tanah. Anggota keluarga Li lainnya hanya bisa mengeluh kekalahan di dalam hati mereka.

Wu Dashan dan penduduk desa lainnya hendak berbalik pergi, namun mereka tersentak ketika mendengar suara yang sedikit serak dari arah gudang kayu.

"Kepala Desa Wu! Tunggu!"

Semua orang berbalik dan melihat Li Jianli dengan tatapan ngeri. Keluarga Li tercengang hingga mulut mereka terbuka lebar.

Apakah mereka salah lihat? Apakah itu hantu Li Jianli?

"Ha-hantu!" Li Dabao berteriak dan jatuh pingsan.

"Jangan bunuh aku! Jangan bunuh aku! Ini Nenekmu … dia … dia yang ingin menjualmu kepada Mo Heng!" Dong Kaili bersembunyi di balik tubuh gemuk Chu Ning. Dia menjadikannya sebagai tameng.

"Brengsek! Wanita jalang! Kenapa kamu menjualku?" raung Chu Ning marah. Dia segera menunjuk Dong Kaili dengan tangan yang bergetar, "dia … dia yang memberiku ide. Aku … aku hanya melaksanakannya!"

Li Jianli sama sekali tidak peduli dengan ucapan mereka, dia berjalan ke arah Wu Dashan yang masih tercengang.

"Apakah … apakah kamu Li Jianli?" tanya Wu Dashan. Dia sebenarnya merasa takut, tapi tetap berusaha berdiri tegak.

Li Jianli menganggukkan kepalanya, "ya Kepala Desa Wu. Ini saya, Li Jianli."

"Bohong! Li Jianli sudah mati! Kamu pasti hantu yang memasuki tubuhnya." Li Yiran yang sedari tadi terdiam karena terkejut akhirnya mendapatkan kembali suaranya dan berteriak.

Li Jianli menoleh dan menatap Li Yiran dengan tatapan tajam, "aku belum mati."

"Tidak … tidak mungkin! Kamu jelas-jelas tidak bernafas tadi," celetuk Chu Ning dengan suara yang bergetar hebat.

"Nenek, aku tadi hanya pingsan," jawab Li Jianli dengan acuh tak acuh 

"Tidak! Kamu sudah mati! Banyak penduduk desa yang tadi sudah melihatmu mati," jawab Chu Ning dengan cepat.

"Terserah padamu. Yang pasti aku masih berdiri di sini," kata Li Jianli seraya mengangkat kedua bahunya. Dia sama sekali tidak peduli.

"Biar aku periksa," seorang pria berusia awal 40 tahunan maju dari arah kerumunan. Dari penampilannya, Li Jianli menebak bahwa dia adalah seorang tabib desa.

"Paman Gu, mohon bantuannya."

Tabib desa itu memeriksa denyut nadi Li Jianlin dengan sangat berhati-hati. Setelah beberapa saat, dia menghela nafas panjang, "denyut nadinya begitu lemah."

Semua orang kecuali keluarga Li menatap Li Jianli dengan tatapan iba. Gadis ini ternyata benar-benar hanya pingsan dan saat ini nyawanya berada di ujung tanduk.

"Kepala Desa Wu, aku ingin meminta tolong kepadamu. Tolong bantulah aku," kata Li Jianli dengan raut wajah menyedihkan.

Wu Dashan menatapnya dengan tatapan rumit. Dia merasa kasihan dengan gadis muda ini. Hidupnya bahkan lebih sulit dibandingkan seekor kuda.

"Katakan saja, apa yang bisa aku bantu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status