Penolakan keras atas tawaran tunangan palsu dari seorang pria kaya raya membuat alur hidupnya berantakan. Dipecat dari pekerjaan, diburu rentenir hingga berusaha mengakhiri hidup. Key adalah pria yang menempatkannya di dasar kesulitan dan begitu membenci Djuwira ketika menjadi atasannya. Bahkan saat sebuah rahasia hidup Key terkuak, Djuwira memegang pengaruh besar atas masa lalu pria tersebut. Mampukah Djuwira memendam perasaan cintanya pada sang atasan? Rahasia apa sebenarnya yang membuat mereka saling terjalin satu sama lain di masa lalu? Mungkinkah Key mau menerima gadis bertompel yang selalu membuatnya muntah itu? Baca kisah mereka di novel ini.
Lihat lebih banyakKey sepertinya tidak terlalu keberatan dengan pelukan itu. Dia menganggapnya sebagai ungkapan kebahagiaan Djuwira atas kemajuannya. Sepertinya hubungan mereka sebagai atasan dan bawahan semakin dekat setelah melewati masa-masa sulit bersama.Key masih sedikit terkejut dengan pelukan tiba-tiba itu, namun dia mencoba menenangkan diri. Dia menepuk punggung Djuwira pelan. "Tidak apa-apa, Djuwira. Aku mengerti perasaanmu," ujarnya sambil tersenyum.Setelah pelukan singkat itu, mereka kembali duduk di bangku taman. Suasana menjadi sedikit canggung setelah kejadian barusan. Namun, Key berusaha mencairkan suasana dengan membicarakan hal lain."Ngomong-ngomong, Djuwira, kau sudah berencana akan melakukan apa setelah sembuh nanti?" tanya Key mencoba mengalihkan pembicaraan.Djuwira tampak berpikir sejenak. "Saya belum terlalu memikirkannya, Pak. Yang pasti saya ingin kembali bekerja dan bisa cari pekerjaan sampingan lagi," jawabnya."Bagus kalau begitu. Kau masih muda dan masih banyak kesempata
Ketika mereka selesai sarapan, Key memperhatikan Djuwira yang sibuk membersihkan meja dan mencuci piring. Sejenak, tatapannya terfokus pada wanita itu yang begitu terampil dan teliti dalam pekerjaannya. "Djuwira, aku punya sesuatu untukmu," ucap Key tiba-tiba, membuat Djuwira menoleh ke arahnya dengan rasa penasaran."Apa itu, Pak?" tanyanya, mencoba menyembunyikan kegembiraannya.Key tersenyum lembut, lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku celananya. "Ini untukmu," ujarnya sambil memberikan kotak tersebut pada Djuwira.Dengan hati-hati, Djuwira membuka kotak tersebut dan terkejut melihat sebuah liontin cantik berbentuk bunga di dalamnya. Dia memandang Key dengan tatapan terharu. "Pak, ini terlalu berharga bagiku," ucapnya dengan suara gemetar.Key mengangguk. "Aku tahu hari-harimu belakangan ini tidak mudah, dan aku ingin memberikan sedikit kebahagiaan bagimu. Terima kasih atas semua yang sudah kau lakukan," ujarnya tulus. Key merasa ada perubahan sejak melakukan terapi tadi
Key mengerti dan meminta Djuwira turun dan duduk di karpet seperti dirinya sekarang. Mereka berhadapan dan saling berpandangan."Terus, Dok?""Tarik napasmu dalam-dalam, persiapkan mental. Katakan pada dirimu kalau mau berubah. Kontrol otakmu jangan sampai berpikir negatif. Tanamkan juga kalau kau ingin melupakan trauma itu."Key menarik napas panjang, lalu mengembuskan udara pelan-pelan dari mulut. Dia memejamkan mata dan mengucapkan kalimat-kalimat positif agar tubuhnya merespon. Perlahan dokter Vino meminta Djuwira membuka maskernya. Meski ia ragu, tapi janjinya membantu Key harus dijalani.Key membuka kedua kelopak matanya yang mengayun pelan. Sedikit demi sedikit sosok Djuwira bisa dilihat. Awalnya pandangan Key tidak mengarah ke tompel. Ia berusaha mengalihkan fokus ke kening, mata dan hidung. Alisnya mulai berkerut saat meluaskan fokus tersebut ke semua wajahnya.Key memejamkan matanya kembali secara refleks. Djuwira sadar kalau bosnya belum bisa menerima situasi dan segera mem
Key menggaruk kepalanya dengan ragu. "Ah, ya ... itu karena aku sangat lapar," jawabnya sambil mencoba menutupi ketidaknyamanan saat Uwais muncul di jam makan malam bersama Djuwira.Uwais tersenyum lebar. "Baiklah, aku akan ikut makan. Kapan lagi bisa makan pizza gratisan. Lagi pula ini terlalu banyak kalau kau habiskan sendiri."Key menggelengkan kepala dalam hati, berharap Djuwira sudah aman di dalam kamar. "Tentu, silakan." Dia mencoba menjaga agar suasana tetap santai.Djuwira, dari balik jendela, mendengar percakapan mereka dengan perasaan campur aduk. Dia berharap Uwais tidak bertanya tentangnya. Tetapi, dia juga penasaran dengan apa yang akan mereka bicarakan.Dari jendela, Djuwira bisa melihat bagaimana Key dan Uwais duduk di meja makan sambil berbincang-bincang. Mereka tertawa dan berbicara dengan akrab, membuat Djuwira semakin penasaran.Tiba-tiba, Djuwira teringat bahwa dia seharusnya tidak berada di dekat jendela. Dia ada di rumah Key sebagai penolong terapi, bukan untuk m
Djuwira mencoba menjawab dengan hati-hati, mencari cara untuk tidak mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di ruangan peralatan dengan Uwais. "Oh, Pak, kami hanya membicarakan pekerjaan dan beberapa hal terkait tugas-tugas yang perlu diselesaikan," jawabnya seraya berusaha menahan ketegangan.Namun, Key menatapnya tajam, seolah mencoba melihat melalui jawabannya. "Pekerjaan, huh?" ucapnya dengan nada skeptis. "Kau tahu, Djuwira, aku sangat menghargai kejujuran di sini. Jadi, aku harap kau akan memberitahuku jika ada sesuatu yang perlu diungkapkan."Djuwira merasa semakin terjepit. Dia tidak ingin menyembunyikan apapun dari Key, tapi juga tidak ingin memperburuk situasi dengan memberitahunya tentang kejadian yang sebenarnya. "Tentu, Pak. Saya akan menginformasikan jika ada sesuatu yang perlu Pak Key ketahui," jawabnya hati-hati.Key mengangguk singkat. "Baiklah, aku ercaya padamu, Djuwira. Tapi, jangan ragu untuk memberitahuku jika ada masalah, baik itu terkait pekerjaan maupun hal
Namun, rekan-rekannya semakin mendesak, mengancam akan membuat situasi lebih buruk bagi Djuwira jika dia melaporkannya. Mereka menegaskan bahwa mereka tidak akan mentolerir 'pengkhianatan' dari Djuwira.Dalam kebimbangan, Djuwira menyadari bahwa dia harus memilih antara mematuhi ancaman mereka atau mengungkapkan kebenaran kepada Key. Meskipun takut akan kemungkinan konsekuensinya, dia tahu bahwa dia tidak bisa diam dan mengabaikan perlakuan tidak adil yang dia terima.Saat itu, Djuwira memutuskan untuk tetap teguh pada prinsipnya. Dia menolak untuk menyerah pada tekanan rekan-rekannya dan dengan hati berdebar, dia mencari waktu yang tepat untuk berbicara dengan Key tentang apa yang terjadi."Baiklah, kau akan merasakan akibatnya. Key itu adalah pria yang aku suka. Aku benci pada wanita yang mendekati dengan segala cara sepertimu. Kau harus sadar siapa kau. Bagaimana bisa kau jadi supir pribadinya juga? Hah, menyebalkan!"Djuwira menghela napas berat. Ternyata bukan karena Ello mereka
Dengan hati berbunga-bunga, Djuwira turun ke bawah membawa piring nasi goreng untuk Key. Setelah meletakkan piring di atas meja, dia kembali ke dapur untuk mempersiapkan makanannya sendiri.Key duduk di ruang makan dengan rasa lapar yang semakin terasa saat mencium aroma lezat dari nasi goreng buatan Djuwira. Ketika Djuwira kembali dengan mangkuk nasi gorengnya, Key sudah siap untuk menyantap makanan itu."Makanlah dengan lahap, Pak," ucap Djuwira sambil tersenyum.Key mengangguk menghargai. "Terima kasih, Djuwira. Aromanya saja sudah membuatku lapar," ujarnya sambil mulai menyantap nasi goreng tersebut.Saat mereka makan, suasana menjadi lebih nyaman. Djuwira merasa lega bahwa Key tidak marah atau kesal padanya setelah insiden sebelumnya. Mereka pun mulai berbincang-bincang ringan tentang pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.Dalam percakapan mereka, Djuwira semakin menyadari bahwa meskipun Key terlihat tegas dan serius di tempat kerja, dia sebenarnya memiliki sisi hangat dan peduli t
"Si Tompel?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Preman Simpang meski sangat pelan.Key mendatangi pria itu kemudian menyambutnya ramah. "Apa kabarmu, Andre?""Eh, ah, kabar Gua baik-baik aje, Key!" jawabnya dengan gaya bahasa yang sama seperti Djuwira kenal."Udah lama gak ketemu, kangen juga aku," balas Key, berbahasa non formal. Itu adalah kali pertama Djuwira mendengar Key bicara tidak baku. "Kau masih tetap sama, ya, nyebelin!" ujar Key lagi sambil cekikikan.Preman simpang itu pun tampaknya begitu akrab dengan Key. Djuwira mengerutkan bibir, merasa tidak aman berada di sini bila pria yang selalu bermasalah dengannya juga di rumah ini."Key, siape tuh?" tanya si preman Simpang pura-pura tidak tahu.Key menoleh ke arah telunjuk Andre lurus. Tepat ke belakangnya, ke arah Djuwira. "Oh, itu—" jawabnya berhenti sejenak. "Dia karyawanku di kantor," lanjutnya mengangguk pelan, senyuman lebarnya menciut karena Andre membahas Djuwira."Oh, Karyawan Lu, Key," sahutnya mengangguk. Kin
Di dalam mobil. Key dan Djuwira tidak saling berbicara. Pria yang selalu fokus saat menyetir itu pun merasakan kalau suasana hening di dalam mulai menjadi aneh."Pak, biar saya saja yang menyetir kalau bapak masih sakit," kata Djuwira, memecah kesunyian.Key tersenyum miring. "Mana lebih sakit sekarang? aku atau kau?"Djuwira terdiam mendengar jawaban itu. Secara kasat mata, memang keadaan Djuwira lebih terlihat menakutkan. Apalagi merah dari efek panas tersebut semakin lama semakin menggelap."Tapi bapak 'kan sakit," sahutnya masih tidak enak hati."Jangan buat aku marah. Duduk saja dan kau akan aku antar pulang. Kau bisa bilang sama ayahmu kalau selama wajahmu masih sakit, kau tidak pulang ke rumah," ujar Key bernada sedikit meninggi.Djuwira langsung terbahak-bahak. "Bapak aneh! apa tujuan bapak sebenarnya meminta saya tidur di rumah bapak? yang sakit wajah saya, kalau memang bapak izinkan saya istirahat, saya bisa istirahat di rumah saya saja. Kenapa tiba-tiba bapak minta ke ruma
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.