Alisha mengira jika dia menikah dengan pria yang agamis, maka kehidupan rumah tangganya akan harmonis. Namun tampilan seseorang memang bisa menipu, Faisal Rizqi yang dikenal sebagai guru agama yang sholeh, ternyata pria yang hanya pandai mengaji, namun tak bisa memuliakan istri. Saat kehamilan pertama Alisha yang didera banyak derita, Faisal justru menganggapnya manja, bahkan meminta Alisha tetap mengerjakan pekerjaan rumah dan melayani ibu dan adik-adiknya. Farhan, adik Faisal justru yang paling mengerti kondisi Alisha dan berusaha membelanya. Namun sikap tersebut justru menimbulkan fitnah, Alisha dianggap memiliki hubungan terlarang dengan Farhan. Mampu kah Alisha melewati semua ini, dan menemukan kebahagiaannya?
View MoreMobil SUV merah meluncur lembut ke sisi jalan yang kurang ramai, sebelum berhenti di depan toko kain. Farhan melangkah keluar dari mobil, ekspresinya cerah meskipun hari sudah mulai mendung.Dia bergerak ke pintu penumpang dan dengan cepat membukanya. Alisha yang masih duduk di dalam mobil, terkejut oleh tindakan Farhan. Namun akhirnya dia tersenyum. “Makasih, padahal aku bisa buka sendiri.”“Aku tahu kamu nggak leluasa bergerak, Mbak. Makanya aku bantu kamu,” jawab Farhan.Alisha turun dari mobil dengan rasa haru yang tersembunyi di matanya, berpikir seandainya Faisal dulu sebegitu pengertian dan perhatian seperti Farhan, mungkin rumah tangganya tidak akan berantakan.Mereka berjalan bersama menuju pintu masuk toko, langkah Farhan disesuaikan dengan Alisha, dengan sengaja dia berjalan pelan untuk menyamakan langkah perempuan itu.Farhan memperhatikan Alisha yang belakangan semakin lambat dalam berjalan. Perempuan itu menump
“Dari awal Tomi pacaran sama kamu, kami udah gak setuju! Buktinya, kamu sengaja jebak Tomi biar tidur sama kamu kan, sampe kamu hamil? Kamu pake trik murahan itu biar Tomi gak ada pilihan lain kecuali nikahin kamu,” tuding Melisa.Farida menelan ludahnya, mencoba menahan air mata yang ingin tumpah. Tuduhan itu menyakitkan. Ia merasa terjepit di antara rasa malu dan keputusasaan. Apa yang bisa dia katakan dalam situasi seperti ini?Farida menatap kedua orang tua Tomi dengan penuh harap. “Ma, Pa, aku sama sekali gak pernah ada niat jebak Tomi. Aku sama dia saling mencintai,” ujarnya.Namun, Bondan menepis kata-kata Farida dengan sinis. “Perempuan seperti kamu itu banyak di luaran sana, emang dari awal ngincer anak orang kaya.”Farida menggeleng keras. “Itu gak benar, Pa,” ia bersikeras membela diri.“Buktinya apa?” sergah Melisa dengan nada tajam. “Selama ini Tomi selalu kasih uang bua
Nur menatap Faisal sebentar, sebelum akhirnya menggeleng dengan tegas. “Nggak perlu! Ibu nggak mau denger alasan-alasan nggak masuk akal dari Farhan lagi.”Farhan merasa tertekan, Farhan menyadari jika dia bersalah— tapi dia tidak menyangka jika Nur sampai semarah itu. Nur merasa semakin kesal karena Farhan hanya diam tanpa memberikan penjelasan yang memadai. “Kenapa kamu Melisah diem, Farhan? Melisas kamu nanggepin ibu? Selama ini kamu dibesarkan dengan cara apa sih? Kenapa kamu jadi gak punya kepedulian sama sodara kamu? Ibu jadi nyesel karena dulu biarin Ningsih ngerawat kamu!”DEG! Mendengar nama bibi yang selama ini telah mengasuhnya, membuat Farhan merasa agak sakit hati dengan ucapan Nur.“Kamu benar-benar egois! Hanya memikirkan dirimu sendiri tanpa memperhatikan perasaan orang lain. Kamu sudah dewasa, tapi perilakumu masih seperti anak kecil yang tidak bertanggung jawab!” maki Nur dengan nada menyalahkan.
Beberapa saat kemudian, angkot berhenti di tepi jalan yang tak jauh dari kosan. Alisha menyodorkan uang pas kepada sopir angkot. “Terima kasih,” ucapnya sopan sebelum turun.Dengan hati-hati menahan beban perutnya yang semakin besar, Alisha melangkah menuju gerbang kosan. Matahari yang mulai tenggelam memberikan sentuhan keemasan di langit senja.Tiba di kosan, Alisha melihat sosok Dion yang tegap berdiri di dekat mobilnya yang diparkir di halaman rumah kos, menunggu dengan sabar. Alisha segera menghampiri Dion.“Mas Dion, udah lama nunggu? Ada ada perlu apa emangnya?” sapa Alisha ketika sampai di depan Dion.“Kamu dari mana aja? Bukannya jam pulang kerja udah dari tadi?” Dion bertanya, ekspresinya tampak agak khawatir.“Aku tadi makan di warteg dulu,” jawab Alisha.“Sama siapa aja?”Alisha merasa ragu untuk menjawab pertanyaan Dion. “Sama... teman,” jawabnya pela
Pesanan Farhan dan Alisha pun tiba. Ibu warteg mengantarkannya dengan ramah ke meja mereka.“Terima kasih, Bu,” ucap mereka hampir bersamaan saat ibu warteg baru selesai meletakkan makanan mereka.“Sama-sama, permisi,” kata ibu warteg sebelum meninggalkan meja mereka. Alisha dan Farhan pun mulai makan. Suasana terasa canggung bagi Alisha setelah obrolan sebelumnya. Farhan sesekali melirik ke arah Alisha, menyadari kegugupan perempuan itu.“Mbak, kok salting? Gugup ya?” goda Farhan dengan senyum penuh arti.“Farhan, bisa gak sih kamu gak godain aku terus? Gak lucu tau,” protes Alisha dengan wajah sedikit kesal.“Aku emang gak ngelucu tau,” jawab Farhan tulus. “Kalo itu bagian dari usahaku, emang gak boleh?”Alisha terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Farhan. “Usaha apa?” tanyanya akhirnya.“Usaha deket sama kamu,” jawab Farhan. Alisha
Dalam perjalanan pulang di angkot, Alisha duduk di kursi penumpang— yang hari ini tumben cukup senggang hingga Alisha bisa duduk dengan nyaman. Kedua matanya memperhatikan pemandangan di luar jendela, jalanan sore terlihat padat dengan kendaraan yang berjalan lambat.Tiba-tiba, matanya tertuju pada sosok yang sangat dikenalnya tengah duduk sendirian di halte bus. Alisha memicingkan mata, mencoba memastikan bahwa yang dia lihat benar-benar Farhan.“Farhan?” gumam Alisha dalam hati, rasa penasaran memenuhi pikirannya. Alisha mencoba mengingat kapan terakhir kali dia bertemu dengan Farhan. Ya, itu sudah beberapa hari yang lalu— ketika Farhan menjenguknya di rumah sakit.Tanpa berpikir panjang, Alisha memberi tahu sopir bahwa dia akan turun di halte tersebut. Setelah menyelesaikan pembayaran, dia turun dari angkot dengan langkah pelan. Perutnya yang semakin membesar membuatnya merasa kurang nyaman saat bergerak.Setelah turun, Alisha b
“Oh, ternyata dia adik mantan suami kamu. Pasti sama busuknya kayak kakanya…” ungkap Dion dengan nada meremehkan, “udah keliatan sih, selama ini dia suka nyari perkara gitu,” lanjutnya.Alisha yang mendengar ungkapan Dion yang menjelekkan Farhan jadi tidak terima, “Farhan gak seperti itu, Mas. Dia gak sama kayak mantan suami aku atau keluarganya. Dia baik, sejak aku masih tinggal di rumah mertua, cuma Farhan yang selalu menghargai aku. Dia gak pernah semena-mena kayak yang lain. Gak tau aja dia kenapa jadi ngeselin kalo ketemu kamu,” belanya.Dion merasa kesal karena Alisha membelanya. “Justru kamu hati-hati, dia baik pasti ada maunya.”“Kamu juga baik, Mas. Berarti baiknya ada maunya dong?” balas Alisha.Dion tersedak ludah sendiri karena disudutkan oleh pertanyaan Alisha, dia buru-buru membela diri. “Gak bisa disamain dong.”“Sama ah,” sahut Alisha sambil t
Alisha terbangun saat mendengar suara adzan subuh yang menenangkan memecah keheningan. Dia merasa hangat di hatinya saat melihat Rona tertidur lelap di sofa tunggu, dan Dion yang masih terlelap di kursi sebelahnya. Ia bersyukur, menyadari bahwa masih banyak orang yang peduli padanya di saat-saat sulit seperti ini. Alisha mencoba bangkit perlahan dari tempat tidurnya, berusaha agar tidak mengganggu tidur nyenyak Dion dan Rona. Namun, langkahnya terhenti ketika tanpa sengaja dia menyenggol gelas di meja hingga membuatnya jatuh dan pecah. Suara pecahan gelas sontak membuat Dion dan Rona terbangun kaget dari tidurnya. Mereka langsung bangkit dengan ekspresi khawatir di wajah mereka. “Kamu mau kemana? Kok turun dari tempat tidur? Kenapa gak bangunin sih?” tanya Dion, suaranya penuh dengan kekhawatiran. Rona yang juga terbangun, menambahkan, “Ada apa, Alisha?” Alisha merasa canggung dan menyesal karena telah membuat kehebohan. “Maaf, jadi bikin kali
Farhan melangkah di lorong rumah sakit sembari memegang erat sekeranjang buah yang dia bawa. Ketika dia sampai di depan ruangan rawat Alisha yang pintunya agak terbuka, Farhan bisa melihat Dion duduk di kursi dekat ranjang rawat Alisha. Hatinya berdesir, merasa tidak nyaman melihat Dion di sana, namun dia juga sadar jika tidak berhak melarangnya. Dia berdiri di ambang pintu, berniat untuk pergi tanpa menyapa. Namun sebelum dia sempat melangkah, Alisha yang terbaring di tempat tidur lebih dulu melihatnya. “Farhan?” panggilnya, membuat Farhan terdiam. Farhan menelan ludah, tidak berharap untuk bertemu dengan Dion di sini. Namun dia tidak bisa pergi begitu saja setelah Alisha melihatnya. Farhan pun terpaksa masuk ke ruang rawat Alisha, lalu menyapanya dengan canggung. “Mbak, gimana keadaannya sekarang?” Alisha tersenyum lemah. “Udah mendingan,” jawabnya. Dion yang melihat Farhan, hanya memberikan ekspresi sinis. Farhan memilih untuk mengabaikanny
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.