Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#9Malam ini cuacanya sangat dingin. Hujan badaipun mengguyur desa Atika. Semua Air naik keteras rumahnya. Karna memang dataran rendah."Buk, banjir. Atap rumah kita juga bocor," ucap Mail. Ia kewalahan menguras air yang naik keteras rumahnya."Ya ampun, gimana ini? Ibu mana pintar betulin atap rumah," jawab Atika panik.Sedangkan air dan lumpur mulai menggenang dan masuk kedalam rumahnya."Biar Dimas manjat ya, buk.""Nggak, usah nak. Nanti kamu jatuh." Atika ragu."Tapi buk. Kamar ibu sudah basah semua kasurnya. Kalau nggak segera dibetulin nanti makin parah. Dimas kan sudah besar buk," ucapnya yakin."Iya buk, benar. kan Bang Dimas bisa manjat," tambah Mail lagi.Atika berfikir sejenak. Dilihatnya kasur kapuknya yang sudah buluk hampir basah seluruhnya. "Tapi, kamu yakin bisa Nak?""Ibu jangan sepele, Dimas kan sering diajari Bapak kemarin. Kata Bapak, kalau nanti Dimas besar, Dimas harus bisa semuanya kan Dimas anak laki-laki," serunya."Sudahlah, jangan
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#10"Yang sabar ya Ti! Dimas sudah tenang disana. Suamimu kenapa nggak kamu, kabarin?" Ucap Nilam. Nilam, yang memang baru datang setelah penguburan Dimas, selesai terus menenangkan Atika."Suamiku sudah mati Nil," Jawab Atika lantang."Astagfirullah, kok kamu bilang begitu?""Dia sudah mati didalam hatiku Nil! dia sudah tega menelantarkan kami. Kamu tau dia itu bukan kerja, melainkan menikah lagi." Atika mengeluarkan semua unek-uneknya."Kamu tau dari siapa? kan kamu sendiri, yang bilang kalau Daut, bekerja," Nilam binggung."Aku tau dari seseorang Nil. Sudahlah Nil, nggak usah bahas dia lagi. Aku nggak suka ngebahas dia." Jawab Atika kesal."Dimas anak baik! Padahal cita-citanya tinggi sekali, Dan ingin sekolah. Malang sekali nasipnya," Lirih Nilam. Ia menyeka Airmatanya. Sebagai teman, sekaligus tetangga Atika, Nilam orangnya baik, dan perduli kepada Atika."Aku belum sempat mewujutkan permintaan Dimas, aku merasa berdosa, dan nggak becus jadi Ibu," Ucap A
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#11Setelah menunggu beberapa jam, anak Yuni tidak keluar juga. Sampai akhirnya mereka memutuskan membawa Yuni kekota, agar bisa di Oprasi."Gimana! si Yuni sudah lahiran?" Tanya Nilam."Nggak tau tuh! katanya dibawa kekota," Jawab Atika santai.Dalam hati Atika. Ia sangat gelisah, dan takut kalau Yuni lama pulang. Bisa-bisa rencananya gagal."Itulah akibat punya mulut kurang ajar," Ketus Nilam.Atika hanya tersenyum saja mendengar, perkataan Nilam. Sudah biasa bagi Atika tidak heran lagi."Ku sumpahin lahiranya anaknya sungsang, terus lengket. Biar nggak bisa diangkat," Ketus Yuni lagi."Hus! nggak boleh gitu Nil.""Habis aku kesal Ti! ingat nggak dia waktu memfitnahmu dulu. katanya kamu menggoda suaminya?" Nilam malah mengingat masa dulu. Dimana Yuni pernah memfitnah Atika menggoda, suaminya."Itukan cuma salah faham," Jawab Atika, lagi."Walaupun. Tapi perkataan dia itu seolah menggambarkan karma dia sendiri." Jawab Nilam geram.Lagi-lagi Atika terdiam, da
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#12"Wah, harum sekali ini! kalau ini jelas rasanya lebih enak dari Gulai," Seru Atika. Setelah selesai memasak Kari Ari-Arinya."Ternyata kamu beruntung mempunyai tetangga sepertiku ,Yun! buktinya saja aku rela capek-capek memasakkanmu kari, lezat."Atika tidak habis fikir. Ternyata dikari justru lebih menggugah selera. Saat Ia ingin mencuci tangan kearah kamar, Samar-samar ia melihat wanita berbaju putih dari dinding tepas, yang memang sudah sedikit bolong.Seketika bulu, kuduknya berdiri, dan ingin segera masuk kedalam kamar. "Apa itu tadi? Kok harum jeruk purut ya?" Gumam Atika, ngeri."Prakkk!" Suara atapnya seperti, dilempar menggunakan pasir. Begitu jelas terdengar ditelinga Atika."Berani sekali setan itu mengganguku! kalian kira aku takut? awas saja kalian muncul. Akan kugulai sekalian," Pekik Atika.Ia berusaha memejamkan matanya. Namun tidak bisa, suara aungan anjing terus terdengar. Padhal didesanya sama sekali tidak ada yang melihara anjing.Atik
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#13Diwan meraba gundukan tanah basah itu. sepertinya ada yang tidak beres. Karna kemarin tanah itu rapi, dan bambunya juga menjulang keatas, dan bukan Kesamping."Sepertinya ada, yang sengaja menyerak tanah ini. Bambunya juga mereng, dan ini sama sekali bekas bongkaran baru." Lirihnya curiga.Ia segera masuk kedalam. dan menanyakan itu kepada Istrinya, Yaitu Yuni. Dilihatnya Yuni Masi menyantap kari Ari-Ari itu tanpa tersisa, sedikitpun."Dekk!" "Apa Mas?" Sahutnya. Sembari mengelap mulutnya."Itu, tanah Ari-Ari siadek kok kayak ada, yang bongkar," Ucap Diwan."Bongkar gimana sih, Mas?" Sahutnya, sembari Masi menyeruput kuah Kari."Tanahnya. Seperti baru dibongkar lagi. Apa ada anak-anak tadi main kesini?""Anak siapa? disini anak-anak jarang, dan kalaupun ada ya cuma anak si miskin itu. Sama tetangga sebelah rumah kita Diah," Celetuknya."Simiskin siapa?" Diwan tidak mengerti."Itu si Atika.""Tapi mana mungkin anaknya sampai kesini! apa dibongkar kucing
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#14"Jait baju Buk." Atika menawarkan jasa jahitnya."Males lah! Mending jahit sendiri." Ketus Wanita tua berambut putih.Mereka sedang berbincang-bincang soal kehilangan ari-ari Yuni. " Aneh ya? kemarin dikampung sebelah. Sekarang malah dikampung kita." Ucap sipemilik warung, yang biasa dipanggil bude itu."Jangan-jangan didesa kita ini ada persugihan!" Ketus Ibu, yang satunya juga."Persugihan? Persugihan, apa?" Tanya Pemilik warung."Ya biar kaya lah. Secara dikampung kita ini masih banyak bener, yang miskin. Dan melarat. Contohnya itu Atika," Ucap Wanita rambut putih itu. Matanya melirik kearah Atika.Kalau bicara nggak usah sebut-sebut nama saya buk! saya emang miskin. Tapi untuk apa melakukan persugihan," Pekik Atika."Ya mana tau kan. Lagian bukanya menuduh bisa jadikan." Ucap Wanita berambut putih itu lagi."Kalau bicara seenaknya saja. Udah tua bukan tobat, malah menghina orang. Kalaupun saya melakukan persugihan kamu nanti, yang akan saya jadikan t
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#15Malam ini Atika berencana akan pergi kekampung sebelah. Ia sudah tekat sebelum Nilam mengadukan perbuatanya. Sebetulnya Nilam nggak punya bukti. Namun Atika harus tetap jaga-jaga.Mail masih duduk dipojok kamarnya. Terlihat Ia masih menangis segugukan. Sesekali Ia juga melirik kearah pintu kamarnya. "Kamu dirumah dulu. Ibu mau pergi, " Ucap Atika, dari balik pintu."Ibu mau kemana?" Tanya Mail. Suaranya masih terputus. Akibat tangisnya."Mau ada urusan sebentar. Kamu beranikan dirumah.""Mail takut buk! Inikan malam. Mail nggak berani," Jawab Mail."Ibu cuma sebentar. Kalau kamu ikut nanti, yang ada merepotkan ibu," Pekik Atika.Mail tertunduk, dan tidak berani menjawab lagi. Tangisnya meledak saat Atika melangkah keluar rumah."Hik,, hik,," takut buk! jangan tinggalin Mail." Pekikannya berubah, nejadi Pekikan sebuah tangisan.Semua harus ditanggungnya. Wajahnya menggambarkan sebuah kerinduan besar, terhadap Dimas, dan juga Daut, Bapaknya.Ia berjalan kel
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku16"Tolong jangan lakukan ini. Saya tidak bersalah," Nilam merintih kesakitan. Kepalanya sudah dihujani, oleh darah segar."Sudah bakar saja. Ngapai lagi ditunda-tunda.," Ucap sebagian warga lainya. Tangan Nilam diseret paksa. Tubuhnya terhempas, bak seperti tidak berharga Dimata mereka."Lepasin saya. Saya tidak bersalah. Atika tolong saya, jelaskan kepada mereka kalau saya tidak bersalah," Nilam melihat kearah Atika. Matanya menyimpan berjuta permohonan, dan harapan.Atika tidak menggubris. Terlanjur sakit hati, dan termakan omongan membuatnya tidak perduli, dan membiarkan Nilam."Rasakan Nilam. Kamu sudah memakan hak Anakku, dan mungkin ini balasan untukmu," Pekik Atika."Tapi aku tidak pernah mekakan hak anakmu." Nilam memekik, suaranya bergetar akibat menahan sakit."Prak," Entah datang darimana, sebuah balok besar menghujam, dibagian punggung wanita cantik itu.Seketika darah segar muncrat dari bagian Mulutnya Nilam. Tidak ada suara lagi, suara yang tad