#59
Awan putih bergerak pelan, membuka hamparan langit biru yang cerah. Deburan ombak terdengar berderu memecah batu karang.
Pelaminan putih dengan ornamen bunga-bunga yang membingkai indah berdiri kokoh membelakangi lautan. Jejeran bangku kayu tertata rapi di sekelilingnya. Tidak jauh dari sana sudah dipersiapkan meja-meja panjang yang berisi makanan untuk jamuan para tamu.
Beberapa tamu penting terlihat mulai berdatangan yang membuat para pengatur acara pernikahan ini mulai sibuk.
Sementara itu di ruangan terpisah, Kiara berdiri menatap cermin panjang yang menggantung di depannya. Sambil memegang buket bunga mawar putih, tubuhnya dilapisi gaun pengantin putih gemerlap dengan ekor yang panjang. Rambutnya digelung sempurna dan di lehernya melingkar kalung berlian yang berkilau.
“Astaga, lo begitu cantik.” Tukas Nabila dari balik punggung Kiara. “Orang-orang pasti bakalan terpukau dengan kecantikan lo.”
Kiara tidak bis
“Ray,”Suara itu sontak membuat Raymond melonjak kaget. Ray, nama panggilan pria itu, mendapati istrinya yang duduk di ruang makan dengan cahaya yang temaram."Astaga, Ki," Ray menarik napas lega. "Aku pikir kamu hantu. Lagian, ngapain sih kamu duduk di situ sendirian?""Aku nungguin kamu, Ray."Ray menoleh ke pergelangan tangannya sembari mengernyit. "Sampai tengah malam begini?"Kiara bangkit dari kursi makan. Sementara itu kedua mata Ray menyapu meja makan. Tersedia hidangan mewah yang sepertinya sudah dingin."Kamu pasti lupa." Kiara tersenyum getir di hadapan Ray. "Pagi ini kamu kan sudah janji akan pulang cepat dandinnerbersamaku di rumah. Ini adalahdinneruntuk merayakananniversarypernikahan kita yang keempat."Ray berdecak lantas menatap kedua mata istrinya yang sudah berkaca-kaca itu. "Bisa repot kalau dia sampai nangis." guma
Mobil yang dikendarai Ray memasuki pelataran parkir sebuah apartemen di bilangan Jakarta Selatan.Lantas, Ray melangkah santai menuju ke lantai enam apartemen itu. Saat Ray membuka pintu apartemen nomor 666 itu, dia langsung disambut oleh seorang wanita yang duduk di depan televisi. Kedua kakinya menyilang sedangkan tangan kanannya memegang cangkir yang berisi teh hangat.“Prita,” tukas Ray heran, “kok kamu belum siap sih?”Prita menyibakkan rambut gelombangnya. “Ray,” sambutnya sambil menyunggingkan bibir merahnya.Ray melirik jam tangan hadiah dari Kiara. “Jam setengah sebelas ini kita meeting lho. Dan banyak hal yang harus dipersiapkan. Sekarang sudah hampir jam sembilan.”Prita berjalan perlahan ke depan Ray, menatap pria bermata cokelat itu. “Sayang, semalam kamu bermain terlalu cepat.” Kemudian Prita merangkulnya.Ray balas melingkarkan kedua lengannya di pinggang Pri
“Terima kasih, Pak, sudah menjaga tas saya,” sahut Prita pada Ray dengan nada formal. Kecanggungan nampak pada raut Ray saat menyerahkan tas itu pada Prita. Lantas, Prita menjulurkan tangannya di hadapan Kiara. “Saya Prita, asisten pribadi Pak Raymond.”Kening Kiara mengerut. “Asisten pribadi? Sejak kapan Ray punya asisten pribadi? Dia nggak pernah memberitahuku tentang hal itu.” batin Kiara sambil menatap Prita dengan seksama.“Ah, Kiara,” Kiara berusaha tersenyum sopan seraya membalas jabatan tangan Prita.“Oh, Bu Kiara,” Prita manggut-manggut.Ray berdeham sebentar sebelum akhirnya buka suara. “Oh iya, Ki, aku lupa cerita soal asisten pribadi baruku.”Kedua mata Prita yang dibubuhi bulu mata lebat itu menyapu penampilan Kiara kali ini.“Hm, cantik juga,” komentar Prita dalam hati. “Gayanya simpel namun elegan. Lihat saja bagaima
Malam minggu kali ini, Kiara terpaksa menghabiskan waktu bersama keluarga suaminya, Keluarga Djaya.Acara makan malam itu bertujuan untuk merayakan keberhasilan Alex dalam memimpin perusahaannya yang telah berhasil melantai di BEJ serta kesuksesan istrinya yang baru saja membuka butik tas-tas mahal di bilangan elit Jakarta.Kehidupan Alex dan Bianca memang terlihat begitu sempurna. Apalagi mereka sudah dikaruniai seorang anak laki-laki yang sekarang berumur lima tahun. Hal itu membuat Ray dan Kiara merasa tertekan. Ray merasa terbebani dengan kesuksesan Alex sedangkan Kiara merasa tertinggal karena belum dikaruniai anak.“Kenzo, jangan lari-lari, Nak.” Ucap Bianca dari ruang makan saat Kenzo berlari riang ke halaman belakang diikuti oleh susternya. “Sus, jangan sampai Kenzo jatuh ya.”Arianto Djaya duduk di ujung meja, dikelilingi oleh istri, para anak serta menantunya yang duduk di kedua sisi meja makan yang berbentuk persegi panj
Prita berdecak kesal saat dia mengenakan pakaian dalamnya kembali. Di sampingnya, Ray terlihat kelelahan.“Belakangan ini kamu kenapa sih, Ray?” Prita membenarkan dress hitamnya. “Nggak menggairahkan seperti dulu. Kamu bosan denganku, hah?”Ray hanya bisa menghela napas panjang. Staminanya memang menurun karena hampir setiap hari harus berbagi dengan dua wanita. Belum lagi tekanan agar dia bisa memenangkan tender membuat kadar stresnya meningkat.“Jangan berprasangka buruk gitu dong, Ta. Kamu tahu sendiri kan tekanan pekerjaan kita akhir-akhir ini kayak gimana?” sahut Ray pada akhirnya.Prita beringsut ke arah Ray dan membenarkan posisi kerah kemejanya. “Aku ada ide. Gimana kalau kita melepas penat dengan liburan? Kita pergi ke Bali.”Dahi Ray mengernyit. “Liburan? Ke Bali?”Prita mengangguk yakin. “Bilang aja sama kantor kalau kamu mau ambil cuti. Nah, sedangkan aku
Kiara menutup kotak kado berwarna marun itu. Kemudian dia mengikatnya dengan pita keemasan. Sekali lagi, dia memandangi kotak itu sambil tersenyum. Di dalamnya tersusun rapi foto USG pertama serta test pack bekas itu.Lantas, Kiara kembali berbaring di atas ranjang. Dia baru saja mengalami morning sickness dan kepalanya masih terasa pusing.Ponselnya berbunyi. Akhirnya Ayahnya yang tinggal di Batam meneleponnya.“Kiara,” suara Ayahnya yang serak membuat emosi Kiara langsung meluap. Rasa rindu yang selama ini tertahan sedikit terbayarkan dengan mendengar suara sang Ayah tercinta. “Lho, Ki, kok kamu malah terisak sih?”Kiara menghapus air matanya yang seketika turun. “Maaf, Yah. Mungkin ini karena pengruh hormon jadi sering sedih begini.”“Ayah sudah baca pesan kamu. Ayah senang sekali akhirnya kamu hamil. Syukurlah, Ki. Jaga kondisimu baik-baik ya. Nanti Ayah akan menjengukmu di Jakarta.&rd
Pintu kamar tidur berderit pelan. Ray mengendap masuk supaya tidak membangunkan istrinya yang sedang terlelap itu. Dia baru sampai rumah pukul satu dini hari gara-gara penerbangannya delay dua jam.Ray melepaskan jaket denimnya dan menggantungkannya di hanger belakang pintu. Setelah itu dia bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih.Saat air keran mulai mengalir, Kiara terjaga. Dia lekas menyibakkan selimut dan turun dari tempat tidur.Hanya dengan sedikit bantuan cahaya redup dari lampu tidur di pojok ruangan, Kiara merogoh saku celana suaminya yang ada di keranjang pakaian kotor. Namun dia tidak mendapati apa-apa. Kemudian Kiara memeriksa saku jaket denim milik Ray.Dia mendapati dompet juga ponsel milik suaminya.Kiara menggeser layar ponsel Ray. “Pin? Berapa nomor Pin-nya?” pikir Kiara cepat. Mencoba keberuntungan, Kiara memasukkan bulan dan tahun lahir suaminya. Salah. Lalu dia mencoba kombinasi tanggal
“Aaa!” Prita menjerit saat siraman alkohol itu membasahi wajah dan sebagian tubuhnya. Sementara Ray membutuhkan waktu beberapa detik untuk menyadari apa yang terjadi.Ray menoleh ke Kiara sambil mengerjap-ngerjapkan mata tidak percaya. “Ki..Ki..Kiara?”Beberapa orang menoleh dan bergumam dengan kejadian itu. Namun sebagian besar dari mereka tidak peduli.Napas Kiara naik turun. Dia sungguh tidak bisa mengendalikan emosinya yang kian memuncak. Dia ingin sekali meneriaki mereka dengan kata-kata kasar tapi semua seakan tertahan. Kiara terlalu kecewa, terlalu marah hingga dia hanya bisa terisak keras sekarang.Sisa alkohol itu dia siramkan lagi ke wajah Ray.Mendadak Ray bangkit dan mencengkram lengan Kiara sehingga wanita itu meringis kesakitan. Ray menyeretnya keluar dari kelab, menariknya ke koridor yang dipenuhi beberapa pasangan yang sedang bercumbu.Sampai akhirnya Ray mendorong pintu tangga darurat di ujung koridor