Masih di ruang kerja milik Ray. Ken melanjutkan acara bincang-bincangnya dengan Ray. Membahas banyak hal, tentu saja membahas hal yang penting-penting. Ray itu tidak menyukai basa-basi. Waktu sangat berharga untuknya.
Ken menganggap jika Ray terlalu serius menghadapi hidupnya. Ya bukan berarti harus bercanda, tapi Ken berharap jika Ray bisa lebih menikmati hidup yang sudah Tuhan ciptakan. Dimana ada air yang turun dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah. Ada air asin yang membentang sangat luas, menguasai tujuh puluh persen bumi ini. Ada pencakar langit yang melebihi bangunan bertingkat atau tower-tower yang menjulang tinggi. Ada pula hewan berjenis laki-laki yang mengandung anak-anaknya, layaknya kuda laut.
Bukankah dunia ini sangat berwarna? Sangat indah untuk dipandang?
Bukankah dunia ini memiliki banyak misteri? Sangat menarik untuk dicari tahu?
Kenapa Ray hanya berkutat dengan balas dendamnya? Kenapa harus ada hitam dan putih bila warna pelangi jauh lebih menyenangkan?
Tak bisakah Ray melihat semua itu?
Ah, Ken tidak bodoh. Ia tahu jika mata Ray melihatnya. Ia tahu jika otak jenius Ray pasti menyerap banyak ilmu pengetahuan. Hanya saja, ia tak bisa memaksa karena Ray memilih untuk menatap lebih luas. Ray memilih menutup diri akan lukisan yang sudah Tuhan torehkan.
Sebagai seorang sahabat, Ken tidak ingin membiarkan Ray semakin dalam hidup terantai dalam gelapnya belenggu balas dendam. Sebisa mungkin, ia akan berusaha menyelamatkan Ray.
"Aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi!" Ken masih saja penasaran. Sungguh, ia sangat tahu bagaimana tabiat Ray itu. Ia tumbuh bersama Ray dari kecil. Hal sekecil apapun tidak akan luput dari penglihatannya.
"Tidak ada apa-apa!" Ray mencoba menegaskan.
Kesabaran Ken habis.
"Kau memang sangat buruk dalam berbohong! Mana mungkin kau tidak memiliki masalah jika kau terlihat buruk? Ini pasti masalah serius, kau melampiaskan dengan merokok jika kau stress!"
Ken memang paling mengerti dirinya. Ray membenarkan jika ia memang tidak ahli dalam berbohong. Mau bagaimana lagi toh pada akhirnya Ken juga pasti akan mengetahuinya. Rasanya jika ia tak salah mempercayai sahabatnya itu.
"Ayolah, cepat katakan! Apa perlu aku memukulmu untuk membuatmu bercerita?" Ken mulai menyisingkan lengan bajunya untuk menunjukkan kepalan tangannya.
"Bagaimana dengan pemilik Serdayu Corp? Apa kau sudah menyelidikinya?" Tanya Ray.
"Jangan mencoba mengalihkan pembicaraan, Ray!" Kesal Ken karena Ray justru tak menghiraukannya.
"Mana datanya?"
"Ini, semua data yang kau butuhkan ada di dalam amplop itu!" Jawab Ken sambil memberikan sebuah amplop besar bewarna coklat. Ray menarik senyumannya. "Kau berencana menjadikan perusaan itu sebagai target selanjutnya?"
"Apa aku menyuruhmu mencari data-data itu hanya untuk hal sia-sia?"
Ini bocah iblis memang perlu dipukul agar bisa segera sadar! Ken sangat sabar. Ya, dia memang sangat sabar! Sangat!
"Ray, ini sudah enam perusahaan yang kau ambil dengan paksa!"
Ray memegang sebuah pensil dan menggenggamnya dengan sangat kuat. Pensil itu bahkan sampai patah. "Aku bahkan belum melakukan apa-apa. Ini hanya permulaan saja."
"Cih, buanglah rasa dendammu! Itu hanya akan menggerogoti likiranmu saja! Kalau kau menurutinya, kau hanya akan banyak mendapat kebencian dari orang-orang yang kau sakiti! Apa kau kurang puas dengan semua ini? Kau sudah memiliki segalanya!"
"Jaga bicaramu! Apa kau pikir kau punya hak berbicara seperti itu padaku?"
"Tentu saja aku memiliki hak! Aku sahabatmu! Sebagai sahabat aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal bodoh yang bisa merugikanmu!"
"Hahaha, kau memang sahabatku, Ken." Ray tertawa hambar. "Lusa kau ambil alih Serdayu Corp! Perusahaan ini sudah tidak pantas lagi mendapatkan suntikan dana dari perusahaan kita!" Kata Ray akhirnya.
Ken menyerah. Ray sulit untuk dinasehati untuk hal satu ini.
"Baiklah, baiklah. Lalu apa masalahmau?" Ken masih penasaran dengan masalah yang sedang terjadi pada Ray.
"..." Ray hanya menghembuskan nafas beratnya tanpa menjawab. Ken paham itu.
"Hah, lain kali jika kau sudah siap aku akan mendengarkan ceritamu! Ingat, kau masih hutang cerita padaku!"
"Hn."
Ken menarik kursi kerja yang ada di depan meja kerja Ray lalu mendudukinya. "Aku sudah satu bulan tidak pulang ke rumahmu. Apa kau tidak kasihan padaku? Kau membebaniku dengan urusan bisnis di luar negeri! Aku masih di luar negeri saja kau sudah menyuruhku menyelidiki Serdayu Corp. Aku benar-benar lelah."
"Segera ambil alih Serdayu Corp, aku akan memberimu tugas lebih ringan!"
"Apa itu?"
"Angkara Corp."
Rasanya leher Ken seakan tercekik saat mendengar Angkara Corp. "Ka..kau yang benar saja, Ray? Jangan bercanda!"
Ray tersenyum penuh arti. "Apa aku terlihat seperti sedang bercanda?"
"Sudahku bilang jangan menuruti dendammu itu! Kau jangan mencari masalah dengan mereka, Ray!" Ken berbicara cukup keras.
"Semua terjadi jika mereka tidak menyalahkan api perang padaku! Tak mungkin ada asap jika tidak ada api! Aku hanya ingin mereka membayar hutang mereka padaku."
"Kejadian itu sudah lima belas tahun yang lalu. Kenapa kau masih saja menuntut hutang mereka padamu? Kau sendiri yang tahu bagaimana kekuatan mereka. Mereka itu licik!"
"Menurutmu waktu lima belas tahun adalah waktu yang mudah untukku? Aku sudah lama menunggu sampai saat ini. Aku sudah mampu membalas mereka! Jika mereka bisa licik, maka kita harus cerdik!" Kata Ray sarkastik.
"Aku tahu Ray. Tapi..."
"..."
"Haah.. Baiklah, baiklah, kau tahu akau pasti akan selalu di pihakmu." Ken sudah menyerah menasehati Ray. Dalam hatinya jika dia berharap semua akan baik-baik saja. Ia hanya takut.
Angkara Corp adalah perusahaan yang sangat besar dan memiliki banyak anak cabang perusahaan. Angkara Corp dulunya adalah Mega Corp.
Mega Corp mengusai pasar saham di Indonesia, tak hanya itu bahkan mampu berbicara banyak di dunia. Perusahaan besar ini banyak disegani perusahaan asing karena memiliki kekuatan bisnis yang besar. Tapi semua sudah berubah saat peristiwa teragis terjadi lima belas tahun yang lalu.
Salah satu pendiri Mega Corp ditemukan tewas dalam sebuah kecelakaan mobil tunggal.
Diketahui jika semua anggota keluarga dalam satu mobil itu tewas. Mobil itu meledak terbakar. Perusahaan jatuh ke tangan wakil direktur utama Mega Corp, Surya Dirga yang notabene adalah sahabat baik pemilik Mega Corp.
Surya Dirga menjadi orang yang beruntung karena menjadi direktur utama Mega Corp yang pada akhirnya ia ganti dengan nama Angkara Corp.
Entah bagaimana, secara otomatis Surya Dirga juga menguasai asset yang pemilik Mega Corp miliki. Kini di tangannya, Angkara Corp semakin berkembang pesat.
Angkara Corp bergerak di berbagai macam sejtor bisnis, mulai dari mall, hotel, perumahan, dan lain sebagainya. Surya Dirga menjalankan dengan baik Angkara Corp.
Ray sangat tertarik untuk menguasai Angkara Corp. Perusahaan besar itu adalah tujuan matinya.
Mansion Ray..."Bibi, maaf selalu merepotkan." Kata Kiara lemah.Bibi Willy tersenyum. "Makanlah meski rasanya pahit sekalipun! Kau perlu memulihkan diri.""Iya. Terima kasoh, Bibi.""Sama-sama. Oh iya, apa kau ingin berbicara dengan Tuan Ray? Menurut Bibi, ada baiknya jika kalian berbicara membahas apa yang sudah terjadi. Tuan Ray pasti akan bertanggung jawab, dia anak yang baik." Kata Bibi Willy hati-hati.Terlihat tangan Kiara yang gemetar. Saat itu Bibi Willy tahu jika Kiara masih belum siap untuk bertemu dengan Ray."Maaf, lupakan saja saran dari Bibi untuk saat ini.""Maafkan aku juga, Bibi. Maaf..."Bibi Willy pun keluar kamar Kiara dan di depan kamar berjumpa dengan suaminya, paman Willy."Apa Kiara mau makan?" Tanya Paman Willy."Entahlah, sepertinya dia makan walau hanya sedikit. Sedari kejadian pemerkosaan itu, dia terus saja mengurung diri di kamar. Dia pasti sedang sangat sedih." Jawab Bibi Willy.
Angkara Corp..Ren berjalan menuju ruang kerjanya yang berada di lantai tujuh belas. Di sepanjang perjalanan banyak karyawan yang menyapanya. Ren memang memiliki karakter seorang pemimpin. Tegas dan berkarisma.Meski usianya masih dua puluh lima tahun, usia yang terbilang muda tapi sudah bisa memimpin perusahaan dengan sangat baik. Ayahnya, Surya Dirga adalah orang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya.Ditambah lagi, Ren juga memiliki wajah yang sangat rupawan. Tak heran jika banyak wanita yang curi pandang dengannya. Pemandangan seperti itu sudah biasa Ren dapatkan dimana pun ia berada.Seperti saat ini, saat ia di kantor, setiap karyawan wanita yang melihatnya akan memamerkan senyum terbaiknya untuk Ren. Meski tidak mungkin akan bisa mendapatkan balasan simpati dari Ren, tapi cukup dengan melihat senyuman manis Ren sudah sangat cukup untuk mereka.Banyak wanita di sekitar Ren yang selalu ber
Ken baru saja memarkirnya mobil merci-nya di garasi mansion Ray. Dengan senyuman mengembang di bibirnya ia memasuki mansion Ray."Rumah ini masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya. Bahkan bonsai yang aku beli dengan harga tiga belas juta rupiah itu masih ada di tempatnya. Masih ada di teras dekat dengan kolam ikan koi milik Ray. Ray iblis itu menyukai ikan koi? Ayolah, meski dia mewarisi sifat iblis sekalipun, tapi karena cukup lama berbaur dengan manusia, ia menjadi sedikit terkontaminasi. Jiih, dia akan mengirimku ke Afrika jika dia mendengar kata-kataku ini." Ken bergidik ngeri jika harusmembayangkan bagaimana cara Ray menatapnya jika sedang marah.Mansion yang sudah lama tidak ia datangi karena tugas bisnis di luar negeri. Ia merindukan mansion Ray. Mansion yang banyak menyimpan kenangan dirinya, Ray, dan keluarganya.Meski mansion itu milik Ray, tapi Ray memintanya untuk menganggap sebagai rumah sendiri. Hal itu karena
Hari-hari berlalu begitu saja. Ray masih belum berminat kembali ke mansion mewahnya. Ia lebih memilih tinggal di hotel dekat kantornya. Ini sudah hari ke sepuluh.Sementara Ken menjadi semakin bingung dengan keengganan Ray itu. Ia juga heran dengan Kiara yang tidak pernah sekalipun menunjukan batang hitungnya di mansion Ray padahal mereka tinggal di satu atap.Ken merasa penasaran dengan Kiara. Ia selalu bertanya orang seperti apakah Kiara itu? Kenapa Kiara tidak mau keluar dari kamarnya? Apa Kiara cantik sehingga Ray mengizinkan Kiara memiliki kamar Ray padahal banyak kamar kosong di mansion itu?Kenapa Kiara A, B, C, atau D? Lalu apakah Ray A, B, C, atau D?Pertanyaan-pertanyaan penasaran muncul begitu saja di benak Ken....Kamar Kiara..“Kamu Kiara, kan? Perkenalkan aku adalah Yuna, adik bungsu dari kak Ken dan kak Ray. Ibuku sudah menceritakan apa
Yuna dan Ken memaksa Ray untuk pulang ke rumah. Ray bersikeras tidak mau. Jika Ken menanyakan alasan kenapa Ray tidak mau pulang ke rumah, Ray hanya menjawab jika ia hanya sedang tidak ingin di rumah.Yuna memang sudah mengetahui alasan kenapa kakak tercintanya itu tidak mau pulang ke rumah, tapi ia tidak memberitahukannya pada Ken. Yuna hanya ingin Ray yang menceritakannya sendiri.Hubungan persaudaraan Ray dengan Ken itu berbeda, Yuna tak bisa seenaknya saja.Dengan berbagai usaha, akhirnya Ray mau kembali ke mansion mewahnya itu. Hal itu karena Yuna mengatakan pada Ray jika Ray itu adalah seorang kakak yang sangat kejam karena tidak mau melihat adiknya yang baru pulang dari Jepang.Sebenarnya Ray dapat dengan mudah menolak pernyataan konyol dari Yuna, tapi tidak tahu kenapa sifat egonya itu bisa hilang begitu saja. Rupanya ia merasa kesepian hidup di hotel sendirian....
Setelah selesai makan, Ken berjalan ke kamar Ray. Banyak hal yang ingin ia bahas dengan Ray. Semua masalah kantor begitu menggunung di otaknya. Ia tak mampu menghandlenya sendiri, ia butu kemampuan jenius Ray untuk membantunya menyelesaikan masalah-masalah itu.Langkah kaki Ken menapaki setiap anak tangga utama mansion Ray. Perlahan tapi pasti, pijakkannya mengantarkan dirinya sampai di depan kamar milik Ray."Bukankah kamar ini?" Gumam Ken. Ia ingat jika ibunya mengatakan kamar Ray sudah pindah di sebelah kamar Ray yang sebelumnya.Ternyata benar. Ini memang kamar Ray. Ia sangat tahu bagaiman karakter dari sosok seorang Ray. Hanya dengan memperhatikan kondisi ruangan, ia yakin seyakin-yakinnya jika itu adalah tipikal kamar Ray.Sudah seperti biasanya, Ken masuk ke dalam kamar Ray tanpa mengetuknya. Dari dulu memang seperti itu.Ray dulu tidak pernah menutup pintu kamarnya. Jendela juga selalu terbu
Gadis yang Ray lecehkan adalah Kiara Fellicia!Kiara Fellicia?Benar, itu adalah nama yang Ray sebutkan. Itu adalah nama yang Ray ucapkan lewat mulutnya yang bau red wine itu. Ken sangat jelas mendengarnya. Ray bahkan mengatakannya beberapa kali agar ia percaya."Aku melecehkan Kiara Fellicia!" Kata Ray."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia!" Ray bahkan memakai kata yang mudah dipahami."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia berkali-kali dalam waktu semalam!""Aku mendengarnya! Kau tak perlu mengulangi kata-katamu dan menambahinya dengan kata-kata mengerikan! Aku sudah paham, bodoh!"Ken menggertakan gigi-giginya karena kesal. Baru saja ia berniat ingin mengenal lebih jauh Kiara. Ternyata sudah keduluan Ray. Mengenal dengan cara yang maksudnya ingin tahu lebih jauh lagi. Kiara itu sangat cantik, memiliki senyum yang
Yuna mengajak Kiara pergi ke supermarket untuk membeli berbagai macam kebutuhan dapur. Kiara terlihat sangat bahagia, karena lebih dari sebulan ia tidak pernah sekalipun keluar dari mansion Ray.Sejujurnya Kiara merasa agak bosan dengan pemandangan yang ada di mansion Ray. Kiara tahu mansion miliki Ray itu sangat besar bahkan memiliki taman yang luas dan indah, tapi berapapun luasnya mansion Ray tetap saja masih jauh jika dibandingkan dengan luasnya dunia luar.Mansion milik Ray-pun masih memiliki batas, sementara dunia luar? Luas dan tak terbatas.Bukan hanya alasan bosan saja yang Kiara rasakan. Kiara hampir kehilangan kepercayaan dirinya karena perlakuan Ray terhadapnya. Rasanya hanya dengan melihat tatap orang-orang yang menatap kearahnya seperti ia adalah seonggok sampah yang tak bernilai. Ia merasa dirinya sangat menjijikkan.Kiara bahkan mengibaratkan dirinya sampai sejauh itu.Sampah? Menjij