Kiara memilih hanya diam saja karena tidak tahu harus berkata apa. Padahal, akhir-akhir ini dirinya sangat percaya diri bahwa hubungannya dengan suaminya, Ray, sudah membaik. Namun, hanya karena sebuah makanan bernama pie apel, Ray kembali dingin dan menakutkan seperti kali pertama dirinya bertemu dengan Ray.Sebenarnya, suaminya ini orang seperti apa, sih? dikira sudah memahami bagaimana karakternya Ray itu, tetapi ternyata masih ada hal yang belum diketahui oleh dirinya. Kiara benar-benar tidak tahu bagaimana harus menghadapi Ray."Haaah..."Kiara menghela nafas setelah melihat pie apel yang baru saja dirinya buang di bak sampah. Sebenarnya, ia sudah bernegosiasi dengan Ray untuk membawa pulang pie apel ini atau memberikannya pada Ken dan Teha. Namun, Ray menolak idenya itu mentah-mentah. Ray kekeuh tetap menginginkan pie apel itu dibuang di tempat sampah."Aku sangat mengerti dirinya tidak pernah merasa kekurangan uang. Uangnya sangat banyak sekali dan lebih dari cukup untuk sekeda
Heaven Cafe...Rena masih terus tersenyum sambil menatap minuman yang sudah habis itu."Sepertinya dia tidak datang lagi hari ini..."Harusnya ia marah atau sekedar menghela nafas karena pria yang ia tunggu tidak kunjung datang juga. Namun, ia enggan melakukannya. Ia akan tetap tersenyum meskipun pria itu terus saja mengabaikan dirinya.Wanita ini sangat percaya diri jika pria itu hanya sedang menguji dirinya yang sebelum ini membuat kesalahan karena pergi tanpa kabar."Karena dia tidak datang, ya sudah, aku sudahi menunggunya hari ini..."Rena mengambil tasnya yang ia taruh di atas meja. Ia beranjak dari tempat duduknya dan hendak ingin berjalan ke arah pintu keluar Heaven Cafe.Namun, langkahnya terhenti dan senyumannya semakin mengembang ketika dirinya mendapati sosok pria yang ia tunggu muncul di cafe yang dulu menjadi tempat favorit untuk berkencan.Ya, pria itu adalah pacarnya dulu, Alvaro Rayvansha."Tidak sampai tiga hari dia bisa mendiamkan diriku rupanya. Maklum, dia itu san
Parkiran Mobil...Kiara menoleh ke arahnya Ray yang sedang terlihat mematikan mesin mobil."Tuan Ray... Dia Rena, kan?" Ujar wanita ayu ini.Ray pun menoleh cepat ke arahnya Kiara, dengan wajah super terkejutnya tentunya."...""Kenapa Tuan Ray diam saja? Saya tahu kok kalau dia itu Rena." Ray yang sempat terkejut itu berusaha untuk mengatur nafas dan emosinya. Ia tidak ingin kehilangan kendali di hadapannya Kiara."Tahu dari mana kalau dia itu Rena?" Tanya Ray yang sudah berhasil mengatur emosi dan mimik wajahnya."...""Dari Ken? Teha? Atau... Yuna?"Kiara menggelengkan kepalanya. "...""Lalu dari siapa?""Dari Tuan Ray sendiri.""Aku? Kapan aku memberitahumu?""Tuan Ray selalu menyebut nama itu ketika menyetubuhi saya. Ah, lebih tepatnya saat Tuan Ray mabuk dan memperkosa saya. Soalnya, dalam keadaan sadar, Tuan Ray tidak pernah menyebut nama itu. Terutama akhir-akhir ini. Saya sudah tidak lagi mendengar Tuan Ray menyebut saya dengan nama Rena lagi."Suasana langsung terdiam setel
Time skip...Ruang tamu Mansion Ray..."Kak, sudah lepaskan Kiara! Apa kakak tidak lihat kalau Kiara merasa tidak nyaman karena terus Kakak peluk-peluk sejak tadi?" Seru Yuna pada Ray yang masih tidak mau melepaskan Kiara dari dalam pelukannya Ray."Tch, kau tidak usah berisik, Yuna! Suara cemprengmu itu membuat telinga Kakak sakit!" Kata Ray."Ihh, kak Ray... Menyebalkan! Padahal Kakak sendiri saja tahu bahwa aku ini pernah menjuarai lomba karaoke sewaktu SMP. Mana bisa suaraku ini cempreng!""Kakak pikir itu karena jurinya tidak bisa menggunakan telinganya dengan baik sehingga menjadikan dirimu sebagai pemenang lomba karaoke.""Hah? Jangan menyalahkan orang lain! Palingan juga telinganya kakak yang bermasalah! Kan hanya Kakak sendiri yang komplain dengan suaraku!"Dua kakak beradik yang tidak memiliki ikatan darah ini pun terus adu argumentasi untuk hal yang sebenarnya sama sekali tidak penting itu. Namun, Kiara yang sedari tadi diam saja di sana merasa apabila justru karena inilah
Kiara meminta suaminya untuk tidak mengistimewakan dirinya selama dirinya magang di perusahaan. Ia juga tidak ingin banyak karyawan yang tahu statusnya merupakan istri dari Ray. Ray awalnya menolak, tetapi setelah tawar-menawar sengit dan diberikan satu ronde sentuhan hangat, Ray pun akhirnya setuju. "Suamiku memang sangat bejat kalau soal urusan ranjang! Hah, aku rasa dia semakin bejat saja setelah mengetahui bahwa aku tidak terlalu mempermasalahkan masa lalunya dengan kak Rena... Aku pikir aku tidak salah setelah melihat dia seolah-olah merasa lega setelah tahu akan perasaan diriku soal kak Rena... Hmm, suamiku memang tidak mudah jujur soal itu! Aku jadi harus belajar banyak untuk memahami karakternya yang tertutup itu! Baiklah, mulai hari ini aku akan bekerja keras!"Kiara bersama dengan Yuna pun mulai menjalani hari pertama magang di Syailendra Group miliknya Ray ini. Mereka berdua saling berpisah karena ditempatkan di bagian yang berbeda. Sebenarnya pekerjaan yang diberikan kep
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
Saskiara Fellicia, lebih sering disapa Kiara duduk menunduk dengan menekuk kedua kakinya. Ia duduk di ranjang warna putih yang berukuran lumayan besar. Kepalanya yang terasa berat ia sandarkan pada kedua lututnya.Mata beningnya tak urung juga meneteskan air mata. Ia sedang menangis. Menangisi kenyataan hidupnya yang seakan-akan tidak mampu ia lalui.Berulang kali ia menyeka air matanya, tapi air matanya itu terus saja mengalir. Rasanya air matanya itu tidak ada habisnya. Terus mengalir saat ia mengingat kenangan yang tak ingin ia ingat.Kenangan yang membuatnya tak mengerti.Kenapa semua ini harus terjadi padanya? Ia hanya belum siap menerimanya. Bukan hanya belum siap, lebih tepatnya ia tidak mau menerimanya."Arrghh.. Kenapa? Tuhan, kenapa? Kenapa harus aku? Kenapa semua ini harus kualami?"Hanya pertanyaan-pertanyaan putus asa yang mampu Kiara ucapkan. Ia bahkan menjambak-ja