"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
Saskiara Fellicia, lebih sering disapa Kiara duduk menunduk dengan menekuk kedua kakinya. Ia duduk di ranjang warna putih yang berukuran lumayan besar. Kepalanya yang terasa berat ia sandarkan pada kedua lututnya.Mata beningnya tak urung juga meneteskan air mata. Ia sedang menangis. Menangisi kenyataan hidupnya yang seakan-akan tidak mampu ia lalui.Berulang kali ia menyeka air matanya, tapi air matanya itu terus saja mengalir. Rasanya air matanya itu tidak ada habisnya. Terus mengalir saat ia mengingat kenangan yang tak ingin ia ingat.Kenangan yang membuatnya tak mengerti.Kenapa semua ini harus terjadi padanya? Ia hanya belum siap menerimanya. Bukan hanya belum siap, lebih tepatnya ia tidak mau menerimanya."Arrghh.. Kenapa? Tuhan, kenapa? Kenapa harus aku? Kenapa semua ini harus kualami?"Hanya pertanyaan-pertanyaan putus asa yang mampu Kiara ucapkan. Ia bahkan menjambak-ja
FLASHBACK ONMalam yang sepi, saat semua pelayan rumah paruh waktu sudah selesai bekerja, Kiara sedang sendirian di dalam mansion milik Ray. Paman Willy dan bibi Willy sedang keluar entah kemana. Mansion hanya di jaga oleh dua orang satpam di pintu gerbang. Dua orang satpam itu sangat jarang menginjakkan kaki di dalam mansion milik Ray.Meski begitu, tapi keamanan mansion sudah sangat canggih. Tidak hanya dilengkapi dengan CCTV saja, tapi juga berbagai jenis alarm keamanan yang dikendalikan dengan teknologi komputer. Ray sangat peduli dengan keamanan mansion yang sangat mewah miliknya itu...."Brengsek, kenapa semua hal tidak berjalan sesuai dengan keinginanku? ... Cih, kepalaku sakit sekali." Umpat Ray. Ia berjalan dengan sempoyongan.Kiara sedang berada di ruang tengah ketika sang pemilik mansion pulang dalam keadaan kacau."Tuan Ray, Anda baik-baik saja?"
NORMAL TIMEMasih tergambar jelas di benak Kiara, bagaimana Ray dengan seenaknya saja melecehkannya tadi malam. Segala scene kejadian itu terus memenuhi memori otaknya. Sangat baru dan tak bisa dilupakan."Semua kenangan menjijikkan itu memenuhi otakku. Berjejalan, berhimpitan, dan memaksa diingat meski kapasitas memori otakku menipis. Aku ingin membakar semua ingatan itu. Aku ingin memusnahkannya. Enyahlah dari pikiranku! Enyahlah! Enyahlah!"Kiara menenggelamkan tubuhnya ke dalam air di dalam bak mandi. Ia juga menenggelamkan kepalanya, lalu memejamkan kedua matanya.Semakin ia memejamkan matanya, semakin ia mengingat kejadian yang ia harapkan sebagai mimpi belaka. Sayangnya itu hanya harapan saja, itu nyata terjadi padanya.Dirinya yang cantik itu telah dilecehkan oleh Ray!"Memudarlah! Menghilanglah! Melenyaplah! Enyahlah dari pikiranku! Aku mohon, pergilah! Pergilah dan jangan
Di sisi lain, seorang laki-laki tengah duduk di kursi kerjanya. Ia duduk dengan menyandarkan punggungnya, kaki jenjangnya ia letakan di atas meja.Matanya terpejam, tapi ia tidak sedang tidur. Sesekali ia menyesap sebatang rokok yang ia pegang di tangan kirinya. Penampilanya cukup berantakan, kemeja dengan tiga kancing terbuka dengan dasi yang menggantung indah di leher tanpa ia pakai dengan benar.Rambutnya acak-acakan, tapi meski begitu tidak mengurangi sedikitpun ketampanannya. Sosok laki-laki ini diciptakan dengan sebaik-baiknya oleh Tuhan. Rambut raven, hidung mancung, bibir tipis, rahang tegas, dan tubuh atletis meski lebih cenderung ke kurus. Sangat rupawan.Apa yang diinginkan dari versi laki-laki impian ada di dalam diri laki-laki rupawan ini. Tengkuk yang bersih, perut sixpack, dada bidang, kaki jenjang, atau bahkan pinggang ramping dan sexy seperyi milik Kay EXO, laki-laki ini juga memilikinya.Ya, dialah
Masih di ruang kerja milik Ray. Ken melanjutkan acara bincang-bincangnya dengan Ray. Membahas banyak hal, tentu saja membahas hal yang penting-penting. Ray itu tidak menyukai basa-basi. Waktu sangat berharga untuknya.Ken menganggap jika Ray terlalu serius menghadapi hidupnya. Ya bukan berarti harus bercanda, tapi Ken berharap jika Ray bisa lebih menikmati hidup yang sudah Tuhan ciptakan. Dimana ada air yang turun dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah. Ada air asin yang membentang sangat luas, menguasai tujuh puluh persen bumi ini. Ada pencakar langit yang melebihi bangunan bertingkat atau tower-tower yang menjulang tinggi. Ada pula hewan berjenis laki-laki yang mengandung anak-anaknya, layaknya kuda laut.Bukankah dunia ini sangat berwarna? Sangat indah untuk dipandang?Bukankah dunia ini memiliki banyak misteri? Sangat menarik untuk dicari tahu?Kenapa Ray hanya berkutat dengan balas dendamnya? Kenapa harus ada hitam dan putih bila warna pel
Mansion Ray..."Bibi, maaf selalu merepotkan." Kata Kiara lemah.Bibi Willy tersenyum. "Makanlah meski rasanya pahit sekalipun! Kau perlu memulihkan diri.""Iya. Terima kasoh, Bibi.""Sama-sama. Oh iya, apa kau ingin berbicara dengan Tuan Ray? Menurut Bibi, ada baiknya jika kalian berbicara membahas apa yang sudah terjadi. Tuan Ray pasti akan bertanggung jawab, dia anak yang baik." Kata Bibi Willy hati-hati.Terlihat tangan Kiara yang gemetar. Saat itu Bibi Willy tahu jika Kiara masih belum siap untuk bertemu dengan Ray."Maaf, lupakan saja saran dari Bibi untuk saat ini.""Maafkan aku juga, Bibi. Maaf..."Bibi Willy pun keluar kamar Kiara dan di depan kamar berjumpa dengan suaminya, paman Willy."Apa Kiara mau makan?" Tanya Paman Willy."Entahlah, sepertinya dia makan walau hanya sedikit. Sedari kejadian pemerkosaan itu, dia terus saja mengurung diri di kamar. Dia pasti sedang sangat sedih." Jawab Bibi Willy.