FLASHBACK ON
Malam yang sepi, saat semua pelayan rumah paruh waktu sudah selesai bekerja, Kiara sedang sendirian di dalam mansion milik Ray. Paman Willy dan bibi Willy sedang keluar entah kemana. Mansion hanya di jaga oleh dua orang satpam di pintu gerbang. Dua orang satpam itu sangat jarang menginjakkan kaki di dalam mansion milik Ray.
Meski begitu, tapi keamanan mansion sudah sangat canggih. Tidak hanya dilengkapi dengan CCTV saja, tapi juga berbagai jenis alarm keamanan yang dikendalikan dengan teknologi komputer. Ray sangat peduli dengan keamanan mansion yang sangat mewah miliknya itu.
.
.
.
"Brengsek, kenapa semua hal tidak berjalan sesuai dengan keinginanku? ... Cih, kepalaku sakit sekali." Umpat Ray. Ia berjalan dengan sempoyongan.
Kiara sedang berada di ruang tengah ketika sang pemilik mansion pulang dalam keadaan kacau.
"Tuan Ray, Anda baik-baik saja?"
Merasa iba dan khawatir, Kiara mencoba membantu memapah tuannya itu, Ray menuju kamar. Tercium jelas bau alkhohol dari mulut Ray. Begitu menyengat di hidung mancungnya. Membuatnya mengernyit menahan tak kuasa.
"Tuan Ray, Anda baik-baik saja?" Pertanyaan yang sama Kiara kembali ucapkan.
Ray sungguh terlihat sangat buruk. Ia bahkan tak bisa mengerluarkan sepatah kata untuk menjawab pertanyaan dari Kiara. Bahkan, ia sendiri kesulitan mengenali siapa yang tengah bertanya dan membantu memapah dirinya. Pandangannya mengabur, otaknya sulit berpikir jernih.
Kemeja Ray berantakan. Dua kancing bajunya terlepas, dasi tidak tertata pada tempatnya. Ray mabuk. Sebenarnya berapa gelas alkhohol yang sudah Ray teguk? Bau itu semakin menyengat di hidung mancung Kiara ketika ia semakin memangkas jarak dengan tubuh Ray. Kiara tidak menyukai bau itu. Itu membuatnya ikutan pusing.
"Ini pertama kalinya aku melihat Tuan Ray dalam keadaan seburuk ini. Apakah orang kaya memang suka menghabiskan waktu di bar dan minum-minum setan yang tidak jelas itu? Kenapa harus berlari menghampiri tahta iblis jika kehidupan ala malaikat yang indah dan damai lebih mudah dinikmati? Bukankah Tuhan sudah menciptakan banyak lukisan alam yang ada di sekitar? Kenapa malah memilih istana iblis yang jelas-jelas merusak hati, jiwa, dan raga?" Batin Kiara yang masih membantu memapah Ray menuju kamar.
Kiara sangat kesulitan memapah Ray ke kamar yang ada di lantai dua itu.
"Tidak ada orang di dalam mansion ini, tidak mungkin bagiku meninggalkan Tuan Ray begitu saja. Aku harus berusaha sekuat tenaga untuk membantunya sampai di kamar. Sial, ini orang benar-benar sangat berat! Tuan Ray, saya mohon gerakkan kakimu!"
Tubuh Kiara yang kalah tinggi dari tubuh Ray membuatnya sedikit kesulitan memapah Ray ke kamar yang ada di lantai dua. Selain itu, berat badan antara wanita dan laki-laki juga berbeda. Kiara butuh tenaga ekstra untuk memapah tuannya itu.
Satu tangga, dua tangga, tiga tangga dan hampir saja terjatuh. Kiara mencoba lebih hati-hati lagi. Meski berulang kali ia dan Ray hampir saja terjerembab juga. Itu sangat berbahaya mengingat tangga menuju lantai dua itu cukup tinggi. Gagar otak adalah kemungkinan paling masuk akal jika sampai terjatuh. Lalu kematian jika Tuhan mengizinkan.
Tidak ingin berpikir terlalu jauh, melangkah dengan hati-hati dan berpijak dengan benar, maka perjuangan berakhir, pintu kamar milik Ray nampak sudah di depan mata.
Berutung saat sudah sampai di atas, kamar Ray tidak dikunci. Kiara tidak harus bersusah payah mencari kuncinya.
Dengan menguras cukup banyak tenaga, Kiara berhasil memapah Ray sampai di dalam kamar Ray. Kiara kemuadian langsung merebahkan Ray di tempat tidurnya.
"Tuhan sedang menguji diriku. Kuharap Anda tidak akan melakukan hal ini suatu saat nanti. Jika Anda merasakan beban hidup yang sangat berat, carilah Tuhan, DIA akan selalu membantumu! Namun jika Anda tidak memiliki masalah hidup, tapi memilih berlari mencari kenikmatan setan, maka Anda adalah orang yang merugi dan sangat bodoh." Omel Kiara.
Kiara melepaskan sepatu dan kaos kaki yang Ray pakai. Ia juga membantu melepaskan kemeja Ray yang basah karena keringat bercampur alkohol. Tidak memiliki niat lain, ia hanya ingin tuannya baik-baik saja.
"Meski aku sok menghakiminya di dalam hatiku, tapi melihatnya yang begitu buruk seperti ini membuatku tidak tega. Orang dingin ini adalah sosok yang memberiku makanan dan tempat tidur yang hangat."
Bagaimanapun ia merasa iba dengan Ray, Tuan Muda yang menyelamatkan hidupnya.
.
.
.
Tanpa Kiara sangka saat ia sudah selesai melepaskan kemeja Ray dan beranjak pergi, tiba-tiba tangan Ray meraih tangannya. Lalu dengan cepat menarik tubuh mungilnya ke tempat tidur dan menindihnya.
"Jangan pergi!" Kata Ray
"Tu-Tuan Ray?"
Mata Kiara terbelalak kaget. Jantungnya berdetak kencang saat Ray menatapnya tajam. Wajahnya bisa merasakan hembusan hangat nafas Ray yang berhembus tidak beraturan. Nafas yang memburu.
Mereka berdua saling berdiam.
Bagi Kiara, ini pertama kalinya ia bisa menatap tuannya dalam jarak yang sedekat ini.
Ray mencengkram kuat kedua tangan Kiara. Kiara tidak bisa bergerak leluasa karena Ray menghimpitnya.
"Aku bilang jangan pergi!" Kata Ray lagi.
"Sa-saya tidak akan pergi kemana-mana."
"Kenapa kau pergi?"
Ah, Kiara sadar jika pertanyaan itu bukan ditujukan untuknya. Ini sama sekali tidak benar!
"Tuan Ray, tolong menyingkirlah! Anda sedang salah mengenali orang."
Sekuat tenaga ia mencoba melepaskan diri dari Ray, tapi tak ada gunanya, tenaganya kalah dengan tenaga Ray. Ia meronta dan berteriak minta tolong, Ray justru menampar keras pipi mulusnya. Ray menatapnya tajam dan sedingin es di kutub selatan. Membuat nyali Kiara menciut.
Tatapan tajam dan dingin itu melemahkan semua otot tubuhnya.
"Hmpph.."
Kiara tidak bisa melakukan apa-apa ketika Ray mendaratkan sebuah ciuman bibir kasar kepadanya. Ray tak membiarkan sedikit ruangpun bagi Kiara untuk melarikan diri. Ray memangkas jarak menjadi sangat sempit dan tanpa sekat.
Dengan sekali gerakkan, kain pelindung tubuhnya entah terlempar kemana.
"Tuan Ray, ja-jangan lakukan ini! Ahh, sakit.."
"Rena, kenapa kau meninggalkanku?" Tanya Ray.
Rena?
Ray mengoyak setiap inchi bagian tubuhnya yang indah. Meninggalkan jejak-jejak petualangan menjijikkan di sana. Menyentuhnya, membelainya, dan mengujaminya dengan luka yang begitu hina. Begitu keji dan membuat kepalanya terasa ingin meledak.
Ia membiarkan Ray menguasai tubuhnya. Ia hanya bisa menangis dalam diam atas semua yang Ray lakukan padanya.
.
.
.
Ray, Tuan Muda yang berbaik hati menampung dirinya telah melecehkannya dengan cara yang sangat hina.
.
.
.
Hanya jarum jam dan suara serangga malam yang terdengar. Di sisa-sisa tenaganya, Kiara menoleh ke arah jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 2:45, hampir pukul 3:00. Lalu, Kiara menoleh ke arah kiri, ia melihat Ray tertidur pulas membelakanginya. Kiara menatap nanar punggung Ray. Ia menangis lagi.
Bagaimana bisa Ray melakukan hal keji padanya? Tubuhnya terasa sakit semua. Hatinya jauh lebih sakit lagi. Ia menyesali pikirannya yang sempat menganggap Ray sebagai malaikat penolongnya, tapi ternyata Ray itu iblis bertopeng malaikat. Ada kejahatan di balik topeng kebaikkan itu.
Ray mengambil kehormatannya sebagai seorang gadis. Mahkota kesucian satu-satunya yang ia miliki hilang begitu saja. Hilang diambil oleh Tuan Mudanya. Lebih menyakitkan lagi karena Tuan Mudanya itu adalah orang yang sama sekali tidak mencintainya.
"Kenapa Anda tega melakukan hal keji seperti ini kepada saya, Tuan Ray?"
Tubuhnya terasa sangat lelah hanya dengan memikirkan kejadian yang baru saja ia alami dengan Ray. Begitu saja dan tanpa aba-aba. Matanya juga terasa berat, iapun tertidur di samping Ray.
Dalam kepingan hati yang tersisa, ia berharap jika semua ini tidaklah nyata.
Semoga ini hanya bunga tidur di malam yang panjang.
NORMAL TIMEMasih tergambar jelas di benak Kiara, bagaimana Ray dengan seenaknya saja melecehkannya tadi malam. Segala scene kejadian itu terus memenuhi memori otaknya. Sangat baru dan tak bisa dilupakan."Semua kenangan menjijikkan itu memenuhi otakku. Berjejalan, berhimpitan, dan memaksa diingat meski kapasitas memori otakku menipis. Aku ingin membakar semua ingatan itu. Aku ingin memusnahkannya. Enyahlah dari pikiranku! Enyahlah! Enyahlah!"Kiara menenggelamkan tubuhnya ke dalam air di dalam bak mandi. Ia juga menenggelamkan kepalanya, lalu memejamkan kedua matanya.Semakin ia memejamkan matanya, semakin ia mengingat kejadian yang ia harapkan sebagai mimpi belaka. Sayangnya itu hanya harapan saja, itu nyata terjadi padanya.Dirinya yang cantik itu telah dilecehkan oleh Ray!"Memudarlah! Menghilanglah! Melenyaplah! Enyahlah dari pikiranku! Aku mohon, pergilah! Pergilah dan jangan
Di sisi lain, seorang laki-laki tengah duduk di kursi kerjanya. Ia duduk dengan menyandarkan punggungnya, kaki jenjangnya ia letakan di atas meja.Matanya terpejam, tapi ia tidak sedang tidur. Sesekali ia menyesap sebatang rokok yang ia pegang di tangan kirinya. Penampilanya cukup berantakan, kemeja dengan tiga kancing terbuka dengan dasi yang menggantung indah di leher tanpa ia pakai dengan benar.Rambutnya acak-acakan, tapi meski begitu tidak mengurangi sedikitpun ketampanannya. Sosok laki-laki ini diciptakan dengan sebaik-baiknya oleh Tuhan. Rambut raven, hidung mancung, bibir tipis, rahang tegas, dan tubuh atletis meski lebih cenderung ke kurus. Sangat rupawan.Apa yang diinginkan dari versi laki-laki impian ada di dalam diri laki-laki rupawan ini. Tengkuk yang bersih, perut sixpack, dada bidang, kaki jenjang, atau bahkan pinggang ramping dan sexy seperyi milik Kay EXO, laki-laki ini juga memilikinya.Ya, dialah
Masih di ruang kerja milik Ray. Ken melanjutkan acara bincang-bincangnya dengan Ray. Membahas banyak hal, tentu saja membahas hal yang penting-penting. Ray itu tidak menyukai basa-basi. Waktu sangat berharga untuknya.Ken menganggap jika Ray terlalu serius menghadapi hidupnya. Ya bukan berarti harus bercanda, tapi Ken berharap jika Ray bisa lebih menikmati hidup yang sudah Tuhan ciptakan. Dimana ada air yang turun dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah. Ada air asin yang membentang sangat luas, menguasai tujuh puluh persen bumi ini. Ada pencakar langit yang melebihi bangunan bertingkat atau tower-tower yang menjulang tinggi. Ada pula hewan berjenis laki-laki yang mengandung anak-anaknya, layaknya kuda laut.Bukankah dunia ini sangat berwarna? Sangat indah untuk dipandang?Bukankah dunia ini memiliki banyak misteri? Sangat menarik untuk dicari tahu?Kenapa Ray hanya berkutat dengan balas dendamnya? Kenapa harus ada hitam dan putih bila warna pel
Mansion Ray..."Bibi, maaf selalu merepotkan." Kata Kiara lemah.Bibi Willy tersenyum. "Makanlah meski rasanya pahit sekalipun! Kau perlu memulihkan diri.""Iya. Terima kasoh, Bibi.""Sama-sama. Oh iya, apa kau ingin berbicara dengan Tuan Ray? Menurut Bibi, ada baiknya jika kalian berbicara membahas apa yang sudah terjadi. Tuan Ray pasti akan bertanggung jawab, dia anak yang baik." Kata Bibi Willy hati-hati.Terlihat tangan Kiara yang gemetar. Saat itu Bibi Willy tahu jika Kiara masih belum siap untuk bertemu dengan Ray."Maaf, lupakan saja saran dari Bibi untuk saat ini.""Maafkan aku juga, Bibi. Maaf..."Bibi Willy pun keluar kamar Kiara dan di depan kamar berjumpa dengan suaminya, paman Willy."Apa Kiara mau makan?" Tanya Paman Willy."Entahlah, sepertinya dia makan walau hanya sedikit. Sedari kejadian pemerkosaan itu, dia terus saja mengurung diri di kamar. Dia pasti sedang sangat sedih." Jawab Bibi Willy.
Angkara Corp..Ren berjalan menuju ruang kerjanya yang berada di lantai tujuh belas. Di sepanjang perjalanan banyak karyawan yang menyapanya. Ren memang memiliki karakter seorang pemimpin. Tegas dan berkarisma.Meski usianya masih dua puluh lima tahun, usia yang terbilang muda tapi sudah bisa memimpin perusahaan dengan sangat baik. Ayahnya, Surya Dirga adalah orang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya.Ditambah lagi, Ren juga memiliki wajah yang sangat rupawan. Tak heran jika banyak wanita yang curi pandang dengannya. Pemandangan seperti itu sudah biasa Ren dapatkan dimana pun ia berada.Seperti saat ini, saat ia di kantor, setiap karyawan wanita yang melihatnya akan memamerkan senyum terbaiknya untuk Ren. Meski tidak mungkin akan bisa mendapatkan balasan simpati dari Ren, tapi cukup dengan melihat senyuman manis Ren sudah sangat cukup untuk mereka.Banyak wanita di sekitar Ren yang selalu ber
Ken baru saja memarkirnya mobil merci-nya di garasi mansion Ray. Dengan senyuman mengembang di bibirnya ia memasuki mansion Ray."Rumah ini masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya. Bahkan bonsai yang aku beli dengan harga tiga belas juta rupiah itu masih ada di tempatnya. Masih ada di teras dekat dengan kolam ikan koi milik Ray. Ray iblis itu menyukai ikan koi? Ayolah, meski dia mewarisi sifat iblis sekalipun, tapi karena cukup lama berbaur dengan manusia, ia menjadi sedikit terkontaminasi. Jiih, dia akan mengirimku ke Afrika jika dia mendengar kata-kataku ini." Ken bergidik ngeri jika harusmembayangkan bagaimana cara Ray menatapnya jika sedang marah.Mansion yang sudah lama tidak ia datangi karena tugas bisnis di luar negeri. Ia merindukan mansion Ray. Mansion yang banyak menyimpan kenangan dirinya, Ray, dan keluarganya.Meski mansion itu milik Ray, tapi Ray memintanya untuk menganggap sebagai rumah sendiri. Hal itu karena
Hari-hari berlalu begitu saja. Ray masih belum berminat kembali ke mansion mewahnya. Ia lebih memilih tinggal di hotel dekat kantornya. Ini sudah hari ke sepuluh.Sementara Ken menjadi semakin bingung dengan keengganan Ray itu. Ia juga heran dengan Kiara yang tidak pernah sekalipun menunjukan batang hitungnya di mansion Ray padahal mereka tinggal di satu atap.Ken merasa penasaran dengan Kiara. Ia selalu bertanya orang seperti apakah Kiara itu? Kenapa Kiara tidak mau keluar dari kamarnya? Apa Kiara cantik sehingga Ray mengizinkan Kiara memiliki kamar Ray padahal banyak kamar kosong di mansion itu?Kenapa Kiara A, B, C, atau D? Lalu apakah Ray A, B, C, atau D?Pertanyaan-pertanyaan penasaran muncul begitu saja di benak Ken....Kamar Kiara..“Kamu Kiara, kan? Perkenalkan aku adalah Yuna, adik bungsu dari kak Ken dan kak Ray. Ibuku sudah menceritakan apa
Yuna dan Ken memaksa Ray untuk pulang ke rumah. Ray bersikeras tidak mau. Jika Ken menanyakan alasan kenapa Ray tidak mau pulang ke rumah, Ray hanya menjawab jika ia hanya sedang tidak ingin di rumah.Yuna memang sudah mengetahui alasan kenapa kakak tercintanya itu tidak mau pulang ke rumah, tapi ia tidak memberitahukannya pada Ken. Yuna hanya ingin Ray yang menceritakannya sendiri.Hubungan persaudaraan Ray dengan Ken itu berbeda, Yuna tak bisa seenaknya saja.Dengan berbagai usaha, akhirnya Ray mau kembali ke mansion mewahnya itu. Hal itu karena Yuna mengatakan pada Ray jika Ray itu adalah seorang kakak yang sangat kejam karena tidak mau melihat adiknya yang baru pulang dari Jepang.Sebenarnya Ray dapat dengan mudah menolak pernyataan konyol dari Yuna, tapi tidak tahu kenapa sifat egonya itu bisa hilang begitu saja. Rupanya ia merasa kesepian hidup di hotel sendirian....