"Apa yang kamu lakukan, Rani? Kamu benar-benar membuatku kesal.""Aku hanya meminjam suamimu sebentar, ya ... cukup satu malam saja.""Apa yang akan kamu lakukan, jalang? Dia suamiku !""Jangan menyebutkan nama panggilanmu sendiri, Angel. Itu sama sekali tidak keren.""Aku meminjamnya untuk tetap berada di sampingku. Besok pagi aku pindah ke kediaman Bagaskara. Sangat tidak bagus jika aku pindahan tanpa dibantu oleh suamiku," lanjut Rani dengan nada setenang mungkin. Dia juga tidak salah menyebutkan bahwa Azlan adalah suaminya, toh mereka memang menikah, meskipun yang hadir di pernikahan saat itu adalah Angela.Di seberang sana, Angela mengepalkan tangannya. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa."Ingat Angel, nama baik keluarga Bagaskara ada di tanganmu dan suamimu. Jika kamu tidak macam-macam, aku juga tidak akan berbuat macam-macam.""Aku pegang ucapanmu."KlikPanggilan pun dimatikan oleh Rani. Dia tidak mau mendengar ocehan tak bermanfaat dari Angela kembali. Pun dia tidak berencana
Pagi ini adalah kepindahan Rani ke kediaman Bagaskara. Entah apa yang telah direncanakan oleh keluarga terpandang itu, tetapi Rani yakin keluarga super kaya itu mempunyai niat yang tidak baik kepadanya. Terlebih Angela. Jadi Rani tidak akan mengandalkan Angela, Rani akan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri."Apa semuanya sudah siap?""Ya, jika ada yang ketinggalan aku bisa mengambilnya sendiri," jawab Rani."Oke, kita berangkat sekarang saja. Aku sudah sangat kelaparan. Kamu tega membuatku seperti ini," ucap Azlan kesal.Mendengar keluhan Alan, Rani malah tertawa dengan keras."Sejak menikah dengan Angela, ku pikir otakmu sedikit bergeser ke belakang, Azlan.""Apa maksudmu aku menjadi bodoh?""Ya, itu kamu tahu. Bukankah dulu juga kamu terkadang ke sini meskipun setengah tahun sekali. Kamu juga terbiasa memesan makanan secara online. Entah dimana kamu meninggalkan kepintaran itu, Azlan."Azlan memilih tidak menjawab, pria itu membantu Rani menggeret koper yang lumayan berat. Berdeb
Nafas Angela tampak memburu menandakan bahwa wanita itu sedang emosi. Rani berjalan mendekatinya dengan tenang dan senyum tipis tersemat begitu jelas di bibirnya."Jangan senang dulu, kamu bukanlah tandinganku. Level kita berbeda.""Oya ... di mana perbedaannya?""Aku adalah majikanmu di sini." Angela berkata dengan tegas. Rani tidak serta merta ketakutan, justru wanita itu terbahak pelan."Lalu apa tujuanmu mengikuti ku sampai di sini? Bukankah seorang majikan dengan level tinggi tidak akan mau menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Tempat kaum rendahan seperti kami?"Angela membuang muka setelah mendengar pertanyaan dari Rani. Dia sedang memikirkan alasan yang tepat untuk mematahkan anggapan wanita saingannya itu."Oh, biar ku tebak. Kamu sangat penasaran dengan tempat baruku dan ingin mengejekku. Cih ... itu terlalu murahan. Orang kaya membulli orang miskin. Bukankah terdengar sangat konyol?""Jika memang tebakanmu itu benar, kamu bisa apa? Paling-paling bisanya menangis tanpa su
Siang hari yang ditunggu oleh Rani akhirnya datang juga. Wanita itu telah bersiap dengan memakai setelan blazer yang sangat cocok dengan bentuk tubuhnya. Tentu saja kesan cantik juga smart terpancar begitu jelas. Deswita Maharani, nama yang sangat cocok sekali dengan bentuk tubuh dan penampilan wanita itu.Cantiknya badas. Rani sudah bersiap di ruang tamu. Sesuai dengan pesan yang ditinggalkan oleh Nyonya Besar bahwa Azlan akan menjemputnya sebentar lagi.Iseng-iseng Rani mengirim pesan pada Ron. Menanyakan pada pria itu apakah ikut pertemuan bisnis atau tidak. Ron menjawab iya. Hari ini ada agenda pertemuan dengan klien bisnis Bagaskara, dan para CEO membawa para istrinya untuk saling berkenalan. Rani menyunggingkan senyum penuh kemenangan."Harusnya kamu sadar diri."Rani kaget mendengar suara itu, dirinya langsung menoleh dan mendapati Angela yang sedang berjalan ke arahnya."Aku pikir kamu akan punya selera yang bagus, sayangnya itu hanya ada dalam pikiranku.""Apa maksudmu? aku h
Gadis itu masih menatap nanar ke arah telivisi di depannya. Acara salah satu stasiun telivisi swasta sedang menyiarkan secara live pernikahan Azlan Bagaskara dan pengantin perempuannya bernama Deswita Maharani. Bahkan nama sang gadis itu masih tertera di layar telivisi dengan jelas. Membuat sang pemilik nama merasa bingung juga marah. Bagaimana dia bisa menikah, sementara tubuhnya ada di sebuah ruangan asing yang bahkan dia tidak tahu ada di belahan bumi mana. Dia baru tahu saat dia terbangun tadi.Rani, gadis cantik dan polos itu langsung terperanjat saat bangun dari tidurnya beberapa menit yang lalu. Pandangannya menatap setiap sudut ruangan yang asing, ranjang yang asing juga bau parfum asing yang tercium di hidungnya. Seperti aroma seorang pria. Namun Rani tidak terlalu fokus memikirkan itu karena tiba-tiba dia mendengar samar-samar suara televisi.Ketika dia menoleh, didapatinya sebuah siaran telivisi yang menayangkan secara live pernikahan kekasihnya, Azlan Bagaskara. Ya, seharu
Ron tidak menjawab, hatinya teriris perih melihat sahabatnya hancur di depan matanya sendiri. Dia merasa punya andil dalam hal ini, membuat Rani harus hancur dan terpuruk. Ron mengumpat Azlan dalam hati. Hanya demi keuntungan yang tak seberapa dia menggadaikan kebahagiaan.Ron yakin, Azlan akan menyesalinya suatu saat nanti. Dia akan memastikan itu terjadi.Sekarang tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali bertindak diam-diam. Tidak ada pilihan lain, dia hanya bisa melindungi Rani semampu dirinya. "Ron, siapa wanita itu?" Pertanyaan Rani membuatnya menoleh.Ron menggeleng sebagai jawabannya. Dirinya memang benar-benar tidak tahu siapa perempuan yang menjadi istri sahabatnya. Dia hanya tahu wanita itu bernama Angela. Siapa sebenarnya Angela dia tidak tahu. "Jangan membohongiku, Ron.""Aku benar-benar tidak tahu, Ran. Jangan memaksaku untuk mengatakan apa yang tidak aku tahu.""Kamu menyembunyikan semuanya bertahun-tahun dariku. Apa aku masih bisa percaya kepadamu?" tanya Rani sengit.
"Dimana Rani ? Aku harus menemuinya sekarang." Pria berwajah tampan dan mempunyai rahang tegas itu bertanya dengan mata yang berkilat marah. Bagaimana dia tidak marah, rencana bulan madunya harus gagal total gara-gara ancaman Rani."Dia tidak ada di sini, Az.""Lalu di mana? Bukankah aku menyuruhmu untuk menjaganya agar tidak kabur?" Wajah pria itu terlihat sangat marah. Matanya semakin tajam mengintimidasi sang sahabat. Ron seperti tidak mengenal Azlan sama sekali."Kau benar-benar tidak punya hati pada wanita itu. Kena-""Minggir ! Aku mau melihatnya." Azlan mendorong Ron agar menjauh dari pintu kamar yang digunakan untuk menyekap Rani. Brak.Pintu langsung terbuka sempurna.Azlan mengedarkan matanya ke seluruh penjuru kamar. Namun, dia tidak menemukan Rani ada di sana. Dengan wajah memerah, Azlan segera keluar. Tatapan tajam bak mata elang itu mengarah ke Ron Ibrahim. Tersangka utama hilangnya Rani. Azlan tidak akan memberikan toleransi apapun pada Ron, jika Rani benar-benar per
Rani menoleh mendengar suara yang begitu akrab di telinga. Dunianya seakan berhenti pada saat itu. Ela, sahabatnya tiba-tiba datang dan menyapanya dengan begitu ramah. Rani terdiam, lidahnya kelu, bibirnya pun tak bisa lagi mengucapkan sebait tanya atau sapa. Netranya menyorot tajam pada sepasang tangan yang saling bertaut. Tangan itu, tangan yang sama yang setiap kali memberikan uluran bantuan di kala dia berada dalam putusnya harapan. Tangan itu adalah tangan yang sama, yang setiap kali mengusap punggungnya, menenangkan di saat tangis datang tidak diundang. Lalu kenapa, tangan itu memegang erat tangan Azlan-nya.Kebetulan macam apa ini? Kenapa Tuhan mempermainkan jalan hidupnya sedemikian kencang? Kenapa tak sekalian angin puting beliung datang, membawanya menjauh dari orang-orang di dekatnya yang penuh kemunafikan. Rani benci keadaannya saat ini. Rani enggan untuk mencari kebenarannya lagi. Rani telah kalah, bahkan tanpa tahu kapan genderang perang itu ditabuh. Rani menyerah, bahka