Ron tidak menjawab, hatinya teriris perih melihat sahabatnya hancur di depan matanya sendiri. Dia merasa punya andil dalam hal ini, membuat Rani harus hancur dan terpuruk. Ron mengumpat Azlan dalam hati. Hanya demi keuntungan yang tak seberapa dia menggadaikan kebahagiaan.Ron yakin, Azlan akan menyesalinya suatu saat nanti. Dia akan memastikan itu terjadi.Sekarang tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali bertindak diam-diam. Tidak ada pilihan lain, dia hanya bisa melindungi Rani semampu dirinya. "Ron, siapa wanita itu?" Pertanyaan Rani membuatnya menoleh.Ron menggeleng sebagai jawabannya. Dirinya memang benar-benar tidak tahu siapa perempuan yang menjadi istri sahabatnya. Dia hanya tahu wanita itu bernama Angela. Siapa sebenarnya Angela dia tidak tahu. "Jangan membohongiku, Ron.""Aku benar-benar tidak tahu, Ran. Jangan memaksaku untuk mengatakan apa yang tidak aku tahu.""Kamu menyembunyikan semuanya bertahun-tahun dariku. Apa aku masih bisa percaya kepadamu?" tanya Rani sengit.
"Dimana Rani ? Aku harus menemuinya sekarang." Pria berwajah tampan dan mempunyai rahang tegas itu bertanya dengan mata yang berkilat marah. Bagaimana dia tidak marah, rencana bulan madunya harus gagal total gara-gara ancaman Rani."Dia tidak ada di sini, Az.""Lalu di mana? Bukankah aku menyuruhmu untuk menjaganya agar tidak kabur?" Wajah pria itu terlihat sangat marah. Matanya semakin tajam mengintimidasi sang sahabat. Ron seperti tidak mengenal Azlan sama sekali."Kau benar-benar tidak punya hati pada wanita itu. Kena-""Minggir ! Aku mau melihatnya." Azlan mendorong Ron agar menjauh dari pintu kamar yang digunakan untuk menyekap Rani. Brak.Pintu langsung terbuka sempurna.Azlan mengedarkan matanya ke seluruh penjuru kamar. Namun, dia tidak menemukan Rani ada di sana. Dengan wajah memerah, Azlan segera keluar. Tatapan tajam bak mata elang itu mengarah ke Ron Ibrahim. Tersangka utama hilangnya Rani. Azlan tidak akan memberikan toleransi apapun pada Ron, jika Rani benar-benar per
Rani menoleh mendengar suara yang begitu akrab di telinga. Dunianya seakan berhenti pada saat itu. Ela, sahabatnya tiba-tiba datang dan menyapanya dengan begitu ramah. Rani terdiam, lidahnya kelu, bibirnya pun tak bisa lagi mengucapkan sebait tanya atau sapa. Netranya menyorot tajam pada sepasang tangan yang saling bertaut. Tangan itu, tangan yang sama yang setiap kali memberikan uluran bantuan di kala dia berada dalam putusnya harapan. Tangan itu adalah tangan yang sama, yang setiap kali mengusap punggungnya, menenangkan di saat tangis datang tidak diundang. Lalu kenapa, tangan itu memegang erat tangan Azlan-nya.Kebetulan macam apa ini? Kenapa Tuhan mempermainkan jalan hidupnya sedemikian kencang? Kenapa tak sekalian angin puting beliung datang, membawanya menjauh dari orang-orang di dekatnya yang penuh kemunafikan. Rani benci keadaannya saat ini. Rani enggan untuk mencari kebenarannya lagi. Rani telah kalah, bahkan tanpa tahu kapan genderang perang itu ditabuh. Rani menyerah, bahka
Pagi ini semua terlihat berbeda, kehidupan yang kemarin indah kini berganti gundah. Mentari yang kemarin cerah kini berganti mendung yang bergelayut manja di langit. seolah ikut merasakan suramnya hari-hari yang akan dilalui oleh Rani ke depannya. Akhir tahun yang kelabu. Pagi ini, Rani masih bebas dari perjanjian kontrak. Sekarang masih hari Minggu, Rani masih bebas untuk melakukan apapun sendirian. Tanpa Azlan dan juga Angela di sekitarnya.Wanita berdarah blasteran itu memiliki wajah yang begitu cantik. Bentuk muka sedikit lonjong dan mata biru teduhnya selalu bisa menghipnotis siapapun yang melihatnya. Jangan lupakan rambut sedikit pirang yang menegaskan kecantikan wanita itu. Namun ternyata di balik kecantikan itu, ada banyak sekali luka yang dia sembunyikan. Dia adalah wanita yang kehilangan kasih sayang orang tua sedari kecil. Hidup sebatang kara karena orang tuanya meninggal. Selain kedua orang tuanya, dia tidak mengenal siapapun lagi. Beruntung rumahnya dekat dengan panti as
Sejauh apapun kamu berlari, rasanya tetap akan sama saja ketika kamu belum bisa berdamai dengan rasa sakit itu sendiri. Rani tertegun mendengar pertanyaan Ron. Bukan dia tidak berniat untuk melarikan diri. Bukan pula dia akan terus bertahan di sini. Namun, ada sebuah harapan yang terpelihara dalam diam. Bertunas kecil jauh di tempat yang tidak bisa dijangkau oleh siapapun. Rani sadar diri, dia tidak akan menyirami harapan itu. Biarlah semua berjalan sesuai dengan yang digariskan. Wanita itu terlalu pintar mengolah rasa, saat dunianya hancur lebur, dia tetap berdiri tegak menyambut dunianya yang baru. Dunia yang begitu kejam memperlakukan manusia seperti dirinya."Hai, kamu melamun Ran?""Kenapa kamu begitu baik sementara bosmu begitu jahat?" Ron menatap perempuan di sebelahnya dengan sendu. Andai saja perempuan itu tahu, bagaimana kelakuannya yang sebenarnya. Mungkin dia pun akan menjadi sasaran kemarahannya."Bukankah setiap manusia punya pilihan? Aku dan Azlan punya pilihan masin
"Jangan melepaskan pelukanmu, Ron," pinta Rani. Ron menjadi serba salah, bagaimana dia bisa berada di tengah situasi seperti ini. Sebagai seorang laki-laki sulit baginya menahan keinginan naluriahnya. Rani semakin merapatkan dirinya ke tubuh Ron. Ada kenyamanan tersendiri saat mencium aroma maskulin yang menguar dari tubuh sahabatnya. Pikiran Rani melayang, membayangkan kedekatan dua anak manusia yang saling berbagi kasih lewat sentuhan nyata."Apa kamu tidak suka ku peluk?" tanya Rani."Ah, itu ... ak- aku ....""Kamu kenapa? Bukankah hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan kalian?""Tapi kamu it,-""Aku kenapa? Bukankah seperti ini para wanita jalang di luar sana menggoda pria seperti kalian?"Rani menarikan jemari tangannya di dada Ron yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Meskipun terhalang oleh kaos yang dikenakan pria itu. Namun, sensasinya membuat Ron harus menahan nafasnya."Kenapa Ron? Kenapa harus Angela? Apa karena dia lebih cantik?" tanya Rani dengan nafas memburu menahan ledaka
Azlan bukanlah orang yang tidak punya perasaan. Egonya yang tinggi terasa direndahkan ketika mengetahui Rani bahkan sudah bersama dengan Ron. Mungkin saja saat ini mereka sedang ah ... shit !!!! Azlan mengumpat dengan keras membayangkan Ron menjamah tubuh gadisnya. Ya, Maharani adalah gadisnya, miliknya yang tidak boleh disentuh oleh siapapun."Kau mau kemana, sayang?""Aku ada pekerjaan.""Ini kan hari Minggu, Sayang. Lagi-lagi Angela, istri palsunya itu membuatnya merasa kesal. Kemana-mana harus laporan seperti anak kecil. Belum lagi permintaanya yang terkadang tidak masuk akal. Azlan benar-benar pusing memikirkan nasip pernikahannya yang masih seumur jagung."Ya sudah, pergilah!"Azlan lega akhirnya dibebaskan untuk pergi. Bagaimanapun juga dia butuh tempat untuk bernafas lega tanpa harus dikekang seperti tadi. Azlan bergegas mengeluarkan mobil mewahnya dari garasi. Dia bingung harus mencari dua penghianat itu kemana. Azlan kembali menghubungi Ron. Hingga sepuluh kali panggilan pria
Ron jelas telah menabuh genderang perang, tetapi itu bukanlah sebuah ancaman bagi Azlan. Ancaman yang sebenarnya adalah tentang nama baik Bagaskara. Bagaimana jika ada orang lain yang tahu bahwa Bagaskara melakukan kebohongan publik yang begitu besar. Bukankah sudah jelas itu akan menghancurkan reputasi keluarganya. Belum lagi keluarga Parker pasti tidak terima. Azlan mungkin terlalu dangkal berpikir bahwa Ron dan Rani adalah dua orang yang bisa dia kendalikan. Nyatanya Ron maupun Rani mampu menerabas pagar menyakitkan itu. "Lepaskan!"Rani menghempaskan tangan Azlan sekuat tenaga. Mata Azlan pun menatap Ron yang mengatakan bahwa Rani adalah wanita yang bebas."Kamu mungkin lupa satu hal, Rani. Kamu telah menandatangani surat perjanjian kontrak itu," ucap Azlan mengingatkan Rani."Dalam surat kontrak tidak disebutkan bahwa aku tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain. Jadi jangan menyalahkan aku tentang ini semua."Azlan tersenyum mengejek dan berkata,"Aku baru tahu sisi Rani