Jani merasa kaget melihat sekitarnya menjadi gelap, seolah dia berada di tempat lain. Buku bersampul kulit berwarna coklat yang dipegangnya bersinar hingga terlihat jelas gambar ratu di tengahnya.
"Buka buku itu, Jani," ucap suara lirih di telinga Jani.
Jani membolak-balik bukunya dan melihat gembok indah berbentuk bulat yang dikelilingi permata berwarna-warni, yang mengunci buku itu. Tanpa berpikir panjang, Jani mengambil kalungnya. Gembok mewah yang menutup rapat di buku itu dibuka dengan bandul kalungnya. Betapa terkejutnya Jani saat membuka buku itu. Dia hanya mendapati lembaran kertas kosong berwarna coklat.
"Kenapa bukunya kosong? Buku apa ini sebenarnya?" Jani semakin tidak mengerti dengan hal aneh yang dialaminya.
"Usap buku itu, Jani." Suara lirih itu kembali terdengar di telinganya.
Jani mengusap pelan halaman pertama dengan jarinya. Tanpa diduga, muncul tulisan kuno bersinar hingga terlihat jelas di ruangan yang gelap.
Jani membelalakkan matanya menatap tulisan-tulisan kuno itu. Entah bagaimana, dia seakan memahaminya hingga dengan mudah membacanya. Kata-kata kuno keluar dari mulutnya sampai kata akhir dari halaman itu.
Selang beberapa detik, ruangan yang gelap berubah menjadi terang bersinar, namun kosong. Hanya dalam beberapa kedipan mata, Jani tiba-tiba berada di tengah hutan. Buku itu membawa Jani dalam dimensi waktu masa lalu.
"Ini dimana?" tanya Jani dengan panik. Jani berjalan saat mendengar suara manusia disekitarnya. Seorang gadis kecil sendirian di tengah hutan dengan menangis. Saat Jani hendak mendekatinya, dia melihat lelaki dan wanita yang memakai baju berburu mendekati gadis kecil itu.
"Siapa namamu?" tanya sang Wanita.
"Aku Jen," jawab gadis kecil itu.
Lalu sang Lelaki menggendongnya dan mengajaknya pergi. Saat berada di dalam gendongan, gadis itu menatap Jani dari kejauhan seolah menyadari kehadirannya. Jani membalas tatapan itu dengan kakinya yang melangkah mendekatinya.
Tiba-tiba dari arah lain, seekor kuda berlari ke arahnya. Jani terkejut dan menutupi wajahnya saat kuda itu mendekat. Namun tak disangka, kuda itu menembus tubuh Jani.
"Argh!" teriak Jani yang masih menutupi wajahnya dengan buku yang dibawanya. Dirasa sudah aman, dia membuka matanya. Namun, Jani telah berada di tempat lain. Rumah mewah yang dia tempati saat ini, ada di depannya. Hanya saja rumah itu terlihat lebih baru dengan cat tembok yang cerah dan tidak kusam seperti rumahnya
Terlihat wanita muda dengan baju pengantin abad ke 19 berdiri di taman. Wanita muda itu terlihat sama dengannya. Rambutnya berwarna merah ikal, bentuk wajah dan mata coklat terang yang sama persis dengan Jani. Hanya saja, saat ini Jani telah merubah gaya rambutnya menjadi lurus.
"Nona Queen Jenifer, aku mencarimu disekeliling rumah. Ternyata kau ada disini. Tuan Donovan menunggu anda di altar. Kalian akan segera menikah," ucap wanita paruh baya yang tak asing bagi Jani.
"Bukankah itu Bi Inah, kenapa dia ada disini?" batin Jani mendekati Bi Inah.
"Aku sudah siap, Bibi Minah. Aku hanya ingin melihat rumahku sebelum menikah," jawab wanita muda itu yang bernama Queen Jenifer dengan membawa buku yang sama yang dibawa Jani ditangannya. Dia adalah Jen, anak Dansi yang diadopsi oleh bangsawan kaya, yang menemukannya di hutan.
"Kau akan menjadi seorang Duchess. Itu akan membuatmu lebih aman dari makhluk jahat. Simpan magic book baik-baik. Kelak buku itu akan mencari penggantimu dari keturunanmu."
"Aku tahu, aku akan menyimpannya dengan aman. Selama ratu Ania masih menjadi kerikil, para makhluk tidak akan mendekatiku, jadi aku tidak perlu menggunakan kekuatan dari buku ini." Jenifer dan Bibi Minah masuk ke dalam rumah.
Jani hendak ikut melangkah, namun tiba-tiba dia telah berada di tempat lain. Kali ini perubahan tempatnya lebih cepat. Seolah Jani melihatnya seperti membalik buku di setiap halaman. Jani melihat Jenifer melahirkan sebanyak tujuh kali setiap tahunnya dan semua anaknya laki-laki.
Jenifer mengumpulkan ke tujuh anak laki-lakinya saat mereka menginjak dewasa, lalu menceritakan sejarah magic book. Mereka berjanji akan menjaga buku itu dengan baik. Ketujuh anaknya harus terpisah di tujuh negara untuk mengawasi pergerakan anak buah Ratu Ania.
Mereka hidup dengan status sosial tinggi dan diam-diam mendanai pelatihan para pembasmi penyihir hitam. Orang-orang yang mereka latih menjadi pengawal sekaligus pelindung keluarga mereka selama ratusan tahun. Dimensi waktu masa lalu berganti dengan cepat ke keturunan tujuh anak Jenifer, dan berhenti saat kakek Jani menunggu istrinya melahirkan di sebuah rumah sakit.
Mereka terlihat sangat senang saat bayi perempuan lahir. Bayi itu adalah ibu Jani.
"Akhirnya keluarga Donovan mempunyai keturunan perempuan. Ini adalah penantian keluargaku selama ratusan tahun. Kau akan mewarisi harta berharga kami, bayi mungilku." Kakek Jani tersenyum bahagia di samping istrinya. Keturunan keluarga Donovan dari ketujuh anak jenifer sangat besar, namun ini kali pertama mereka mendapatkan keturunan perempuan.
Jani ikut manangis bahagia melihat kakek dan neneknya memeluk ibunya yang masih baru lahir. Perjalanan dimensi Jani kembali berjanjut. Masih berada di rumah sakit, namun diwaktu yang berbeda. Saat itu Jani melihat ibunya yang hendak melahirkannya. Ayah Jani nampak mondar-mandir di depan pintu kamar bersalin.
"Ayah, kau kah itu? Baru kali ini aku melihatmu secara langsung. Kenapa kau pergi cepat sekali?" Jani menangis mendekati ayahnya yang telah tiada beberapa hari setelah kelahirannya.
Belum sempat melepas rindu, Jani berpindah ke tempat lain. Dia melihat ayah bersama ibunya di rumah yang terasa asing. Rumah itu berada ditengah hutan. Ayah Jani terlihat sangat panik sambil menggendong dirinya yang baru beberapa hari lahir di dunia.
"Ayo, kita cepat pergi dari sini! Sejak kelahirannya, anak buah Ania terus mengejar kita. Mereka tidak boleh membawanya." Orang tua Jani segera berkemas. Namun, mereka terlambat karena seorang lelaki berbaju serba hitam telah mendobrak pintu. Lelaki itu membawa pedang yang sangat tajam di tangan kanannya, segera masuk memeriksa semua ruangan.
"Julia, bawa pergi anak kita. Jangan pernah menoleh kebelakang! Sembunyikan identitasnya dengan nama lain sampai saatnya tiba nanti. Aku akan menghadapi orang itu," perintah ayah Jani yang ditolak istrinya.
"Tidak, dia bisa membunuhmu. Pergilah bersama kami!" Ibu Jani menarik lengan suaminya dengan erat.
"Aku akan baik-baik saja. Katakan kepada anak kita, bahwa aku sangat mencintainya. Pergilah, Julia!" Dengan berat hati, ibu Jani membawa bayinya berlari meninggalkan rumah menuju ke hutan.
"Berikan bayi itu atau kau akan mati!" ucap lelaki dengan mengarahkan pedangnya ke depan. Dia menemukan ayah Jani yang berdiri di halaman rumahnya.
"Tidak akan pernah. Hadapi aku dulu!" Ayah Jani mengambil pedangnya. Dia segera bertarung dengan lelaki itu. Ayah Jani bukan lelaki yang lemah. Kemampuannya bermain pedang sangat lihai dan hebat. Namun sayang, saat lelaki penyerang hampir terkalahkan, dia mengucapkan mantra sehingga membuat awan hitam bergumul.
Awan itu menyerang dan menyelimuti tubuh Ayah Jani, hingga dia melayang ke udara yang sangat tinggi. Tubuhnya berputar perlahan namun semakin kencang. Awan hitam semakin menggumulnya hingga tubuhnya tak terlihat. Jani kesulitan menatapnya karena hembusan angin kencang dari awan itu membuat semua benda disekitarnya berterbangan.
Saat lelaki penyerang mengucapkan satu kata mantra dengan berteriak, awan hitam seolah melempar tubuh ayah Jani dan, “Bom!” Tubuh itu terjatuh ke tanah. Lelaki berpasar tampan yang hanya bisa dilihat oleh Jani lewat foto, seketika itu juga menghembuskan nafas terakhirnya.
"Tidak!" Jani berteriak dan berlari mendekati ayahnya. Tapi, saat tangannya mencoba meraih tubuh ayahnya, dia berpindah tempat. Jani melihat ibunya membawa dirinya yang masih bayi ke hutan.
Sesosok makhluk aneh mengejarnya. Makhluk itu berbadan manusia namun berwajah menyeramkan. Matanya hanya berwarna hitam dengan kulit kering menempel di tulang wajahnya yang tanpa daging menyerupai tengkorak. Makhluk itu memakai jubah hitam panjang bertudung, yang hampir menutupi seluruh tubuhnya.
Ibu Jani terjatuh saat kakinya tak mampu lagi melangkah. Dia memeluk bayinya dengan erat, ketika makhluk itu mengarahkan kuku jarinya yang panjang dan siap merobek tubuhnya.
"Maafkan Ibu, Jani!" Ibunya menutup mata dengan pasrah karena mengira saat itu adalah akhir dari hidupnya. Namun tanpa diduga, sebilah belati menancap ke jantung makhluk itu hingga membuatnya terbakar, dan berubah menjadi abu. Abu itu perlahan menghilang terkena angin tanpa meninggalkan jejak.
"Kau baik-baik saja, Nyonya Queen?" tanya laki-laki yang menolongnya.
"Aku baik-baik saja, Lucio," jawab ibu Jani yang dibantu berdiri.
Jani menatap ke arah wajah lelaki itu dengan mengingat-ingat.
"Bukankah dia ayah Ken?" ucap Jani.
Belum juga rasa penasaran itu hilang, tiba-tiba semua yang ada di sekitar Jani menjadi berputar. Hutan yang sebelumnya terlihat, menjadi sinar putih yang menyilaukan. Jani merasa pusing dengan pandangan yang semakin kabur. Merasa tubuhnya melemah, dia terjatuh hingga tidak sadar. Jani kembali berada di kamarnya, dengan waktu sama persis seperti saat dia membuka magic book. Tubuhnya tergeletak di atas ranjang dengan magic book di dadanya.
Angin putih kembali berputar-putar diatas magic book. Angin itu keluar melalui lubang kunci pintu kamar Jani menuju lubang kunci kamar Ken.
Terlihat Ken sedang membuka kotak yang digembok dengan menggunakan bandul kalungnya. Mata Ken mengernyit saat melihat benda yang menyilaukan di dalam kotak itu. Ken mengambil sebuah belati bergagang emas dengan permata berwarna merah di ujung gagangnya.
“Wow, ini sangat bagus sekali. Mungkin ini yang disebut warisan yang paling berharga. Harganya masti mahal. Tapi dimana aku harus menjualnya dan mendapatkan banyak uang?”
Ken membolak-balik belati itu. Tanpa dia tahu, awan putih berputar-putar di belakangnya. Awan itu masuk ke dalam tubuh Ken melalui telinga, mata dan hidungnya. Tubuh Ken mematung, matanya menjadi bersinar terang.
Ken mengalami hal yang sama dengan Jani. Ken melihat ayahnya yang bertarung melawan makhluk mengerikan untuk melindungi ibu jani. Ayah Ken menjadi pelindung keluarga Donovan sejak muda hingga Jani lahir dan berusia tujuh belas tahun.
Ken melihat penyebab kematian ibu Jani dan ayahnya. Sebelum dibawa ke rumah sakit, ibu Jani mendapatkan serangan dari makhluk gaib dengan kekuatan yang lebih besar. Ayah Ken datang melindunginya dan melawan makhluk itu.
Makhluk yang menyerang mereka berwajah seperti manusia biasa, namun matanya mengeluarkan api. Senjata apapun tak mempan menembusnya. Ayah ken menyembunyikan belati peninggalan leluhurnya dan tidak menggunakannya semenjak pengikut Ania semakin banyak dan kuat. Dia khawatir akan kehilangan belati itu dan tidak bisa mewariskannya kepada Ken, yang merupakan titisan sejati dari Ben, anak dari Dansi.
“Lucio, semakin kuat makhluk itu menandakan semakin mendekati kebangkitan Ania. Kedua anak kita harus selamat. Hanya titisan sejati yang bisa mengalahkannya,” ucap ibu Jani yang membantu ayah Ken melawan makhluk itu.
Namun sayang, kekuatan makhluk itu mengalahkan keduanya hingga ayah Ken dan ibu Jani tergeletak tak sadarkan diri. Fred menaburkan serbuk bermantra untuk membuat makhluk itu buta sementara, lalu membawa keduanya ke rumah sakit. Jantung keduanya terhenti selamanya tak lama setelah itu.
Semua penglihatan Ken terhenti. Mata dan tubuh Ken kembali normal. Ken merasa sangat kelelahan dan meminum seteko air putih yang disediakan di kamarnya.
“Apa yang barusan terjadi ... aku harus memberitahu Jani tentang masalah ini.”
Ken keluar dari kamarnya. Dia berjalan menuju kamar Jani segera mengetuk pintu kamarnya. Tanpa dia duga, pintu itu terbuka dengan sendiri. Dia masuk ke dalam dan melihat Jani yang masih tidak sadar di atas ranjang.Saat Ken hendak membangunkannya, dia teringat akan perjanjian mereka. Ken mengurungkan niatnya dengan keluar dari kamar. Namun dia berbalik untuk menatap wajah Jani dan membelainya."Ternyata kau cantik juga saat diam. Apa yang kulihat barusan itu kenyataan? Jika memang benar, sesuai janjiku kepada ayahku, aku akan menjagamu selamanya."Ken teringat pembicaraan dengan ayahnya saat baru masuk ke sekolah menengah atas."Apa sebenarnya pekerjaan Ayah? Kenapa Ayah selalu membawa pedang dan penuh luka tiap kali pulang?" tanya Ken saat menemukan ayahnya yang terluka di kamarnya.Ibu Ken telah tiada ketika Ken masih kecil karena penyakit. Ayahnya tidak pernah menikah lagi sejak kepergian istrinya."Ayah bekerja sebagai pengawal. Seseoran
Jani masih lemas setelah mendengar jawaban Bi Inah tentang siapa dia sebenarnya. Wajah yang selalu ada di sampingnya selama hidupnya, ternyata menyimpan begitu banyak rahasia."Apa ibuku tahu siapa dirimu, Bi?” tanya Jani."Tentu saja tahu. Setelah ayahmu meninggal, ibumu pindah ke rumah dimana selama ini Nona tinggal. Di rumah itu saya menembus dimensi waktu. Saat itu nyonya Julia sedang bersamamu di kamar. Dia langsung mengenaliku lewat lukisan ini. Sejak itu saya tinggal bersama kalian.”"Siapa nama Bibi yang asli?” tanya Ken."Nama saya Mina Hasanof, biasa dipanggil Minah. Saya kepala asisten rumah tangga keluarga Lucio. Mereka adalah orang tua angkat Jenifer. Tuan Lucio keturunan dari Tuan Benjamin, saudara kembarnya. Atau biasa di panggil Ben. Karena itu mereka bisa menemukan Jen yang ada di hutan. Keturunan Tuan Benjamin selama puluhan tahun menunggu kedatangan Jen di hutan di hari yang sama saat dia memasuki dimensi waktu.”
Fred telah membawa mobil sampai ke depan rumah. Ken segera keluar sambil menggendong Jani. Bi Inah berlari menghampiri dengan rasa khawatir. Ken membawa tubuh Jani ke kamarnya dan membaringkannya dengan pelan."Non Jani, bangunlah,” bisik Bi Inah dengan mendekatkan wajahnya ke telinga Jani.Ken melangkah mundur agar Jani tak melihatnya memasuki kamarnya saat sadar. Terlihat Fred dengan cepat membawakan minuman hangat dan meletakkannya di nakas.Perlahan Jani membuka matanya. Ken yang melihatnya langsung bernafas lega. Dengan cepat dia pergi dari kamar Jani menuju kamarnya.“Bibi, apa yang terjadi? Kenapa aku sudah berada di kamarku?” tanya Jani dengan lemah.“Tenanglah. Yang penting Nona Jani baik-baik saja.” Bi Inah membelai kepala Jani.“Tadi ada makhluk yang menyerangku. Sangat menyeramkan. Tapi tiba-tiba ada yang membantuku menghadangnya.”“Tuan Ken menyelamatkan anda, Nona,” j
Di belahan negara lain, terdapat tempat rahasia yang berada dibawah tanah. Tempat itu dibangun ratusan tahun yang lalu. Terlihat dari hiasan yang berupa baju besi prajurit jaman dulu di tata hampir disetiap pojok ruangan. Namun tempat itu mengalami banyak perubahan sesuai dengan perkembangan jaman.Alat-alat canggih seperti layar lebar di sebuah ruangan yang menjadi pusat tempat itu, menandakan bahwa mereka bukan orang biasa. Terdapat berbagai komputer dan juga tombol-tombol canggih yang menayangkan radar di seluruh dunia. Orang-orang yang mengoperasikannya terlihat sangat ahli.Seseorang mengatakan sesuatu kepada lelaki yang terlihat sebagai pemimpin di tempat itu.“Tuan, saya melihat kekuatan yang besar di kota ini,” ucap salah satu pekerjanya yang menunjukkan suatu wilayah dengan lampu berkerdip di layar komputernya.“Kenapa tanda itu berwarna merah?” tanya sang Pemimpin.“Itu karena bukan kekuatan gelap. Sangat kua
Ken, Jani dan Bi Inah segera masuk mobil untuk kembali ke rumah. Kali ini Fred mengendarainya lebih cepat dari sebelumnya karena tidak mau terlihat para polisi yang berdatangan ke perpustakaan yang separo hancur. Ketiga pembasmi penyihir mengikuti mereka menggunakan motornya.Jani duduk di sebelah Ken dengan sesekali curi pandang kearahnya.“Kenapa tadi dia sangat berbeda? Dia menjagaku seolah aku sangat berarti untuknya.” Tanpa sadar, Jani memandang Ken tanpa berkedip.“Jangan memandangku. Nanti kau bisa terikat kepadaku,” ucap Ken yang membuyarkan lamunan Jani.“Dalam mimpimu, Ken,” jawab Jani yang sedikit gugup.“Lalu biarlah mimpi itu menjadi kenyataan,” jawab Ken yang tersenyum dengan sedikit membisik di telinga Jani.Jani menjauhkan tubuhnya dengan bersandar di jendela mobil.“Kenapa aku jadi gugup didekatnya? Bahkan tadi saat memeluk punggungnya, aku merasakan kenyaman dalam
Setelah kejadian dengan Jani, Ken mengurung diri di kamarnya. Dia merasa bersalah karena tidak bisa menghadapi makhluk itu sehingga Jani harus kembali pingsan. Bi Inah dengan setia mendampingi Jani yang masih tidak sadar di kamarnya.Ketiga pembasmi penyihir dengan panik memasuki rumah. Mereka telah mendengar cerita makhluk yang menyerang Ken dan Jani dari Fred.“Sial, kita ditipu oleh mereka. Penyihir yang ada di sekolah hanyalah pengalihan agar mereka bisa menyerang Jani dan Ken. Ini tidak boleh terjadi lagi.” Gil terlihat geram dengan menggenggam tangannya. Dia bersama Dom berada di luar kamar Jani.Mel masuk ke dalam untuk melihat kondisi Jani yang masih terbaring.“Apa yang terjadi padanya, Bi Inah? Fred bilang dia mengeluarkan kekuatan yang luar biasa,” tanya Mel.“Aku tidak menyangka kekuatan itu akan muncul dengan cepat. Dia harus bisa mengendalikan kekuatan itu sebelum mencelakai dirinya dan orang lain,”
Dalam matanya yang tertutup, Ken melihat kastil tua tersembunyi di suatu tempat yang dikelilingi lautan. Suara jeritan memekikkan yang dia dengar terasa begitu nyata. Ken memandang Jani dengan penuh kekawatiran.“Apa yang akan kita berdua hadapi kelak? Melihat dalam pikiranku saja sudah terlihat menyeramkan. Aku harap bisa menjagamu selamanya.” Ken memberanikan diri mengelus rambut Jani yang menutupi wajahnya.Di tempat lain terdapat sebuah pulau kecil yang terlihat gelap dengan suara lolongan serigala yang menyeramkan. Tempat itu dikelilingi awan hitam hingga tidak bisa dilihat oleh siapapun. Sebuah kastil tua berdiri ditengah dengan tembok tebal yang menjadi pagarnya.Terlihat berjajar sosok tubuh manusia memakai jubah panjang bertudung mengelilingi tempat itu. Mereka berpostur tinggi dan juga berbadan besar melebihi ukuran manusia biasa.Didalam kastil terdapat beberapa orang yang juga bertudung hingga menutupi seluruh wajah dan juga badann
Jani menatap ujung ruangannya yang gelap. Matanya tak berkedip beberapa saat. Ken terlihat panik dengan jantungnya yang berdebar kencang.“Dia pasti akan sangat marah sekali setelah ini,” batin Ken yang terdiam menunggu reaksi Jani.Tidak lama mata Jani mulai berkedip. Kedua tangannya mengusap wajahnya dengan pandangan yang menunduk.“Aku pasti bermimpi. Tidak mungkin malam-malam begini aku mendengar suara Ken seolah dia ada didepanku. Hah, pikiranku pasti sudah tidak waras,” ucap Jani yang kembali menarik selimut. Matanya kembali terpejam. Ken masih saja tidak bergerak. Dia mulai menghitung waktu menunggu Jani benar-benar terpejam.“Huf, hampir saja aku ketahuan. Aku pikir malam ini adalah malam terakhir aku berjaga di kamarnya. Jika saja dia tahu, pasti akan terjadi gempa di rumah ini, hehe,” batin Ken yang mengelus-elus dadanya. Dia menjaganya hingga fajar dan kembali ke kamarnya.Mereka berdua bangun pagi kar