"Sudah, ambil saja. Toh suatu saat nanti kau akan membayarnya. Meski pun, aku tidak yakin Prince akan ingat tentang uang ini. Black card-nya ada 3," ujar Jordan sambil sedikit berbisik di akhir kalimat.
Niana membulatkan matanya menatap tak percaya pada Jordan. Pantas saja Prince tidak suka mendengar nominal uang di bawah 10 juta."Bisakah aku meminta alamat rumah atau nomor handphone Prince? Nanti jika uangnya sudah terkumpul lagi, aku ingin menghubunginya untuk membayar hutang ini," ucap Niana membuat Jordan sedikit berpikir.Awalnya, Jordan ingin memberikan nomor ponselnya pada Niana, karena privasi Prince cukup ketat. Tidak ada yang berani menyebarkan alamat rumah atau pun nomor ponsel milik pria itu ke sembarang orang.Namun, Jordan kembali berpikir, ia tidak ingin adanya salah paham dengan Lyly karena berani menyimpan nomor gadis asing lain. Dan akhirnya, Jordan menemukan keputusan yang tepat."Sayang, tolong berikan nomor ponselmu pada Niana. Nanti, Niana biar menghubungimu saja jika ingin menepati janjinya," ujar Jordan pada sang kekasih.Seolah mengerti apa yang dipikirkan oleh Jordan, Lyly segera menulis nomor ponselnya di secarik kertas lantas memberikannya pada Niana."Maaf ya, aku sangat pencumburu, jadi aku tidak mengizinkan Jordan memberikan nomor ponselnya padamu. Dan Prince, privasinya sangat ketat. Jadi, kamu bisa menghubungiku saja," jelas Lyly membuat Niana tersenyum paham."Oh ya, sekarang aku sudah menjadi temanmu, Niana! Jadi, jangan sungkan-sungkan untuk meminta bantuan kepadaku jika kamu membutuhkan sesuatu," ucap Lyly seraya tersenyum manis. Lyly si gadis cerewet baik hati, bertemu Niana si gadis lembut yang sangat baik, adalah kombinasi yang pas untuk membangun sebuah pertemanan.Niana mengangguk, kini ia bergegas keluar dari ruangan ini bersama Jordan dan Lyly.Sebelumnya Jordan mau pun Lyly sudah menawarkan diri untuk mengantarkan Niana ke tempat tinggalnya. Namun, Niana memilih untuk pergi menggunakan taksi saja. Toh, dirinya juga belum memiliki tempat tinggal sekarang."Bye bye Niana!!!" seru Lyly ketika taksi yang dinaiki oleh Niana perlahan bergerak.Niana tersenyum senang di dalam taksi itu, dirinya tidak menyangka akan bertemu dengan orang sebaik mereka.***Setelah cukup lama mencari tempat tinggal yang sesuai, akhirnya Niana berhasil menemukan apartemen yang sesuai dengan kebutuhannya saat ini.Apartemen ini jauh dari kata mewah, namun masih cukup layak untuk ditempati. Biaya sewanya pun cukup rendah jika dibandingkan dengan apartemen lainnya di kota ini.Deskripsi apartemen tempat tinggal baru Niana cukup singkat. Di mana, hanya ada 1 kamar tidur, ruang tengah, dapur, dan kamar mandi. Letaknya di lantai 10, dan katanya, lift di apartemen ini kadang-kadang mati, jadi, mau tidak mau harus melewati tangga. Yaa begitulah, sesuai dengan harga.Setelah memastikan huniannya aman dan layak, Niana bergegas menuju supermarket. Ia butuh beberapa bahan makanan, belum lagi ia harus membeli ponsel, dan perlengkapan lainnya.Meskipun uang dari Prince cukup banyak untuk orang yang hampir menjadi gelandangan, hal iti tidak membuat Niana menghamburkan uangnya secara cuma-cuma, dalam artian ia tetap menghemat agar memiliki uang cadangan jika benar-benar dalam keadaan mendesak.Hampir menyita waktu 2 jam Niana berada di luar, akhirnya gadis itu kembali ke apartemen dengan membawa beberapa kantung belanjaan. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Niana segera merapikan semuanya. Beruntung apartemen yang disewanya adalah apartemen furnised walau sederhana. Jadi, ia hanya perlu membeli segelintir barang saja yang memang benar-benar dibutuhkan.***Di lain tempat, ada pria tampan nan gagah tengah berenang menikmati angin malam yang menerpa tubuh indahnya. Pria itu seperti sengaja memamerkan pada bintang di langit betapa sempurnanya dia dengan rambut tebal basah sempurna, dan menyisir rambut indah itu ke belakang.Ia terduduk di tepi kolam, menatap air yang masih bergelombang karena gerakannya.Dari pantulan itu ia bisa melihat wajah seseorang. Meski cicak pun tahu jika pantulan itu adalah pantulan wajahnya sendiri, berbeda dengannya yang membayangkan sosok lain.Mata biru itu, sangat indah, sangat sangat indah."Cih, yang terpenting aku sudah bertanggung jawab merawatnya sampai sembuh. Toh jika uang yang dibawanya tidak dikembalikan sesuai janji, aku tidak peduli," ucapnya yang entah pada siapa.50 juta? Nominal tersebut tidak menyentuh setitik debu pun harta yang ia miliki. Seratus kali ia memberi nominal yang sama, sama sekali tidak membuatnya menderita kanker. Kantor kering, seperti kau yang sedang membaca saat ini.Prince lantas berdiri, berjalan perlahan menuju tempat di mana bathrobe berada dan segera mengenakan benda itu.Daripada melamun memikirkan yang tidak pasti, lebih baik kembali ke kamar untuk segera istirahat.***Hari selanjutnya, adalah hari di mana Niana siap memulai kehidupan baru. Kini, kaki kecilnya tengah menyusuri trotoar dengan sesekali melirik kanan kiri untuk melihat keadaan sekitar.Banyak Kantor Perusahaan, Bank, Cafe, Restoran, dan lain sebagainya di sini. Niana dengan penuh percaya diri masuk ke sana ke sini untuk menawarkan diri menjadi pekerja.Namun, sudah 5 tempat dirinya datangi, tidak ada satu pun yang berniat menerima dirinya sebagai pekerja.Satu hal yang Niana sesali sebelum kabur dari rumah, yaitu tidak membawa beberapa surat penting yang bisa ia gunakan untuk syarat bekerja.Kini, Niana hanya bisa terduduk di salah satu kursi di pinggir jalan. Tubuhnya sudah sangat lelah, belum lagi obat-obatan yang sebelumnya harus dikonsumsi kini tidak dihiraukan lagi.Niana memandangi ujung sepatunya dengan tatapan sendu, tubuhnya sudah sangat lelah. Wajahnya pun kini sudah tampak pucat.Sebotol air mineral terulur di hadapan wajahnya, spontan Niana mengedarkan arah pandang pada seseorang yang kini tengah menyodorkan sebotol air mineral."Untuk saya?" tanya Niana memastikan, jika itu memang hanya untuknya.Wanita yang tak lagi muda itu mengangguk seraya tersenyum. Niana dengan senang hati menerimanya sambil mengucapkan terima kasih. Tuhan tahu saja jika dirinya sedang kehausan sekarang."Masih belum ada yang menerimamu, nak?" tanya wanita itu membuat Niana semakin kebingungan. Apakah wanita ini bertanya tentang dirinya yang belum menerima pekerjaan?"Ibu tahu saya sedang mencari pekerjaan?" tanya Niana, menatap tak percaya pada wanita yang seperti cenayang ini.Wanita itu mengangguk lalu tersenyum kecil, lantas kembali melanjutkan ucapannya."Saya tidak sengaja melihat kamu memasuki Cafe-Cafe itu, bukan seperti orang yang hendak menikmati waktu santai," ujarnya lagi."Yaa, seperti yang Ibu ketahui, saya sedang mencari pekerjaan untuk menyambung hidup," balas Niana dengan tatapan lurus ke depan. Kini, dirinya seperti anak ayam tanpa induk yang dilepas sebelum waktunya bisa mencari makan sendiri."Apakah kamu akan menerima bantuan saya? Kebetulan, rekan kerja saya akan mengundurkan diri 2 hari mendatang, kamu bisa mendaftarkan diri untuk menggantikannya."Secercah harapan terpancar di kedua mata indah Niana."Pekerjaan apa itu, Bu? Saya bersedia bekerja apa saja asal bukan yang berbahaya," ujar Niana penuh semangat, melupakan rasa lelahnya.Wanita yang belum diketahui siapa namanya itu tersenyum tipis, sedikit tak enak menawarkan pekerjaan ini."Hanya menjadi pengurus taman saja, pekerjaannya cukup ringan, namun gajinya menurut saya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saya kira kamu akan menerimanya," jawab wanita itu.Mata Niana tambah berbinar cerah mendengarnya."Benarkah? Ah, aku akan melamar di sana saja kalau begitu. Dan, apa ada kesempatan untuk saya belajar mengenai pekerjaan saya tersebut? Saya tidak berpengalaman tentang mengurus tanaman," ucap Niana tanpa melepaskan binar di wajahnya.Wanita itu segera mengulurkan tangan kanannya, seraya mengucapkan nama. "Tina, itu nama saya," ujar ibu Tina membuat Niana segera menerima uluran tangan itu."Aku Niana," balasnya."Baiklah, Niana, ini alamat rumahnya dan ini kartu milik saya. Kamu bisa masuk ke sana jika memiliki akses," ujar Tina sambil memberikan secarik kertas berisi alamat dan kartu nama miliknya.Niana dengan senang hati menerimanya."Besok masih ada waktu untuk bertemu pekerja sebelumnya, nanti kamu bisa belajar dengan beliau," jelas Tina sekali lagi sebelum akhirnya berpamitan pergi.Kini Niana kembali sendiri, menatap penuh bahagia dua benda yang ada di tangannya.Semangat, Niana!***Setelah menjelaskan secara mendetail pada petugas keamanan perumahan elit ini, akhirnya Niana diizinkan untuk masuk meskipun masih diikuti oleh satu orang petugas keamanan. "Di sini rumahnya, aku akan meninggalkanmu setelah salah satu penghuninya keluar," ujar seorang pria yang bertugas sebagai petugas keamanan di area perumahan elit ini.Tak lama setelah Niana memencet bel, seorang satpam khusus yang berjaga di salah satu rumah megah itu mendatanginya. "Gadis ini mengatakan ingin melamar bekerja di sini, dia juga memiliki kartu ini sehingga bisa masuk," ujar petugas keamanan yang mengantarkan Niana.Satpam itu menilik terlebih dahulu, memastikan jika gadis yang ada di hadapannya tidak berbahaya.Setelah memastikan semuanya, akhirnya Niana bisa masuk ke area mansion yang sangat megah itu. Bahkan untuk menuju pintu utama Niana harus berjalan kaki cukup jauh. Bahkan, peluh sudah meluncur di kening mulusnya. Tak lama setelah itu, Niana di serahkan pada kepala pelayan yang sedang sibuk
Pikiran Niana kembali mengingat hal seperti ini sebelumnya, namun tidak separah saat ini. Dulu ia hanya menangis histeris lantas dibantu oleh Prince, setelahnya tidak ada adegan memeluk, mencakar, dan melakukan tindak kekerasan lainnya. Sungguh, Niana merasa sangat bersalah pada Prince. Kini dirinya tengah mengobati luka kecil di lengan kekar itu. Terlihat sangat fokus dengan guratan penuh rasa bersalah."Tuan, jangan laporkan saya ke polisi, ya?"Permintaan Niana sontak membuat Prince yang sebelumnya memperhatikan kedua tangannya yang sedang diobati oleh Niana, menoleh pada gadis itu. "Saya akan ganti kemeja Tuan yang sobek, saya juga akan terus mengobati luka-luka ini sampai sembuh. Tapi saya mohon, jangan laporkan saya ke polisi, ya?" pinta Niana lagi dengan tatapan yang sangat memohon.Hati Prince jadi tidak karuan melihat tatapan polos itu."Hm, kemejaku mahal," jawab Prince dengan tatapan datarnya. Namun, siapa sangka jika hatinya seperti gemuruh melihat Niana yang sedang keta
“Maaf ya, Lyly? Tadi aku harus berpamitan terlebih dahulu pada Tuan,” ujar Niana sedikit tak enak hati pada Lyly yang sudah menunggunya cukup lama.Lyly menyipitkan kedua matanya, ada hal yang cukup janggal dengan perkataan Niana.“Kenapa harus berpamitan langsung pada tuan?” tanya Lyly membuat Niana mau tidak mau menjelaskannya terlebih dahulu. Lyly memang gadis yang tergolong cerewet, jadi mau tidak mau Niana harus menjelaskannya agar Lyly tidak terus bertanya.“Oh iya, tuan juga melarangku pulang di atas jam 9 malam,” lanjut Niana membuat Lyly terperangah. Sudah banyak rencana yang ia susun untuk bisa bermain sepuasnya dengan Niana malam ini, tapi kenapa waktunya sangat terbatas.“Astaga, cukup untuk melakukan apa kalau sampai jam 9 malam saja? Aku ingin nonton, makan bakso, corndog, seafood, dan yang pastinya aku ingin menikmati angin malam di taman kota! Kenapa waktunya terbatas sekali?!” oceh Lyly membuat Niana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.“Mungkin malam ini kita hanya
Lyly melirik sebentar ke arah Niana, gadis itu sudah tak sadarkan diri sedari tadi. Lyly tentu saja takut, ia takut keadaan Niana semakin memburuk.Tak lama setelah dirinya menghubungi sang kekasih, kini terlihat satu mobil melaju kencang dan berhenti tepat di samping mobilnya yang sudah menabrak pohon besar.Dua pria tampan itu segera keluar dari mobil, membuka sekuat tenaga pintu mobil milik Lyly dari kedua sisi. Prince segera membawa tubuh lemah Niana keluar, hatinya semakin tak karuan ketika melihat darah yang cukup banyak keluar dari hidung mancung gadis itu.“Bertahanlah,” lirih Prince sambil membawa Niana ke dalam mobil yang sebelumnya ia bawa.Setelah memastikan Lyly dan Niana aman berada di dalam mobil, kendaraan itu kembali melesat dengan sangat kencang untuk menuju ke rumah sakit terdekat. Jordan sama sekali tidak memperdulikan klakson dari pengendara lain ketika dirinya ugal-ugalan. Kini ada dua nyawa yang sangat penting untuk di selamatkan.Prince di kursi penumpang tenga
Di pagi harinya Prince sudah sisibukkan dengan rengekan Niana yang sudah ingin pulang. Benar-benar membuatnya pusing.“Tuan, kalau saya tidak pulang sekarang nanti tanaman yang ada di mansion akan mati, nanti halaman mansion Tuan tidak akan indah lagi,” ujar Niana dengan rengekannya. Bukan hanya memikirkan tanaman membuat Niana ingin segera pergi dari rumah sakit, namun karena suasana rumah sakit ini juga tidak nyaman. Hal yang paling dirinya benci adalah rumah sakit. “Dengar, kamu tidak akan keluar dari rumah sakit sebelum keadaanmu benar-benar sembuh total,” ujar Prince berhasil membungkam mulut Niana yang merengek ingin pulang.“Tapi—““Sudah ada orang baru yang mengurus pekerjaanmu,” potong Prince dengan cepat membuat Niana kembali membungkam mulut mungilnya yang hendak berbicara.Gadis itu tampak berpikir, jika ada orang baru yang menggantikkan pekerjaanya, apa itu artinya ia tidak bekerja di tempat tuannya ini? Kalau benar seperti itu, bagaimana dengan kebutuhan hidupnya? Dan b
Kini, Niana hanya bisa mengembuskan napas pasrah, dirinya dibawa oleh sang tuan untuk kembali ke kediaman masion mewah itu dengan alasan 'tidak boleh tinggal di tempat lain selama bekerja di bawah naungan tuan Prince'. Padahal, tidak ada perjanjian tersebut. Sedikit tidak masuk akal memang.Prince melirik sekilas pada seorang gadis yang duduk di sampingnya, tampak wajah gadis itu tertekuk masam. Dirinya pun heran, apakah masion itu tidak nyaman dibandingkan apartemen sialan itu? Padahal, kamar yang dihuni oleh Niana atau pun para pekerja lain yang tinggal di rumahnya sangatlah nyaman. Ada ac, kamar mandi di dalam, lemari, dan semua fasilitas yang sewajarnya ada di kamar. Ya meskipun masih berbeda jauh dengan kamar tuan besar yang ada di masion itu. Tapi bukankah semuanya lebih baik daripada apartemen itu? "Tuan, nanti aku kerja apa kalau sudah ada pengurus taman baru?" tanya Niana setelah cukup lama memendam hal yang ingin dirinya tanyakan ini.Prince tampak berpikir, ia sama sekali
Setelah dokter memeriksa keadaan Niana, kini semuanya sepakat untuk melakukan cuci darah pada gadis itu. Sampai saat ini pun Niana masih dalam pengaruh bius, membiarkan dirinya sendiri diurus oleh tim medis melakukan yang terbaik sesuai dengan perintah tuan Prince.Hari sudah semakin gelap, namun Prince masih setia menunggu Niana yang masih terpejam setelah beberapa jam melakukan cuci darah. Prince sendiri tidak mampu membayangkan betapa tersiksanya Niana selama ini. Terlebih lagi, ia hanya mengetahui jika Niana hidup seorang diri. Dari mana gadis ini mendapatkan uang untuk berobat segala macam? Sebelumnya, Prince sudah berusaha menyuruh orang kepercayaannya untuk mencari tahu biodata lengkap Niana. Dari mana asalnya, orang tuanya, bahkan riwayat hidupnya. Namun sayang, semuanya gagal dilakukan. Niana benar-benar seperti anak gadis sebatang kara yang berusaha hidup sendiri tanpa dampingan dari orang tua ataupun saudara yang lainnya.Bahkan, panti asuhan Niana sendiri tidak berhasil
Niana benar-benar menceritakan semuanya pada Prince. Pria itu tampak menyimak dengan baik dari seorang gadis yang telah berani mengusik relung hatinya. "Dan untuk ginjal, aku mendonorkannya pada kakakku. Dia laki-laki, anak kesayangan kedua orang tuaku. Saat itu kakak menderita gagal ginjal karena kerusakan pada salah satunya. Karena hidup satu ginjal itu tidak mudah, harus melakukan cuci darah setiap minggu bahkan lebih sering, meminum obat seumur hidup, tidak bisa bebas beraktivitas seperti sebelumnya. Alhasil, aku dipinta oleh kedua orang tuaku untuk mendonorkan ginjal kepada kakak," jeda Niana untuk menarik napas sedalam-dalamnya. Mengingat hal ini membuatnya ingin menangis keras sekarang."Awalnya kakakku menolak, tapi dengan paksaan orang tuaku pendonoran itu tetap terjadi. Bedanya, setelah aku hidup dengan satu ginjal, mereka seolah tidak peduli, mereka hanya memberikan uang untuk aku pergi berobat sendiri. Sangat berbeda dengan kakak yang sampai ditemani berobat di rumah saki