“Tadi kamu mengunjungi makam Kirana, ‘kan? Kenapa tidak terus terang padaku?” Tama yang baru saja berbaring di ranjang langsung bertanya tanpa basa-basi. “Supirku tidak mungkin bisa kamu ajak bekerja sama.” Tama yang tahu kalau Syera belum tidur langsung membalikkan tubuh wanita itu. “Aku tidak akan marah atau melarangmu kalau kamu jujur. Jadi, kenapa kamu memilih berbohong? Bagaimana kalau terjadi sesuatu di luar sana dan aku tidak tahu?” Syera merutuk dalam hati. Ia memang tak ingin Tama mengetahui dirinya mengunjungi makam sang kakak karena tidak mau ditanya macam-macam. Sebenarnya wanita itu berencana berangkat menggunakan taksi. Namun, hal itu pasti semakin memicu kecurigaan Tama. Syera sudah berpesan pada supir yang mengantarnya agar tidak perlu memberitahu ke mana dirinya pergi setelah mengunjungi makam Kuncoro. Namun, ia lupa jika semua orang yang bekerja di rumah ini pasti memberitahu aktivitasnya pada lelaki itu. “Emm … aku tidak bermaksud menyembunyikannya. Lagipula aku
“Kenapa mataku harus ditutup, Mas? Memangnya kita akan ke mana? Bagaimana kalau aku tersandung?” protes Syera setengah menggerutu karena Tama memaksa menutup matanya dengan kain begitu mereka turun dari mobil. Ketika pulang dari kantor, tiba-tiba Tama memaksa Syera yang saat itu sedang memasak di dapur untuk bersiap-siap pergi. Ternyata lelaki itu mengajaknya mengunjungi salah satu salon di dekat tempat tinggal mereka dan langsung meminta para stylish mendandaninya. Syera tak sempat bertanya karena para stylish itu langsung membawanya memasuki ruangan lain. Setelah dirinya selesai didandani oleh mereka dengan riasan yang cukup mewah, barulah ia bertanya pada sang suami ke mana mereka akan pergi karena riasan juga gaun yang dirinya pakai rasanya terlalu merah jika untuk menghadiri undangan dari rekan bisnis lelaki itu. Namun, seperti biasa, Tama lebih senang membuat Syera penasaran dan bertanya-tanya sendiri. Lelaki itu hanya mengatakan jika mereka akan mendatangi acara penting. Enta
“Maaf membuatmu kesal seharian ini. Aku sengaja melakukan itu agar kamu tidak sadar kalau orang-orang rumah sedang mempersiapkan pesta ini,” ucap Tama membongkar rencana terselubungnya memuat Syera kesal seharian ini. Syera spontan menoleh. Tak menyangka jika sikap menyebalkan suaminya adalah unsur kesengajaan. Ia menyadari hari ini para pelayan yang biasanya jarang berkeliaran tampak lebih sibuk. Tetapi, mengabaikannya karena dibuat kesal dengan sikap sang suami. Hal yang lebih mengejutkan adalah mereka mengingat hari ulang tahunnya. Entah siapa yang memiliki ide untuk merayakan ulang tahunnya. Tetapi, jujur saja ini sangat membahagiakan baginya. Sebelumnya tak pernah ada yang membuat kejutan di hari ulang tahunnya. Dulu, sang ayah hanya mengucapkan selamat ulang tahun jika ingat saja dan tidak ada perayaan spesial setelahnya. Syera mengira hal itu karena ayahnya masih mengingat ibu kandungnya. Tetapi, ternyata itu terjadi karena Kuncoro memang bukan ayah kandungnya. Wajar jika
“Huek! Huek!” Syera memejamkan mata seraya memijat pelipisnya setelah mual yang dialaminya sedikit membaik. Selama beberapa saat, wanita itu masih berpegangan pada pinggiran wastafel sembari mengumpulkan sisa-sisa tenaganya. Setelah dirasa mualnya tak akan datang lagi, barulah wanita itu membersihkan mulut dan wajahnya. Kemudian, beranjak dari toilet dengan langkah pelan karena kepalanya masih berdenyut-denyut. Padahal ia sudah meminum obat masuk angin, namun tetap saja tak ada hasil yang signifikan. Semenjak hari ulang tahun Aidan yang ke-1 seminggu lalu, Syera selalu seperti ini. Tubuhnya lemas dengan pening dan mual yang melengkapinya. Untung saja Bianca dan Rebecca sering berkunjung belakangan ini. Jadi, dirinya tidak keteteran mengurus kedua anaknya dalam keadaan seperti ini. “Kamu masih mual-mual? Yakin tidak perlu ke dokter? Suamimu akan marah besar kalau tahu kamu sakit tapi tidak mau ke dokter,” tutur Bianca yang baru saja masuk ke kamar putrinya bersama Aidan yang sedang
“Dia yang membunuh putriku!” Seruan itu membuat Syera yang berdiri di ujung lorong rumah sakit tersentak. Kepalanya sontak terangkat dan menatap ke arah wanita paruh baya yang menatapnya dengan sorot bengis penuh kebencian. Dalam sekejap, atensi semua orang yang berada di sekitar sana langsung beralih pada Syera. Melayangkan tatapan penuh permusuhan dan cemooh pada wanita itu. Di tempatnya berdiri, tubuh Syera gemetar hebat, bahkan keringat dingin mulai bercucuran dari pelipisnya. “Mereka salah paham! Yang terjadi sebenarnya tidak seperti itu!” jerit Syera dalam hati. Syera memaksakan kakinya bergerak mendekati beberapa orang yang berdiri di depan ruang IGD. Tanpa memedulikan tatapan tak bersahabat yang tertuju padanya. Wanita itu menghentikan langkah tepat di hadapan wanita paruh baya yang baru saja melontarkan kalimat mengerikan itu. “Nyonya, tolong jangan sembarangan menuduh. Aku hanya menolong putri Anda. Aku tidak melakukan apa-apa. Bahkan, aku tidak tahu apa yang terjadi pa
“Jika memang bukan kamu pelakunya, bagaimana kamu bisa menjelaskan kalung istriku di dalam tas milikmu?”Ucapan dari lelaki di hadapannya seketika membuat napas Syera tercekat. Kalung? Kalung apa yang dimaksud pria itu?"Apa maksud--"Belum sempat Syera menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba suara ketukan mengejutkan keduanya. Tama pun bergegas untuk membukakan pintu yang menunjukkan kehadiran bawahan dari pria itu.Manik Syera menatap wajah dingin sang lelaki yang seolah sedang membicarakan sesuatu yang serius, dan dalam sekejap, lelaki itu melangkahkan kakinya dengan cepat ke arahnya."Jangan pergi kemana-mana," titah Tama. Tak lama, lelaki itu pun langsung pergi meninggalkan Syera sendiri di sebuah ruangan kosong di rumah sakit. Tak peduli dengan ucapan lelaki tadi, setelah memastikan sang lelaki telah pergi, Syera segera memacu langkah keluar dari ruangan itu. Mendapati keadaan di luar ruangan tersebut sangat sepi membuat senyum di wajah wanita itu perlahan mengembang. Tanpa membu
"Aku tak akan pernah membiarkan wanita yang menghabisi nyawa istriku bisa menghirup udara segar!" ucap Tama langsung mencengkeram lengan Syera dan menyeret paksa wanita itu keluar dari ruangan.“Lepaskan aku! Aku tidak bersalah!” seru Syera dengan suara tertahan.Syera berusaha meronta dengan sekuat tenaga. Tak peduli dengan perih yang mulai menjalari pergelangan tangannya. Bagaimanapun caranya, ia harus bisa mengusir orang-orang ini sebelum ayahnya menyadari keributan yang terjadi.Namun terlambat, Kuncoro sudah terlanjur mendengar keributan yang terjadi. Pria paruh baya yang baru keluar dari kamar itu terlihat sangat terkejut melihat banyaknya orang yang berada di rumah sempitnya. Kuncoro langsung menyadari ada yang tidak beres di sini.“Lepaskan tangan Anda dari putri saya! Apa yang terjadi sebenarnya? Apa kalian tidak memiliki sopan santun sampai menerobos masuk ke rumah orang lain tanpa izin?” tegas Kuncoro dengan tatapan tajam.Tama hanya menatap Syera sekilas dengan tatapan mem
“Apa maksudmu, Tuan?!” sahut Syera tajam. Ia terkejut mendengar kata-kata terakhir yang Tama lontarkan, tetapi tetap memasang ekspresi tegasnya. “Jangan bersikap seenaknya! Dan perlu Anda tahu kalau aku tidak bersalah!” Wanita itu ingin mengurai jarak di antara dirinya dan Tama yang terlalu dekat. Namun, ruang geraknya benar-benar terbatas. Semakin ia berusaha mendorong lelaki itu, Tama malah sengaja mempertipis jarak di antara mereka. Syera tidak tahu makna kata yang Tama maksud sebenarnya. Namun, apa pun maksud dari kata-kata tersebut, sudah pasti akan merugikannya. Wanita itu sudah sangat frustasi. Segala pembelaan yang dirinya lontarkan sama sekali tidak berarti di mata lelaki itu. Padahal dirinya tidak berbohong. Setelah Syera tidak memberikan perlawanan lagi, barulah Tama mengurai jarak di antara mereka dengan mundur selangkah. Tentu saja kesempatan itu segera Syera manfaatkan sebaik mungkin dan mencari jarak paling aman. “Aku ingin kamu mengabdikan seumur hidupmu padaku. Ka