“Maaf membuatmu kesal seharian ini. Aku sengaja melakukan itu agar kamu tidak sadar kalau orang-orang rumah sedang mempersiapkan pesta ini,” ucap Tama membongkar rencana terselubungnya memuat Syera kesal seharian ini. Syera spontan menoleh. Tak menyangka jika sikap menyebalkan suaminya adalah unsur kesengajaan. Ia menyadari hari ini para pelayan yang biasanya jarang berkeliaran tampak lebih sibuk. Tetapi, mengabaikannya karena dibuat kesal dengan sikap sang suami. Hal yang lebih mengejutkan adalah mereka mengingat hari ulang tahunnya. Entah siapa yang memiliki ide untuk merayakan ulang tahunnya. Tetapi, jujur saja ini sangat membahagiakan baginya. Sebelumnya tak pernah ada yang membuat kejutan di hari ulang tahunnya. Dulu, sang ayah hanya mengucapkan selamat ulang tahun jika ingat saja dan tidak ada perayaan spesial setelahnya. Syera mengira hal itu karena ayahnya masih mengingat ibu kandungnya. Tetapi, ternyata itu terjadi karena Kuncoro memang bukan ayah kandungnya. Wajar jika
“Huek! Huek!” Syera memejamkan mata seraya memijat pelipisnya setelah mual yang dialaminya sedikit membaik. Selama beberapa saat, wanita itu masih berpegangan pada pinggiran wastafel sembari mengumpulkan sisa-sisa tenaganya. Setelah dirasa mualnya tak akan datang lagi, barulah wanita itu membersihkan mulut dan wajahnya. Kemudian, beranjak dari toilet dengan langkah pelan karena kepalanya masih berdenyut-denyut. Padahal ia sudah meminum obat masuk angin, namun tetap saja tak ada hasil yang signifikan. Semenjak hari ulang tahun Aidan yang ke-1 seminggu lalu, Syera selalu seperti ini. Tubuhnya lemas dengan pening dan mual yang melengkapinya. Untung saja Bianca dan Rebecca sering berkunjung belakangan ini. Jadi, dirinya tidak keteteran mengurus kedua anaknya dalam keadaan seperti ini. “Kamu masih mual-mual? Yakin tidak perlu ke dokter? Suamimu akan marah besar kalau tahu kamu sakit tapi tidak mau ke dokter,” tutur Bianca yang baru saja masuk ke kamar putrinya bersama Aidan yang sedang
“Dia yang membunuh putriku!” Seruan itu membuat Syera yang berdiri di ujung lorong rumah sakit tersentak. Kepalanya sontak terangkat dan menatap ke arah wanita paruh baya yang menatapnya dengan sorot bengis penuh kebencian. Dalam sekejap, atensi semua orang yang berada di sekitar sana langsung beralih pada Syera. Melayangkan tatapan penuh permusuhan dan cemooh pada wanita itu. Di tempatnya berdiri, tubuh Syera gemetar hebat, bahkan keringat dingin mulai bercucuran dari pelipisnya. “Mereka salah paham! Yang terjadi sebenarnya tidak seperti itu!” jerit Syera dalam hati. Syera memaksakan kakinya bergerak mendekati beberapa orang yang berdiri di depan ruang IGD. Tanpa memedulikan tatapan tak bersahabat yang tertuju padanya. Wanita itu menghentikan langkah tepat di hadapan wanita paruh baya yang baru saja melontarkan kalimat mengerikan itu. “Nyonya, tolong jangan sembarangan menuduh. Aku hanya menolong putri Anda. Aku tidak melakukan apa-apa. Bahkan, aku tidak tahu apa yang terjadi pa
“Jika memang bukan kamu pelakunya, bagaimana kamu bisa menjelaskan kalung istriku di dalam tas milikmu?”Ucapan dari lelaki di hadapannya seketika membuat napas Syera tercekat. Kalung? Kalung apa yang dimaksud pria itu?"Apa maksud--"Belum sempat Syera menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba suara ketukan mengejutkan keduanya. Tama pun bergegas untuk membukakan pintu yang menunjukkan kehadiran bawahan dari pria itu.Manik Syera menatap wajah dingin sang lelaki yang seolah sedang membicarakan sesuatu yang serius, dan dalam sekejap, lelaki itu melangkahkan kakinya dengan cepat ke arahnya."Jangan pergi kemana-mana," titah Tama. Tak lama, lelaki itu pun langsung pergi meninggalkan Syera sendiri di sebuah ruangan kosong di rumah sakit. Tak peduli dengan ucapan lelaki tadi, setelah memastikan sang lelaki telah pergi, Syera segera memacu langkah keluar dari ruangan itu. Mendapati keadaan di luar ruangan tersebut sangat sepi membuat senyum di wajah wanita itu perlahan mengembang. Tanpa membu
"Aku tak akan pernah membiarkan wanita yang menghabisi nyawa istriku bisa menghirup udara segar!" ucap Tama langsung mencengkeram lengan Syera dan menyeret paksa wanita itu keluar dari ruangan.“Lepaskan aku! Aku tidak bersalah!” seru Syera dengan suara tertahan.Syera berusaha meronta dengan sekuat tenaga. Tak peduli dengan perih yang mulai menjalari pergelangan tangannya. Bagaimanapun caranya, ia harus bisa mengusir orang-orang ini sebelum ayahnya menyadari keributan yang terjadi.Namun terlambat, Kuncoro sudah terlanjur mendengar keributan yang terjadi. Pria paruh baya yang baru keluar dari kamar itu terlihat sangat terkejut melihat banyaknya orang yang berada di rumah sempitnya. Kuncoro langsung menyadari ada yang tidak beres di sini.“Lepaskan tangan Anda dari putri saya! Apa yang terjadi sebenarnya? Apa kalian tidak memiliki sopan santun sampai menerobos masuk ke rumah orang lain tanpa izin?” tegas Kuncoro dengan tatapan tajam.Tama hanya menatap Syera sekilas dengan tatapan mem
“Apa maksudmu, Tuan?!” sahut Syera tajam. Ia terkejut mendengar kata-kata terakhir yang Tama lontarkan, tetapi tetap memasang ekspresi tegasnya. “Jangan bersikap seenaknya! Dan perlu Anda tahu kalau aku tidak bersalah!” Wanita itu ingin mengurai jarak di antara dirinya dan Tama yang terlalu dekat. Namun, ruang geraknya benar-benar terbatas. Semakin ia berusaha mendorong lelaki itu, Tama malah sengaja mempertipis jarak di antara mereka. Syera tidak tahu makna kata yang Tama maksud sebenarnya. Namun, apa pun maksud dari kata-kata tersebut, sudah pasti akan merugikannya. Wanita itu sudah sangat frustasi. Segala pembelaan yang dirinya lontarkan sama sekali tidak berarti di mata lelaki itu. Padahal dirinya tidak berbohong. Setelah Syera tidak memberikan perlawanan lagi, barulah Tama mengurai jarak di antara mereka dengan mundur selangkah. Tentu saja kesempatan itu segera Syera manfaatkan sebaik mungkin dan mencari jarak paling aman. “Aku ingin kamu mengabdikan seumur hidupmu padaku. Ka
"Apa pernikahannya akan dilangsungkan di sini, Tuan?" Entah dari mana, tiba-tiba seorang pria paruh baya dengan seragam khas pegawai kantor urusan agama muncul di ruangan. Sementara Tama menyapa pria tak dikenal itu dengan senyuman, setelah berseringai kepada Syera yang masih kebingungan. "Iya, lakukan sekarang karena pengantin wanitanya sudah siap." Saat itu, rasa takut langsung memenuhi sekujur tubuh Syera ketika tersadar Tama akan menikahinya. Wanita itu baru menyadari, bahwa pria yang saat ini sedang mencengkeram tangannya dengan kuat memang seorang pria gila! Merasa panik, sehingga hanya satu hal yang ada di pikiran Syera, yaitu kabur! Memanfaatkan Tama yang saat itu sedang terfokus ke arah petugas yang akan menikahkan mereka, Syera pun langsung mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menghempaskan cengkeraman di tangannya untuk lari. Netra wanita itu terarah ke sebuah jendela besar yang terbuka, sehingga dia hanya bisa lari dengan kencang demi mencapai jendela itu. "Lebih
Syera mengerutkan kening dan spontan membuka mata ketika merasakan sesuatu yang terciprat di wajahnya. Manik matanya yang sayu menatap bingung ke arah seseorang dengan pakaian hitam putih khas pelayan yang berkacak pinggang di sampingnya. “Akhirnya kamu bangun juga. Membuang-buang waktu saja menunggumu di sini. Kalau bukan karena perintah, aku tidak akan sudi menunggumu sampai bangun!” gerutu wanita muda berseragam pelayan itu sembari meletakkan segelas air yang sudah berkurang setengahnya di atas nakas. Sebelum Syera sempat membuka mulut dan menanyakan sesuatu, wanita itu sudah lebih dulu keluar ruangan. Syera memaksa mengubah posisinya menjadi duduk meski tubuh masih lemas. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Tampaknya ruangan tempatnya berada saat ini adalah sebuah kamar. Ruangannya tidak terlalu luas, hampir seukuran dengan kamarnya, tetapi tempat ini jelas lebih baik. Syera meraba wajahnya yang terasa basah, kemudian menoleh ke arah gelas air yang diletakka