"Apa pernikahannya akan dilangsungkan di sini, Tuan?"
Entah dari mana, tiba-tiba seorang pria paruh baya dengan seragam khas pegawai kantor urusan agama muncul di ruangan.
Sementara Tama menyapa pria tak dikenal itu dengan senyuman, setelah berseringai kepada Syera yang masih kebingungan. "Iya, lakukan sekarang karena pengantin wanitanya sudah siap."
Saat itu, rasa takut langsung memenuhi sekujur tubuh Syera ketika tersadar Tama akan menikahinya. Wanita itu baru menyadari, bahwa pria yang saat ini sedang mencengkeram tangannya dengan kuat memang seorang pria gila!
Merasa panik, sehingga hanya satu hal yang ada di pikiran Syera, yaitu kabur!
Memanfaatkan Tama yang saat itu sedang terfokus ke arah petugas yang akan menikahkan mereka, Syera pun langsung mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menghempaskan cengkeraman di tangannya untuk lari. Netra wanita itu terarah ke sebuah jendela besar yang terbuka, sehingga dia hanya bisa lari dengan kencang demi mencapai jendela itu.
"Lebih baik aku mati daripada menikah dengan pria gila sepertimu!" teriak Syera dengan lantang, jari-jarinya mencengkeram daun jendela.
Wanita itu tak peduli dengan kemungkinan tubuhnya yang akan rusak atau hancur lebur, namun yang jelas, pilihan itu lebih baik dibanding harus berhadapan dengan pria gila yang terus menuduhnya itu.
Syera kemudian mengangkat satu kakinya, bersiap untuk melompat sebelum sebuah tangan menangkap pergelangan kakinya dengan kuat.
"Mau ke mana, hm?" tanya Tama dengan wajah penuh peluh dan tatapan yang menatap Syera bagaikan seorang predator yang berhasil menangkap mangsanya.
Syera semakin panik, tak peduli seberapa kuat dia memberontak, pria itu tak berkutik.
“Mati sekarang terlalu mudah untukmu dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Kamu harus merasakan penderitaan setelah berani merenggut kebahagiaanku!” bisik Tama penuh penekanan sembari menarik tubuh Syera menjauh dari jendela.
Syera berusaha memberontak dengan deru napas terengah-engah. Tama memang langsung melepasnya, namun dua anak buah lelaki itu berganti mencekal kedua tangannya sangat kuat.
Nyaris saja Syera benar-benar melompat dari jendela jika Tama tidak tiba-tiba menarik tubuhnya dari belakang. Entah dirinya harus berterima kasih atau memaki lelaki yang secara tidak langsung menyelamatkannya itu. Tetapi, dibanding harus menderita seumur hidup, lebih baik ia mati sekarang juga.“Kalau begitu masukan saja aku ke penjara!” balas Syera setengah membentak.Mungkin jika dirinya dilaporkan ke pihak berwajib, mereka akan mencari tahu lebih lanjut tentang kejadian sebenarnya. Siapa tahu dengan begitu semua orang yang kini menyalahkannya dapat membuka mata.Tawa sinis langsung berurai dari bibir Tama. “Sudah aku katakan jika aku tidak akan melakukan itu! Karena aku sendiri yang akan memastikan hidupmu sengsara setelah ini! Aku akan mengikatmu agar kamu tidak bisa pergi ke mana pun lagi selamanya!”“Brengsek! Aku tidak sudi menikah dengan manusia tak punya hati sepertimu!” Syera kembali membentak dengan intonasi lebih tinggi.Tama maju selangkah seraya berkata, “Kamu lihat pria itu.” Ia menunjuk pria paruh baya yang tadi datang bersamanya dengan dagunya. “Jika kamu berani menolak atau melakukan sesuatu yang konyol lagi, aku tidak akan segan-segan menembak kepalanya di depan matamu.”Syera terbelalak mendengar ancaman Tama. Tatapannya sontak beralih pada sosok pria paruh baya yang juga tampak ketakutan. Kemudian, kembali menatap lelaki gila yang berdiri tepat di depannya.Setelah ayahnya menjadi korban, Syera tidak bisa membiarkan orang lain yang tidak tahu apa-apa menjadi korban lagi. Tetapi, tidak mungkin ia menyerahkan diri untuk kesalahan yang tak pernah dirinya lakukan.Di saat Syera masih bergelut dengan pikirannya, Tama yang tampaknya tak sabar menunggu berdeham keras. “Aku anggap diammu sebagai persetujuan.” Lelaki itu menatap dua bodyguardnya. “Bawa dia!”Syera yang semakin kehabisan tenaga untuk melawan hanya bisa pasrah ketika diseret lagi anak buah Tama. Ia dipaksa menempati salah satu kursi yang tersedia dan proses pernikahan itu pun dimulai.“Tulus nama lengkapmu dan ayahmu di sana! Jangan membantah lagi!” perintah Tama yang baru saja melempar selembar kertas di harapan Syera.Syera yang sudah tidak diikat lagi terpaksa meraih kertas itu dan mengikuti keinginan Tama. Setelahnya, wanita itu hanya bisa menunduk sembari menggigit bibir bawahnya untuk menahan isak tangis yang keluar tanpa bisa dicegah.Dalam sekejap, statusnya berubah dan tidak ada setitik pun kebahagiaan yang terasa di hatinya. Jangankan pesta meriah, penampilannya saja sudah sangat menyedihkan. Pernikahan konyol ini benar-benar menghancurkan impiannya yang ingin menikah dengan lelaki yang dicintai dan mencintainya.Setelah semuanya selesai, Syera dipaksa berdiri dan melangkah keluar dari ruangan itu. Matanya kembali ditutup oleh kain, namun kedua tangannya tidak lagi diikat. Meskipun begitu, tetap tidak ada celah untuk melarikan diri karena anak buah Tama dengan sigap mencekal tangannya.Syera kembali memasuki mobil yang sepertinya sama dengan mobil yang membawanya ke tempat ini. Perjalanan yang kali ini ditempuh tidak terlalu lama menurut perkiraan Syera yang bahkan tidak tahu ke mana lagi mereka membawanya.“Indah sekali,” gumam Syera dalam hati sesaat setelah lain penutup matanya terbuka.Sebuah bangunan megah yang berdiri kokoh di hadapannya membuat Syera tak bisa menahan decak kagum. Namun, di detik berikutnya kekaguman itu hancur tepat ketika Tama menariknya memasuki rumah merah tersebut. Tempat ini memang indah, namun ditempati oleh iblis tak berperasaan.Ada banyak wanita berpakaian seragam hitam putih yang berlalu lalang di dalam rumah itu. Pergerakan mereka terhenti ketika melihat kedatangan Syera yang diseret oleh sang tuan. Namun, setelahnya mereka kembali melanjutkan aktivitas masing-masing karena tak ingin terkena masalah.Dengan langkah terseok-seok, Syera berusaha menyeimbangkan langkahnya dengan langkah lebar Tama. Ia tidak sempat mengagumi setiap sudut rumah itu lagi karena memikirkan apa yang akan Tama lakukan setelah ini.Syera terbatuk ketika didorong ke sebuah ruangan penuh debu yang sepertinya merupakan gudang rumah ini. Ruangan tersebut cukup luas dan penuh dengan barang bertumpuk di sekelilingnya.“Bersihkan tempat ini sekarang juga!” perintah Tama tanpa memedulikan Syera yang masih terduduk di lantai.“Apa?! Kamu pikir aku pelayanmu?!” sembur Syera murka. Wanita itu berusaha bangkit dari posisinya, namun tidak berhasil karena kakinya sangat lemas.Tama membungkuk di hadapan Syera dan mencengkram dagu wanita itu, memaksanya mendongak. “Kamu pikir akan menjadi nyonya di rumah ini? Jangan bermimpi! Aku akan membuat hidupmu seperti di dalam neraka setelah ini. Jangan pernah berharap aku akan memberi belas kasihan untukmu!”“Ini baru permulaan, Syera. Setelah ini aku tidak akan membiarkan kamu hidup tenang. Kamu pasti bermimpi ingin menikah dengan lelaki yang kamu cintai dan mencintaimu? Kubur impian itu dalam-dalam karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah melepasmu!” imbuh lelaki itu seraya kembali menegakkan tubuhnya.Tama langsung melangkah pergi setelah itu dan mengunci pintu gudang dari luar. Dengan sisa-sisa tenaganya, Syera berhasil berdiri dan bergegas menggedor pintu. Berharap ada orang yang bersedia membukakan pintu. Lama-kelamaan pandangannya mulai berkunang-kunang dan tubuhnya pun meluruh ke lantai.Syera mengerutkan kening dan spontan membuka mata ketika merasakan sesuatu yang terciprat di wajahnya. Manik matanya yang sayu menatap bingung ke arah seseorang dengan pakaian hitam putih khas pelayan yang berkacak pinggang di sampingnya. “Akhirnya kamu bangun juga. Membuang-buang waktu saja menunggumu di sini. Kalau bukan karena perintah, aku tidak akan sudi menunggumu sampai bangun!” gerutu wanita muda berseragam pelayan itu sembari meletakkan segelas air yang sudah berkurang setengahnya di atas nakas. Sebelum Syera sempat membuka mulut dan menanyakan sesuatu, wanita itu sudah lebih dulu keluar ruangan. Syera memaksa mengubah posisinya menjadi duduk meski tubuh masih lemas. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Tampaknya ruangan tempatnya berada saat ini adalah sebuah kamar. Ruangannya tidak terlalu luas, hampir seukuran dengan kamarnya, tetapi tempat ini jelas lebih baik. Syera meraba wajahnya yang terasa basah, kemudian menoleh ke arah gelas air yang diletakka
“Bukannya Tuan menganggapku sebagai pembunuh istrimu? Dan bagaimana dengan bayi mungil ini? Bukankah aku bisa lebih mudah lagi menghabisinya jika aku mau? Bahkan, dia tidak bisa melawan saat aku—aakhh!” Dalam hitungan detik, Tama bergerak maju dan mendorong tubuh mungil Syera ke dinding. Kobaran amarah terpampang jelas dari manik matanya yang tampak datar. “Berani kamu melakukan itu, aku pastikan hidupmu akan jauh lebih menderita dari sekarang!” Mengabaikan nyeri yang menyerang punggungnya, Syera tetap mempertahankan senyum angkuh yang terpatri di wajahnya. “Silakan saja jika Anda ingin melakukan itu, Tuan. Tapi, bukankah itu tidak akan berguna lagi jika aku benar-benar melenyapkan putri kesayanganmu?” Segila apa pun dirinya, sudah jelas Syera tidak akan pernah melakukan itu. Mengorbankan bayi yang tak berdosa dan belum mengerti apa-apa demi dendam semata. Ia hanya sedikit menggertak, namun bisa dipastikan tepat sasaran melihat bagaimana ekspresi murka di wajah Tama saat ini. Orang
Tama kembali menarik diri tak lama kemudian. Seulas senyum sinis tersungging di bibirnya melihat wanita di bawahnya yang tampak ketakutan. Tak terlihat rasa bersalah sedikitpun dari wajahnya, bahkan lelaki itu sengaja menatap Syera dari atas sampai bawah dengan sorot menilai. “Apa kamu pikir tubuhmu menarik di mataku?” Pertanyaan sinis itu berhasil menggores harga diri Syera sebagai wanita. Ditambah lagi dengan tatapan kurang ajar lelaki itu yang seakan sedang menelanjanginya. Setelah Tama tidak lagi mengunci tubuhnya, ia bergegas bangkit dari posisinya. Kemudian, merapikan pakaian yang melekat di tubuhnya. Syera bersumpah tidak akan menggunakan pakaian ini lagi maupun pakaian sejenisnya. Syera menatap Tama yang berdiri angkuh di hadapannya dengan sorot penuh kebencian. Wanita itu langsung mengelap bibirnya yang basah karena ulah Tama. Ia benar-benar tidak rela ciuman pertamanya diambil oleh seseorang yang sangat dibencinya. Tama yang sedari tadi memperhatikan Syera berdecih sinis.
“Apa? Kalung yang sama? Apa yang Tuan maksud sebenarnya?” sahut Syera seraya memutar tubuhnya menghadap Tama. Kemudian, melirik kalung di yang ada tangannya. “Tidak mungkin aku memiliki kalung yang sama dengan istrimu, Tuan.” Meskipun kalung miliknya memang memiliki desain yang unik, namun tidak mungkin sama dengan milik mendiang istri Tama. Kalaupun memang mirip, sudah pasti harganya berbeda sangat jauh. Bukannya ia meragukan pemberian orang tuanya, tetapi barang milik orang kaya pasti memiliki harga yang fantastis. “Kalung seperti ini mungkin dimiliki banyak orang, Tuan. Desainnya memang mirip, tapi bukan berarti hanya satu orang yang memilikinya. Kalung ini pemberian ibuku, hanya kalung biasa. Tidak mungkin sama dengan kalung yang istri Tuan miliki!” sambung wanita itu tanpa ragu. Tama melangkah maju dan menarik tangan Syera yang sedang menggenggam kalung itu. “Biasa? Apa kamu tidak bisa membedakan mana berlian langka dan berlian biasa? Lihat sendiri! Dan perlu kamu jika kalung
Ringisan pelan lolos dari bibir Syera yang spontan menyentuh keningnya. Manik matanya menatap lurus-lurus ke arah wanita paruh baya yang tampak ingin menelannya hidup-hidup itu. Ia tidak mengerti mengapa wanita itu tiba-tiba menyerangnya. Namun, sepertinya mereka pernah bertemu sebelumnya. Pelan-pelan Syera berusaha bangkit dari posisinya dengan tatapan waspada. Khawatir wanita paruh baya di hadapannya ini kembali menyerangnya. “Kenapa Anda tiba-tiba menyerangku? Apa salahku, Nyonya?” tanya wanita itu bingung. Di detik berikutnya, Syera langsung mengingat di mana dirinya pernah bertemu dengan wanita paruh baya ini. Di rumah sakit tempo hari. Dan barusan wanita paruh baya ini juga menyebut ‘anakku' dan ‘menantuku'. Sepertinya wanita ini adalah ibu kandung Tama. “Kamu masih bertanya apa salahmu? Kamu benar-benar tidak tahu diri! Setelah membunuh menantuku, kamu berani menginjakkan kaki di rumah ini, hah?! Harusnya kamu sudah membusuk di penjara!” bentak wanita paruh baya bernama Rebe
Suara bariton Tama yang tiba-tiba terdengar itu membuat Syera terlonjak. Buru-buru ia menyimpan kembali figura foto mendiang istri Tama itu. Namun … PYAR! Syera yang panik hanya menyimpan asal figura tersebut dan akhirnya benda itu malah jatuh di samping nakas dan pecah. Syera semakin panik dan langsung berjongkok untuk mengambil benda tersebut. Tama pasti mengamuk karena dirinya telah menghancurkan benda yang sangat berharga. “Aw!” Ujung telunjuknya tak sengaja tergores serpihan kaca figura yang telah hancur itu. “Apa yang kamu lakukan?! Minggir!” sentak Tama yang langsung mendorong Syera menjauh dari sana. Ia langsung mengambil foto Kirana—mendiang istrinya dari serpihan figura tersebut dan memastikan foto itu tidak rusak. Dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat, Syera bangkit dari posisinya. Mengabaikan jemarinya yang terluka dan masih mengeluarkan darah, ia lebih takut mendapat hukuman tidak masuk akal lagi dari lelaki di hadapannya yang tampak sangat murka itu. “Siap
Langkah Utari spontan terhenti setelah mendengar pertanyaannya. Syera pun sontak menghentikan langkahnya dan memperhatikan gelagat aneh yang ditunjukkan oleh wanita di hadapannya. Sudah sejak lama ia menyadari ada sesuatu yang disembunyikan Utari. Syera tak ingin berpikiran negatif, apalagi pada Utari, satu-satunya orang yang berpihak padanya saat ini. Namun, gelagat aneh yang wanita paruh baya itu tunjukkan membuatnya semakin penasaran. Siapa tahu saja Utari mengetahui sesuatu yang dirinya perlukan untuk mencari bukti. “Kenapa kamu malah menanyakan hal seperti itu? Mana mungkin aku tahu siapa yang melakukannya. Sudahlah, jangan berpikir macam-macam. Fokus saja mencari bukti jika kamu tidak bersalah,” sahut Utari setelah lama terdiam. Kemudian, wanita paruh baya itu kembali melanjutkan langkah dengan terburu-buru, seolah sengaja menghindar. Syera yang merasa belum puas atas jawaban Utari bergegas mengejar wanita paruh baya itu. Ia ingin mendapatakan kejelasan sekarang juga. “Justru
Sontak saja, Syera langsung mengubah posisinya menjadi duduk sembari mengeratkan selimut yang membalut tubuhnya. Ia menatap lelaki yang sedang sibuk membereskan sesuatu di lantai, tepat di samping ranjang yang ditempatinya. Jika dilihat dari penampilan lelaki itu, sepertinya dia adalah seorang dokter. Dan alat-alat yang lelaki itu bereskan juga merupakan peralatan medis. Menyadari itu, Syera segera bangkit dari ranjang dan membantu dokter itu. “Maaf, aku tidak sengaja menjatuhkannya dan membuat gaduh. Kamu jadi terbangun. Tapi, aku malah senang karena aku bisa melihat mata indahmu. Ternyata istri baru Tama secantik ini, pantas saja dia menyembunyikanmu,” tutur dokter tampan itu serampangan. “Aku sampai lupa memperkenalkan diri. Namaku Dareen. Kamu Syera, ‘kan?” Syera yang masih terkaget-kaget melihat sikap mengejutkan dokter bernama Dareen itu tetap membalas uluran tangan lelaki itu. Nyawanya masih belum terkumpul dan dirinya malah disuguhi dengan sikap aneh dokter yang menangan