Share

Istri Sewaan CEO Duda
Istri Sewaan CEO Duda
Author: Skuka_V

1. Pertemuan Pertama

"Dengar, Naura! Enggak ada salahnya kamu cuti kuliah dan mengejarnya tahun depan."

"Benar! Kasihan kakakmu yang mau melanjutkan S2-nya di Amerika."

Naura Anindya terdiam mendengar ucapan kedua orang tuanya.

Sejak kecil, kakak perempuannya selalu menjadi prioritas orang tuanya, sedangkan dia selalu di-nomor-dua-kan.

Padahal, kakaknya itu tidak pernah bekerja sejak lulus S1. Dia juga tak terlihat ingin mencari pengalaman kerja sama sekali.

Lantas, haruskah Naura mengalah?

"Maaf, Mah. Aku akan tetap kuliah," tolaknya memberanikan diri, "walau tanpa biaya dari kalian."

Ucapan Naura itu sontak membuat ketiga orang di hadapannya terkejut.

“Naura Anindya!” bentak sang ayah, “Berani kamu melawan?”

“Jika kamu yakin bisa membiayai kuliahmu, sekalian saja kamu pergi dari rumah ini!”

Naura mengepalkan tangan–menahan emosi.

Namun, dia sungguh lelah.

Tanpa kata, Naura memilih segera menaiki anak tangga—masuk ke dalam kamarnya.

Dimasukkannya semua pakaian ke dalam koper dan bersiap pergi.

Sayangnya begitu dia membuka pintu kamar, Adelia–sang kakak–sudah menunggunya.

"Kamu mau ke mana?" ketus perempuan itu, “Emangnya kamu pikir gampang cari pekerjaan buat membiayai hidupmu sendiri? Apa susahnya sih mengalah setahun?”

Mendengar itu, Naura sontak menatap tajam sang kakak. "Kenapa aku yang harus berhenti kuliah?”

“Kenapa gak Kakak aja yang menunda kuliah kakak di Amerika dan menggunakan ijazah S1 kakak itu dulu untuk cari kerja?” lanjutnya memberanikan diri.

Ini adalah pertama kalinya Naura melawan begitu keras.

Hal ini jelas membuat Adelia murka.

"Maksud kamu?" bentaknya, "Kamu pikir ijazah S1-ku enggak berguna gitu?"

Tanpa basa-basi, Adelia menarik rambut Naura dengan kencang, hingga kepala perempuan itu tetarik ke belakang.

"Sialan, Kau!" makinya pada Naura.

"Arrgh,” erang Naura kesakitan, “Lepas, Kak! Aku hanya bicara fakta. Jika kakak langsung S2, perusahaan mana yang mau menerima?”

“Sekarang, mereka mencari orang yang pengalaman kerja segudang!"

Setelahnya, Naura tak tinggal diam.

Dia berusaha melepaskan diri dari Adelia.

Namun, kakak perempuannya itu sepertinya tak siap dengan perlawanannya, sehingga ia pun tersungkur di lantai.

"Mama! Tolong aku!" rengek Adelia mendadak.

Suaranya jelas memancing kepanikan sang ibu dan ayah.

"Naura! Apa yang kamu lakukan?" teriak wanita tua itu pada Naura.

Plak!

Sebuah tamparan mendadak mendaarat di pipi Naura.

Gadis itu jelas tak menyangka jika ayah yang selama ini selalu melindungi kini malah berbuat kasar kepadanya.

"Ayah ...." lirihnya, pedih.

Pria tua itu juga tersentak dengan apa yang dia lakukan.

Hanya saja, emosinya semakin memuncak kala melihat Naura memilih menarik kopernya menuju luar rumah.

"Naura!” bentaknya, “Sekali kamu keluar dari rumah ini, jangan harap bisa menginjakkan kakimu kembali!"

Naura menghentikan langkahnya dan menatap pedih sang ayah. "Aku enggak akan pernah menginjakkan kakiku di rumah ini lagi."

Dengan tekad kuat, Naura keluar dari rumah itu.

Tak peduli bahwa dia hanya bermodalkan pakaian serta motor butut bekas sang kakak yang selalu dia pakai.

***

"Serius kamu mau kerja?"

Teman Naura memastikan kembali apa yang dia dengar.

Dia bahkan sampai menghampiri Naura yang sedang menyeduh mie instan untuk disantap.

"Iya, aku harus mencari uang untuk biaya kuliah," balas gadis itu pada akhirnya, “Kerja apa aja aku mau yang penting menghasilkan uang, La"

Naura memang butuh uang secepatnya. Ditambah lagi, dia tak punya tempat untuk berlindung.

Tak mungkin jika dia merepotkan temannya terus-menerus, kan?

Sementara itu, Lala hanya mengangguk saja.

Namun, sudut bibirnya terangkat ketika ponselnya bergetar.

Lala pun sedikit menjauh agar Naura tak mendengar pembicaraannya.

"Halo, Sayang," sapanya.

“Kamu mau ketemuan di mana? Lalu, adakah dresscode yang harus kupakai?”

" ... "

Benar saja, Naura tak menangkap inti percakapan itu. Hanya saja, mengetahui Lala akan pergi, dia menunjuk dirinya agar ikut serta.

"Ish ... kamu beneran mau ikut? Kerjaan aku tuh kotor, tapi duitnya banyak. Aku enggak mau ngerusak kamu, nanti aku cari kerjaan yang lain saja."

"Memangnya kamu kerja apa?"

"Jualan," jawab Lala sambil memakan mie yang sudah matang.

"Wah, hebat banget! Pantes kamu bisa tinggal di apartemen begini. Ternyata kamu pebisnis," puji Naura kagum.

Mendengar itu, perempuan di hadapan Naura hanya bisa menghela napas.

Dia kesal karena sahabatnya itu sepertinya tidak paham dengan arah pembicaraan mereka.

Tapi, dijelaskan pun, Lala sanksi jika Naura paham.

"Habis makan, ganti pakaianmu,” ucapnya pada akhirnya, “temani aku kerja."

"Siap!" seru Naura bersemangat lalu menghabiskan mie yang ia buat.

Hanya saja, semangat itu mulai runtuh kala Naura tiba di tempat tujuan.

Dentuman musik menggema, menghipnotis para pengunjung yang sedang berada di batas kesadaran.

Mereka melenggak-lenggokkan tubuhnya mengikuti irama yang dimainkan seorang DJ.

"La, kita—?”

Belum sempat berbicara, sang sahabat memotong ucapannya, “Kamu tunggu di sini ya. Aku ke meja situ dulu."

Terpaksa, Naura mengangguk sambil memperhatikan Lala yang berjalan ke sebuah meja.

Dia memicingkan matanya kala melihat Lala dirangkul seorang pria.

Hanya saja, mendadak pria di meja yang sama duduk menatap ke arah Naura.

Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi tak lama Lala melambaikan tangan ke arah Naura.

"Sini!"

Tak menunggu lama, gadis itu pun berjalan mendekati Lala. "Kenalin ini temen aku, namanya Naura."

Naura hanya tersenyum menyapa dua orang pria yang sedang duduk.

"Kamu ‘gak turun, Arkan?" ucap pria yang sedari tadi merangkul bahu Lala.

Pria yang dipanggil Arkan itu pun duduk tegap–membuat Naura bisa melihat wajahnya dengan jelas.

"Ganteng banget," batin Naura tanpa sadar memperhatikannya.

Dengan mata tajam, pria itu pun bergumam entah apa dan menyeruput minuman yang ada di gelasnya.

Hanya saja, Lala dan pasangannya tampak mengangguk. Mereka pun berdiri–menuju lantai dansa.

"Tunggu di sini ya, aku ke sana dulu," pamitnya pada Naura yang terdiam.

Jujur, gadis itu tidak tahu harus berkata apa.

Cukup lama keduanya terdiam, hingga akhirnya suara bariton pria di sampingnya terdengar. "Apa kamu mau minum?"

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Jaritelunjuk
suka ceritanya
goodnovel comment avatar
Rasmawati Sombuo
Lumayan keren ceritanya
goodnovel comment avatar
Wawan Saja
sepertinya menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status