Saat fajar menyingsing, Aria terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dia mengerjapkan matanya menatap ke sekeliling dengan linglung.
Dia perlahan-lahan mendapatkan kembali akal sehatnya. Kenangan segar dari kegilaan semalam muncul di benaknya. Wajahnya memucat melirik pria yang tertidur di sebelahnya dalam keadaan tanpa busana selain selimut yang menutupi tubuh mereka.
Dario Clark, tuan muda dari keluarga Clark, adalah seorang pengusaha muda yang sukses, sekaligus pacar dari sahabat Aria, Hanna Stewart.
Aria beberapa kali melihatnya saat bertemu dengan Hanna.
Apa yang harus dia lakukan?
Aria mencengkeram rambutnya frustrasi memikirkan sahabatnya. Bagaimana dia bisa tidur dengan kekasih sahabatnya?!
Aria merasa buruk pada dirinya dibandingkan dia kehilangan keperawanannya pada pria yang menjadi kekasih sahabatnya.
Aria tidak ingin menghianati sahabatnya. Tanpa menunggu lelaki bangun, dia diam-diam keluar dari selimut dan memakai gaunnya yang berserakan di lantai dengan kecepatan kilat, lalu terburu-buru keluar dari kamar hotel itu. Dia bahkan tidak meminta pertanggungjawaban dari pria itu karena kehilangan keperawanannya.
Beberapa saat kemudian, Dario perlahan bangun. Matanya menyipit melihat tempat di sampingnya kosong.
Wanita itu sudah pergi.
“Wanita sialan!” umpatnya kesal.
Seharusnya dialah yang meninggalkan para wanita itu setelah melakukan one-night-stand.
Baru kali ini ada yang berani meninggalkan seperti yang selalu dia lakukan setelah one-night-stand dengan para wanita itu. Dario sangat marah karena ini melukai harga dirinya.
Dario bangun dan bersandar di kepala ranjang. Dia mngambil rokoknya di atas nakas. Matanya tanpa sengaja melihat noda darah di atas seprei.
Dia sesaat membeku. Sudut bibirnya yang terselip rokok, sedikit melengkung.
“Menarik.”
...
Aria turun dari taksi ketika dia sudah sampai di depan gerbang rumah mewah keluarga Crowen.
Memandang gerbang mansion yang berdiri megah, Aria tidak merasakan kehangatan pulang ke rumahnya. Sebaliknya dia merasa hatinya dingin.
Rumah ini adalah milik ibunya, Delia Garrett. Ayahnya, Stefan Crowen berasal dari keluarga biasa beruntung menikahi ibunya yang berasal dari keluarga kaya.
Namun setelah ibunya meninggal karena melahirkan adik laki-laki Aria. Tak lama setelah ibunya meninggal, Stefan membawa pulang seorang wanita yang menjadi simpanannya dan anak perempuan lainnya yang disembunyikan di luar.
Perusahaan Quin yang dulunya milik ibunya diambil alih oleh Stefan dan ibu tiri Aria. Tidak hanya itu, Ibu dan saudara tirinya mulai menindas Aria. Namun Stefan acuh tak acuh melihat penderitaan Aria di bawah penindasan ibu dan adik tirinya.
Sejak saat itu kehidupan Aria selalu suram di bawah penindasan ibu dan adik tirinya.
Ayah yang dulu memanjakan dan menyayanginya kini membuangnya, pun dengan adik laki-lakinya yang terlahir sakit-sakitan.
Ramus, adik laki-laki Aria tidak mendapat perawatan memadai dan hanya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Ayahnya bahkan tidak peduli pada putra satu-satunya karena sakit-sakitan dari sejak kecil.
Aria menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Dia berusia 22 tahun seharusnya meninggalkan rumah ini untuk hidup mandiri.
Namun jika dia keluar dari rumah ini, ayahnya akan semakin tidak peduli padanya dan tidak akan mengirim uang bulanan untuk memenuhi, biaya rumah sakit Ramus, kebutuhan hidup dan kuliahnya.
Aria bertahan tinggal di rumah yang seperti neraka demi biaya kuliah dan perawatan rumah sakit adiknya.
Dia harus hidup di bawah penindasan ibu tiri dan Melissa, dan sedikit belas kasih ayahnya yang acuh tak acuh.
Dia berjalan dengan semangat rendah memasuki rumahnya.
Dengan langkah cepat dia menaiki tangga ke kamarnya untuk menghindari pertemuan dengan Melisa dan Emily, ibu dan adik tirinya.
“Liat siapa yang menyelinap ke rumah kami seperti tikus.”
Suara yang sarat akan penghinaan terdengar dari atas tangga.
Aria menegang, dia mendongak memandang sosok gadis cantik berambut pirang di atas tangga.
Melissa berdiri angkuh di atas tangga memandang rendah Aria sambil menyilangkan tangannya di depan dada.
Aria menarik napas dalam-dalam untuk menguatkan dirinya.
Dia dan Melissa seumuran. Itu sangat menyakitinya karena ayahnya menghianati ibunya teramat dalam hingga memiliki anak perempuan lain yang seumuran dengan Aria.
Berarti selagi menikah dengan ibunya, Stefan sudah mengkhianati ibunya lebih dulu.
Memandang Melissa yang berdiri angkuh di depannya tanpa rasa bersalah karena mengirim para pria untuk memperkosanya.
“Melissa, apa benar kau mengirimkan beberapa laki-laki untuk memperkosaku?” Dia memberanikan diri untuk bertanya.
Dia selalu takut pada Melisa dan ibu tirinya. Mereka adalah orang yang kejam dan menyiksanya setiap saat di rumah.
Dia selalu takut pada Melisa dan ibu tirinya. Mereka adalah orang yang kejam dan menyiksanya setiap saat di rumah.Melisa menyilangkan tangannya di depan dada dan tersenyum licik.“Benar. Bagaimana rasanya menghabiskan malam dengan kelompok pria? Apa mereka sangat memuaskanmu?” Dia memandang Aria dengan penuh penghinaan dan jijik.“Kamu, mengapa kau begitu tega!” Aria menatapnya tidak percaya.Melisa tersenyum sinis saat dia mendekati Aria dan berhenti di depannya.“Karena aku membencimu! Jika bukan karena kamu, Kevin yang akan dijodohkan denganku. Putri tertua keluarga Crowen seharusnya aku. Aku putri sah yang sesungguhnya!”“Melisa, aku dan Kevin dijodohkan sejak kecil. Kau pikir keluarga Derrick akan menjodohkan Kevin denganmu hanya karena kamu anak ayah juga?" kata Aria tak habis pikir dengan pemikiran Melissa yang tidak memiliki kesadaran diri.Ekspresi Melissa menjadi gelap. Dia memeloto
“I-ibu ... anak ... anakku. Tolong anakku Bu. Perutku sakit.”Kevin mendengar itu segera berlutut di sampingnya dengan ekspresi panik dan cemas.“Melissa, kamu baik-baik?”Melissa meraih tangan Kevin dan menangis menyedihkan.“Kevin, perutku sakit ... anak kita ... tolong selamatkan dia ....” isaknya menggenggam tangan Kevin erat dan menatapnya memohon.Darah sedikit mengalir dari bawah gaunnya.“Kevin, bantu selamatkan Melissa, dia tidak boleh kehilangan bayinya. Itu anak kamu!” Emily berpura-pura cemas dan berteriak memohon pada Kevin.Kevin ketakutan mendengar kata-kata Melissa dan Emily.“Bertahanlah, aku akan membawamu ke rumah sakit.” Dia meraih tubuh Melissa dari pangkuan Emily dan mengendongnya sambil berdiri.“Anak?” Aria mendengar percakapan mereka membeku.Bagaimana Melissa bisa mengandung anak Kevin? Kevin adalah tunangannya!
Sesampainya dia di rumah sakit, Aria bertanya kamar rawat Melissa di meja resepsionis.Setelah mendapatkan nomor kamar Melissa, Aria menuju ke lantai tujuh yang dikhususkan untuk pasien VIP.Aria berhenti di depan pintu kamar rawat Melissa yang tertutup. Dia mengangkat tangannya ragu-ragu ingin membuka pintu itu.Dia mendengar suara Melissa dari dalam tampak sedang mengobrol riang.Saat Aria mengintip dari balik kaca kecil di pintu, dia melihat keluarga Derrick sedang mengobrol hangat dengan Stefan dan Emily.Kevin duduk di sebalah Melissa yang mengenakan pakaian pasien dan mengupas jeruk untuknya. Dia merawatnya seperti seorang suami. Mereka seperti pasangan yang mesra.Aria mengepalkan tangan di sisi tubuhnya melihat adegan itu dari balik kaca.Wajah semua orang sangat ceria, tidak seperti keluarga Derrick terganggu dengan berita kehamilan Melissa yang mengandung anak Kevin yang merupakan tunangan Aria.Aria menarik napas dal
Kevin mencengkeram ponsel Emily erat-erat dan menatap Aria dengan mata merah menahan amarah.“Tidak pernah berselingkuh? Lalu apa ini?!” Kevin menunjukkan foto-foto Aria ke wajah gadis itu kasar.“Kamu berpura-pura menyedihkan menuduhku berselingkuh dengan Melissa dan bahkan ingin membunuh anakku? Tapi lihat dirimu berselingkuh dengan banyak pria berbeda di belakangku, kamu jalang menjijikkan!” ujar pria itu meludah dingin.Wajah Aria sangat pucat melihat foto-foto yang memuat wajahnya bersama pria yang sama sekali tidak dikenalnya.“Itu bukan aku, Kevin percayalah padaku, aku tidak-tidak mengenal pria-pria itu,” ujarnya membantah kalut.“Kevin, biar Ibu lihat.” Kate menghampiri Kevin dan meminta ponsel Emily.Kevin menyerahkan ponsel Emily padanya dengan ekspresi muram.Emily tersenyum puas melihat Kate melihat foto-foto Aria yang seperti pelacur.Dia tak lupa mengompori, &
Kevin membanting pintu dengan keras hingga menarik perhatian beberapa pengunjung yang lewat.Mereka berbisik-bisik melihat seorang gadis duduk di lantai dengan menyedihkan.Di ujung lorong seorang pria berjas hitam dengan jahitan khusus dan mewah berhenti sesaat. Dia mengernyit menatap gadis yang duduk di atas lantai rumah sakit. Tangannya di masukan ke dalam saku celananya menatap Aria dari kejauhan dengan ekspresi datar.“Tuan Clark, ada apa?” Sekretaris di sebelahnya bertanya melihat Dario tiba-tiba berhenti.Dario tidak menjawab, dia menatap lurus gadis yang masih duduk di lantai.Aria menyadari pandangan para pengunjung pada dirinya. Dia dengan cepat.Dia dengan cepat bangkit sambil menghapus air matanya. Pipinya terasa perih saat dia mengusap air matanya. Aria meraba pipinya dengan ekspresi muram. Bayangan saat Kate menamparnya terbayang-bayang dalam benaknya. Baik ayahnya dan Kevin hanya menatapnya dengan mata dingin saat
“Apa yang kamu tunggu, cepat pergi dari sini sebelum kami memanggil satpam untuk mengusirmu!”Aria mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin berharap kasih sayang pada Stefan lagi. Dia menatap ayahnya dengan berani.“Ini rumah ibuku, aku tidak akan pergi dari rumah ini!” serunya mengepalkannya.“Yang seharusnya pergi dari rumah ibuku adalah kalian!”Raut wajah Emily dan Stefan sontak berubah. Stefan mengangkat tangannya menampar Aria.“Anak kurang ajar!”Suara tamparan itu bergema di halaman.Melissa dan Emily menutup mulut terkejut melihat Stefan menampar Aria untuk pertama kalinya. Namun raut wajah mereka berubah menjadi ekspresi puas dan mengejek pada Aria.Aria membeku, kepalanya menoleh ke samping akibat tamparan keras Stefan. Wajahnya yang memar parah semakin memar dan bengkak karena tamparan ayahnya.Aria memegang pipinya sambil menoleh menatap Stefan, mat
Ketika Aria sampai di rumah sakit. Dia melihat kamar rawat Ramus VIP di pindahkan ke bangsal biasa.Aria bersyukur rumah sakit tidak segera mencabut peralatan medis dari tubuh Ramus dan tidak menyebabkannya meninggal.“Terima kasih suster.” Aria berterima kasih pada suster yang bertugas jaga merawat bangsal adiknya.“Apa kamu keluarga dari pasien ini?” Suster itu bertanya sambil memegang papan grafik di tangannya.Aria menganggukkan kepalanya.“Benar suster, saya kakak Ramus.”“Keluargamu sudah mencabut biaya perawatan pasien. Kami tidak bisa merawat pasien ini lagi dan harus mencabut peralatan medis di tubuh pasien. Jika Anda ingin melanjutkan perawatan pasien, mohon untuk segera membayar biaya rumah sakit atau kami harus dengan terpaksa mencabut peralatan medis di tubuh pasien,” ujar Suster itu membaca catatan medis Ramus di tangannya.Aria meraih tangan suster itu dengan cemas.
“Sayang, ini rumah sakitmu kan, bisakah kamu membebaskan Aria dari membayar biaya perawatan adiknya demi aku? Aria sudah dianiaya oleh keluarganya, dia tidak bisa membayar biaya rumah sa—““Jangan!” Aria berseru tiba-tiba memotong ucapan Hanna.Hanna menoleh menatapnya dengan tatapan bertanya. Sementara ekspresi Dario sangat datar.“Jangan lakukan itu. Aku bisa membayar biaya rumah sakit adikku,” ujarnya dengan ekspresi tenang.“Mengapa kamu menolak? Aku ingin membantumu mengurangi bebanmu. Aku tahu kondisimu lebih baik daripada orang lain. Kamu tidak bisa membayar biaya rumah sakit Ramus apalagi setelah ayahmu tidak peduli lagi pada Ramus,” ujar Hanna mengerucutkan bibirnya cemberut.Aria menarik napas dan menatap sahabatnya dengan senyum dipaksakan.“Aku tahu kamu bermaksud baik. Terima kasih. Tapi aku tidak ingin berutang budi padamu.”Terutama Dario, lanjut Aria dalam hati.