Bab 9 Kejutan di pagi hariBening menggigit bibir bawahnya, getir. Diakuinya asumsi Elang beralasan.Iswati bergeming, ia lalu duduk di samping suaminya. “Pa, apa benar begitu?” Ia tak dapat menyembunyikan garis – garis ketegangan di wajahnya kentara sekali.Gatot yang mulai tadi mendengarkan percakapan anak dan istrinya menjawab dengan suara gamang. “Ngomong – ngomong, di mana sertifikat rumahmu?”JRENGBening terkesiap! Lidahnya mendadak kelu. Tangannya mulai berkeringat, membayangkan hal buruk yang akan terjadi. Ia sama sekali tidak kepikiran untuk membawa atau mengambilnya. “Ada di brangkas rumah.”Tubuh Iswati semakin menegang. Ketakutan mulai merayap di dadanya, mengingat, ia tahu, bagaimana pengorbanan Bening untuk membeli rumah tersebut. “Apa Ibra tahu password brankasnya?” Pertanyaan konyol yang ia tanyakan. Ibra dan Bening pernah serumah dan status mereka suami istri. Tapi tetap saja ia menginginkan jawaban yang berbeda dari anaknya.Bening mengangguk lemah. “Di sana juga ad
Bab 10 Tanda tangan palsu“Jangan asal ngomong kamu ya, ini rumah saya, enak sekali kamu mengaku – ngaku rumah orang!” protes si ibu berdaster itu.Pak Alwi menautkan kedua alisnya. “Tolong jangan ribut. Jika kalian terus ribut, kita tak bisa mengetahui duduk perkaranya. Sebaiknya kita duduk dan membicarakan masalah ini baik – baik,” pintanya bijakKe lima orang itu lalu duduk di ruang tamu.“Coba jelaskan Pak Rahman, bagaimana Anda bisa menuduh Ibu Bening dan adiknya pencuri di sini?”Pak Rahman – pria bersarung itu menceritakan kronologisnya. “Jadi begitu ceritanya, Pak.”Pak Alwi manggut – manggut. Dia melihat ke Bening yang tampak cemas. “Sekarang, tolong gantian Ibu Bening yang bercerita, biar saya tidak salah paham.”Bening menarik napas dalam – dalam sebelum bicara. “Rumah ini adalah rumah saya, Pak RT. Saya membelinya saat masih lajang, sebelum menikah dengan Mas Ibra. Beberapa bulan lalu, perkawinan kami diterpa badai. Mas Ibra dan selingkuhannya, Intan mengusir saya bersama
Bab 11 Melabrak Besan“Lho, kok nanya saya, memangnya situ tidak punya anak, tanya dong sama Bening, kok jauh – jauh datang ke sini menanyakan di mana anak lanang saya?” Tangan Herni merapikan rambutnya. “Ibu Besan, jangan asal menuduh anak saya, menjual rumah Bening dengan tanda tangan palsu. Buktinya mana? Apa Ibu Besan tidak takut saya melaporkan Ibu Besan karena mencemarkan nama baik keluarga terpandang saya.”Iswati gemas sekali dengan jawaban besannya. “Untuk apa saya jauh – jauh datang ke sini, kalau Bening tahu di mana Ibra? Apa Ibu tahu apa yang dilakukan Ibra? Apa Ibu pernah kepikiran untuk menengok Evan? Ini sudah 6 bulan lho, saya belum pernah lihat Ibu datang menengoknya.”Iswati menarik napas panjang, sebelum melanjutkan kalimatnya. “Oh ya, saya lupa, Ibu Besan sibuk sekali shopping dan jalan – jalan ke Luar Negeri bersama teman – teman sosialita, menghabiskan uang anak dan menantunya. Hingga tidak tahu Ibra selingkuh dengan Intan asistennya! Asal Ibu tahu, Ibra telah me
Bab 12 ManipulatifAndini tidak mau mengalah. Dia menggedor – gedor pintu. “Pak, tolonglah, ini darurat! Istri Pak Zulfikar berselingkuh dengan suami sahabat saya. Saya mau meminta penjelasan.” Akan tetapi sipir penjara tersebut mengabaikan teriakan Andini.“Sudahlah! Kita pulang saja,” ajak Bening dengan nada kecewa.“Tidak bisa begitu dong, Be. Kita sudah jauh – jauh datang ke sini mau mencari tahu tentang Intan, masak kita mau mengalah.”“Jika Zulfikar tidak mau menemui kita, terus kita bisa apa?” ucap Bening. Matanya terkulai layu. Ia bersedih dan merasa semua jalan yang ditempuhnya buntu. Kemudian ekor matanya menangkap sosok wanita yang dicarinya, keluar mengendap - ngendap dari arah pintu pengunjung.“Intan!” sontak Bening mengejarnya.Intan terkejut saat melihat Bening berlari ke arahnya. “Sialan!” rutuknya kesal sembari berlari menjauh, sayangnya dia kerepotan dengan highheel yang dipakainya. Cepat – cepat ia melepaskan high heelnya.Namun, Bening dan Andini keburu menangkapn
Bab 13 Telepon anehPagi itu, tidak seperti biasanya. Bening mengajak Evan ke Joli Flower bersama Mba Atun. Bayi lelaki berusia 7 bulan itu duduk anteng duduk di atas kursi bayi sambil menikmati biscuit oat pertamanya di kantor sang mama. Sedangkan Mba Atun membantu Ismail menerima kiriman bunga yang baru datang.Sambil merangkai bunga, sesekali Bening menggoda Evan, bayi itu tertawa senang. Suara tawanya renyah sekali, seperti candu yang membawa kegembiraan pada hati Bening. “Bu… ada Pak Kama,” kata Mba Atun.“Tolong suruh masuk saja, Mba,” jawab Bening, tangannya sedang sibuk merangkai bunga pesanan Ibu Tita Maheswara yang menjadi langganan tetapnya.“Apa kabar?” sapa Kama lembut. Dia melihat ke Evan. “Apa bayi ganteng itu anakmu?”Bening menoleh. “Baik… dan yah! Dia Evan anakku.” Dia lalu menggendong Evan. “Evan, ayo sapa Om Kama.”Tanpa diduga, Evan mengulurkan kedua tangannya di depan pada Kama, minta digendong.“Apa boleh aku menggendongnya?” tanya Kama hati – hati.“Silahkan s
Bab 14 Bebaskan diaJika engkau mencintai sesuatu, bebaskan. Jika ia kembali kepadamu, itu milikmu selamanya. Jika tidak, maka sejak awal, dia bukanlah milikmu – Maulana Rumi. “Kita ke Spa, yuk. Badanku pegal – pegal nih, butuh relaksasi,” ajak Andini semangat.“Tidak, aku masih punya banyak pekerjaan,” tolak Bening halus.“Hei… jangan bekerja terus dong, ayolah dua jam saja, sekalian kita ajak Evan. Bayimu juga perlu hiburan.” Andini tetap memaksa.Bening melihat Evan sebentar. Bayi itu tertidur tenang sambil memeluk boneka bearnya. Andini benar, anaknya perlu santai. “Oke, tapi setelah jam 5 sore, biar aku selesaikan pekerjaanku dulu, setelah itu kita pergi ke Spa.”“Sip… aku jemput kamu di sini jam 5 nanti, dan tolong tetap waspada. Aku tidak mau terjadi sesuatu denganmu,” ucap Andini sebelum melangkah pergi.Bening mengangguk. “Tenang, aku punya banyak malaikat pelindung,” jawabnya sambil menutupi kegusarannya.Siang itu berjalan dengan cepat. Setelah mengirim email dan memasukka
Bab 15 Terjerat Judi SlotBerulang kali Herni menarik napas berat melihat sikap anak sulungnya.Herni ngeri melihat tampang anaknya berubah sangar. “Ibu tahu, tapi kamu selalu sibuk dengan ponsel dan tidak ngapa – ngapain selama di sini.”“Oh, gitu ya? Ibra selama ini bekerja keras untuk kalian berdua. Semua yang Ibu mau, Ibra kasih, masak Ibra mau santai – santai di rumah sendiri tidak boleh?” keluhnya dengan nada tertekan.“Bukan gak boleh, Bra. Tapi Ibu perlu uang buat bayar UKT adikmu dan buat biaya hidup kita. Kalau kamu tidak bekerja, bagaimana Ibu bisa memperpanjang kontrak rumah ini? Terus Ibu dan adikmu tinggal di mana?”Mata Ibra berkilat. “Uang terus, uang terus? Pusing kepala Ibra memikirkannya.” Muka pria itu semakin kusut.“Bagaimana tidak pusing, Mas Ibra menghabiskan uang untuk bermain slot. Tuh lihat ponselnya, Bu!” sela Ajeng berani melawan kakaknya. “Daripada uangnya untuk main judi, mending dikasih Ajeng buat bayar UKT.”Mata Ibra makin menyala merah.“Kamu jangan
Bab 16 Tergiur rayuanHerni tidak terima dengan perkataan Jeng Sri. “Wah, siapa bilang anak saya bangkrut. Ibra itu CEO hebat, mana mungkin jatuh. Gak mungkinlah. Semalam dia baru datang dari LA dan membawakan saya hadiah banyak sekali.” Herni lalu menunjukkan barang – barangnya yang tergeletak di sofa ruang tengah.“Tuh, hadiahnya, banyak kan Jeng Herni?” kata Herni. Dia meninggikan posisi dagunya ke atas.Jeng Sri melihatnya sekilas dengan mata nyinyir. “Oh… berarti saya salah informasi. Makanya saya ke sini mau memastikan apakah kabar di luar itu benar apa tidak.” Mata dan tangannya sibuk melihat – lihat baju, tas dan sepatu.“Memangnya ada gossip apa tentang saya?”Pancingan Jeng Sri langsung masuk perangkap.Wanita pemilik pinggul besar itu tersenyum tipis. “Saya rasa, semua warga komplek di sini tahu setelah melihat tayangan video perkelahian Jeng Herni dengan besannya. Video itu sempat mau diposting ke media sosial. Tapi untung saya tahu, sehingga tidak heboh. Malu kan, kalau a