Bab 121 Last episode - Immortality “Cukup, Kak, cukup. Stop mentololkan keluarga saya!” Sesabar – sabarnya Bening, hatinya panas mendengar Tita menyebut keluarganya bodoh. Kebencian kakak iparnya itu kian menjadi, setelah tahu Dinda berniat bunuh diri, kemudian memutuskan hengkang dari rumah Tita, dan memilih tinggal bersama kakeknya di Gunung Gajah. Sementara Arum lebih suka tinggal bersama Kama dan Bening. “Kenapa? Ini mulut saya dan saya bebas mengatakan apa yang saya mau. Keluarga kamu memang tolol, dan mau pansos pada keluarga kami. Puas!!” Sorot mata Tita penuh kebencian saat mereka mau ON AIR di salah satu stasiun televisi. Sekonyong – konyong, tangan Tita mengambil gunting dari balik bajunya, dan secepat kilat merobek gaun Bening. Saat Bening belum sepenuhnya sadar, perempuan itu lalu menarik rambut panjang Bening, kemudian dengan bengis memotongnya sangat pendek. “Ya ampun!” teriak beberapa kru yang melihat setengah rambut Bening terlempar lepas ke lantai. Mereka tidak
Bab 1 Kiriman foto“Mungkinkah Mas Ibra selingkuh dengan Intan?” tangan Bening gemetar melihat foto Ibra sedang mencium Intan dengan mesra di atas tempat tidur berlatar belakang lukisan sunset. Dia menduga mereka berdua sedang berada di kamar hotel. Ini terlihat dari warna sprei yang mereka duduki. Warna sprei khas hotel, putih! Be, apakah perkawinan kamu baik – baik saja dengan Ibra? Aku mendapatkan foto ini dari story Intan. Sekali lagi Bening membaca isi pesan yang ditulis Andini – teman kuliahnya dulu. Dia dan Intan berkawan akrab. Bening tidak tahu, karena dia tidak punya akun media sosial pribadi. Dia hanya memiliki akun sosial untuk Joli Flower, toko bunganya, dan Intan tidak mengikutinya.Semua saraf tubuh Bening menegang, matanya tiba – tiba panas, beberapa detik kemudian deras mengucurkan air mata. Berulang kali hati Bening menolak foto Ibra dan Intan dan masih menganggap semua itu hanyalah mimpi, tapi naluri kewanitaannya memberontak.Wal
Bab 2 Kehilangan separuh napasSetelah menyusui Evan, Bening memasang alat bantu dengarnya, kemudian mengambil ponsel. Wajah wanita itu berkabut, dan terlihat sendu menatap layar ponsel.Sudah dua minggu, dia pulang ke rumah orang tuanya, tapi Ibra suaminya tidak pernah sekalipun berkunjung maupun berkirim pesan. Bening tampak menghela napas panjang, takkala teringat dengan pada Intan. Hatinya kian gelisah.Bening lalu menoleh pada jam digital di atas nakas. Jam 12 malam. Dengan langkah ragu Bening mulai mengemasi pakaiannya dan Evan ke dalam kopor. Setelah selesai, dia duduk di tepi ranjang, menimbang – nimbang apakah dia mau pulang ke rumahnya malam itu atau tidak.“Kenapa kamu belum tidur? Apakah Evan rewel?” tanya Iswati – Mama Bening. Wajah perempuan itu melongok ke dalam kamar.“Bening baru menyusui Evan…” jawab Bening tidak bersemangat. Pintu kamarnya tadi terbuka sedikit dan ia lupa menutupnya.Iswati lalu masuk ke kamar putrinya, dan melihat posisi kopor Bening berdiri. Dia k
Bab 3 Sakitnya diabaikanMalam itu, di kamar kostnya yang sempit. Bening mencoba tidur. Seharian Evan rewel dan sedikit menyusu. Sembari menggendong Evan, ia sandarkan punggungnya ke tembok. Matanya terkantuk – kantuk, sedangkan mulutnya menyanyikan lagu penghantar tidur. Nadanya semakin lama semakin lirih dan terdengar seperti orang yang sedang mengigau.Nina bobo, oh nina bobo.Kalau tidak bobo. Digigit nyamuk.Baru saja ia tertidur, dia bermimpi ada api yang menjilat badannya dengan beringas. Sontak wanita itu terjaga, ketika lengannya bersentuhan dengan kulit Evan. Badan Evan panas seperti bara api!Bayinya panas tinggi! Muka bayinya merah, seperti udang rebus dan tampak sangat lemas “Ya Allah, Evan, kamu kenapa, Nak?” Buru – buru dia menyusuinya, bayi itu menolak.Bening berdiri dan dengan kepanikan tinggi dia mencari obat penurun panas! Wanita itu kesal, obat Evan pasti tertinggal di rumah mamanya.Buru – buru ia menuangkan air hangat dari termos di atas sapu tangan katun dan me
Bab 4 Sebuah keputusanBening membuka mata, dan terkejut saat ia benar - benar sadar, dirinya berada di ranjang rumah sakit, dengan jarum infus menancap di pergelangan tangan kirinya. Bagaimana aku bisa sampai di sini? Disusul ingatannya pada Evan, bayinya!Secepat kilat Bening bangun. Tangannya menarik paksa selang infus di pergelangan tangannya yang membuat darah segar keluar dari bekas infus. Ia tidak peduli! Buru – buru ia membuka pintu kamar dan melihat wajah lelaki yang tak ia kenal muncul di depan pintu.“Kamu mau ke mana?” tanya pemuda manis itu. Tangannya membawa tas kain berwarna hitam.Bening mundur beberapa langkah dan mencoba mencerna perkataan lelaki itu dari mimik bibirnya.“Evan… bayiku!” Bening lalu menerobos lelaki itu dan berlari sekencang – kencangnya. Ia mau melihat bayinya.“Hey… tunggu!” Lelaki itu mengejar Bening dan berhasil menangkapnya di lorong rumah sakit. Ia memeluknya kuat – kuat.“Lepaskan! Lepaskan!” Bening memberontak, mencoba melepaskan pelukan lelak
Bab 5 Aku Mau Kamu MenderitaSiang itu, sinar matahari begitu terik. Setelah memarkir motornya, Bening bergegas menuju lobbi Hotel Frangipani. Siang itu dia ada janji meeting dengan client.Tiba – tiba, mata Bening tersangkut pada lelaki yang tengah berjalan menuju mobil HRV berwarna putih. Mata perempuan itu menyipit. Ibra!! Perempuan itu lalu membelokkan langkah dan bersembunyi di belakang mobil tersebut,Saat Ibra hendak membuka pintu. Cepat – cepat kaki Bening menahannya.“Mau apa kamu di sini, Heh!” tanya Ibra kaku. Matanya seperti melihat setan saat melihat istrinya.“Aku mau kita bercerai dan tolong tinggalkan rumahku segera!” kata Bening tegas. Ego wanita itu tersulut. Semua urat sarafnya menegang. Mukanya merah menahan amarah yang siap meledak setelah tiga bulan ia bisa menemui Ibra secara tak sengaja di pelataran hotel.Ibra berupaya mengimbangi energy Bening yang marah. Ia mengusap – usap dagunya pelan, dan tersenyum sinis. Tatapannya menantang bahkan terkesan mengejek. “Ba
Bab 6 Bertemu dengan sang penolongSementara Bening, tergopoh – gopoh masuk ke Café Amour yang berada di dalam Hotel Frangipani.“Stop Bening!” kata Kama dengan suara berat.Bening berhenti dan kaget ada yang memanggil namanya. Perempuan itu menoleh ke belakang dan melihat lelaki yang menolongnya barusan berdiri satu meter di belakangnya.“Bagaimana bisa kamu menjatuhkan portfoliomu? Padahal kamu butuh presentasi pada Ibu Tita Maheswara.” Kama memberikan portfolio itu pada Bening.“Maaf, saya mungkin menjatuhkannya tadi sewaktu berdebat dengan suami saya?” kata Beming sambil menunduk. “Tapi, bagaimana Anda tahu saya mau bertemu dengan Ibu Tita Mahewara?” tanyanya curiga.Lelaki itu melempar senyuman manis. Dia memberikan kartu namanya. “Saya Kama, adik kandung Ibu Tita, client yang rencananya bertemu dengan Anda hari ini.” Dia lalu mengajak Bening masuk ke Café Amour dan mengambil tempat duduk di hadapan Bening. “Kakak saya masih terjebak macet.”Bening tidak serta merta menjawab. Ia
Bab 7 Tuduhan membabi butaSementara itu Bening, waspada, matanya tak lepas dari kaca spion. Ia tahu, Ibra mengikutinya semenjak keluar Hotel Frangipani. Setelah merasa aman, barulah dia memutar motornya menuju Joli Flower.Jam waktu itu menjelang magrib, Ismail dan Tanto sedang memasukkan bunga – bunga segar ke dalam toko. Hari ini, toko mereka tidak begitu sibuk. Ada 10 orderan rangkaian bunga dan sudah dikirim siang tadi.“Malam…” sapa Bening, dia lalu masuk ke dalam kantornya yang tak begitu luas.“Malam, Mba Bening. Kami mau pulang dulu, ya,” pamit Tanto, setelah selesai memasukkan semua bunga ke dalam. Lelaki kemayu itu memakai kuteks berwarna merah.“Silahkan, saya mau di sini sebentar.” Bening melihat Tanto dan Ismail. “Awal bulan depan, Joli Flower menangani pernikahan anak Ibu Tieta Maheswara. Dia salah satu anak konglomerat dan pertanda baik bagi kita. Saya berjanji mau memberikan bonus dua kali lipat gaji pada kalian, tiap kita mendapatkan order besar, asal kalian giat bek