Keduanya jatuh ke kolam renang, tak mau kehilangan moment kesempatan itu, Feli menarik tubuh Caraka dan mencium bibirnya. Saat itu Anggita turun karena ingin memanggil Caraka yang katanya sedang ingin menghirup udara malam.Anggita benar-benar begitu sangat terkejut melihat mereka berdua yang berada di dalam kolam renang."Kalian sedang apa?" tanya Anggita lagi.Caraka terkejut, belum habis keterkejutannya karena sikap nekat dari Feli yang langsung saja mencium bibirnya itu. Lalu ia mendengar suara Anggita dan langsung saja menatap mendorong tubuh Feli dan langsung berenang dan naik ke atas. Anggita menutup mulut, amarah pun terpancar dari wajahnya. Rasanya benar-benar tidak menyangka, wanita itu hanya menggeleng."Sayang, aku--" Caraka yang sudah naik ke kolam renang pun berusaha untuk menjelaskan. Ia melihat Anggita seperti kecewa, tidak pernah dirinya melihat Anggita semarah itu sebelumnya.Caraka mengatakan ingin menghirup udara segar, tetapi Anggita benar-benar tidak menyangka j
Caraka benar-benar emosi kejadian semalam. Karena ulah dari Feli, akhirnya dirinya dan juga Anggita bertengkar hebat, ia tidak mau hal tersebut kembali terulang lagi apalagi melihat Anggita benar-benar membuatnya merasa begitu sakit hati. Ia tidak pernah berniat untuk menyakiti Anggita dan terkuat tetapi sialnya justru Feli berhasil merusak rumah tangganya yaitu. Hampir semalaman Anggita mendiamkannya, membuat Caraka begitu sangat frustasi, ia benar-benar tidak mau jika rumah tangganya kali ini kembali hancur lagi karena perbuatan mereka semua. Caraka tidak mau jika sampai putrinya kembali kehilangan sosok seorang ibu apalagi menurutnya Anggita adalah sosok seorang ibu yang benar-benar begitu sangat sempurna. Dia menghampiri Feli yang sedang makan pagi bersama ibu dan adiknya. Wajah Caraka benar-benar terlihat begitu sangat kesal, tidak seperti biasanya lelaki itu masih terlihat sangat sabar, kali ini caraka sudah tidak mau lagi memberi toleransi untuk mereka semua yang menumpang di
Setelah Caraka pergi, Bu Rasti menghampiri menantunya. Dirinya sudah benar-benar merasa begitu sangat kesal apalagi untuk pertama kalinya ia melihat Caraka yang sangat marah kepada dirinya dan juga Feli. Memang hubungannya dengan cara Tak selama ini tidak baik, tetapi Caraka tidak pernah membentaknya seperti itu bahkan sampai berani mengusirnya ia sangat mengetahui pasti hal tersebut dikarenakan ulah dari Anggita sebagai istrinya, sebagai seorang ibu ia tidak terima karena Caraka terus saja membela istrinya dibandingkan dengan dirinya maka dari itu ia akan memberikan pelajaran dan juga perhitungan kepada Anggita.Begitu juga Feli dan Bella. Sementara asisten rumah tangga mereka sudah siaga takut majikan mereka kenapa napa. Mereka bertiga langsung saja menatap sadis ke arah Anggita Tondo, pasti anggota sekarang tengah merasa sangat senang karena Caraka sudah berhasil dimanipulasi oleh wajah polosnya itu sampai-sampai mereka semua harus meninggalkan rumah ini.Asisten rumah tangga dari
Bu Rasti kaget melihat Feli melakukan hal itu pada Anggita. Bagaimana bisa melukai istrinya Caraka dengan terang-terangan. Tidak menyangka jika sang keponakan bisa melakukan itu, melihat anggota yang terjatuh terbentur bahkan tidak sadarkan diri pun membuat dirinya merasa sangat panik, takut terjadi apa-apa dan justru hal tersebut akan memperunyam segalanya."Feli kamu Gila?" Bu Rasti langsung saja menatap ke arah Feli, apa yang dilakukan oleh wanita itu tentu saja akan mengancam posisinya sebagai ibu dari Caraka apa tidak bisa Feli bermain cantik saja mengapa harus terang-terangan seperti ini. Jika seperti ini dan juga cara kamu mengetahuinya bukan sebuah simpati yang didapatkan tetapi bisa-bisa Caraka akan sangat murka dengan apa yang sudah dilakukan oleh mereka semua itu.Feli benar-benar sangat emosi, tadi dirinya refleks saja mendorong Anggita. Namun, dirinya benar-benar tidak memiliki niat seperti itu, ia tidak sengaja karena dirinya terlalu marah saja."Aku enggak sengaja, Tan
"Ih, bukan! Anak sulung saya mah sudah duda. Anggita itu mah cuma sistem rumah tangga, alias pembantu.”Tak jauh dari situ, Anggita terbelalak mendengar ucapan ibu mertuanya. Bukan hanya mengatakan bahwa suaminya sudah duda padahal jelas-jelas ia ada di sana, mertuanya itu juga menganggap Anggita sebagai pembantu rumah tangga."Aduh, kirain. Maaf ya, Bu Neni.” Bu Neni, mertua Anggita, mengibaskan tangannya. “Lagian masa menantuku dandannya begitu. Yang ada aku malu!”“Iya nih, Bu,” timpal salah seorang ibu-ibu. “Masa menantunya Bu Neni cuma pake daster lusuh di acara begini. Nggak mungkin, lah.”Obrolan mereka makin membuat Anggita panas dan sakit hati. Gadis itu menunduk memandangi daster lusuh yang ia kenakan sejak tadi pagi karena ia harus terus-menerus berkutat di dapur untuk memasak konsumsi acara syukuran rumah baru adik iparnya.Namun, itu tidak mengubah kenyataan bahwa ia adalah istri dari anak pertama Bu Neni, Beni. “Kalau begitu, boleh dong si Beni dikenalin ke anak saya,
“Suamiku bukanlah seorang duda!”Baru selangkah Anggita mendekati kerumunan ibu mertuanya bersama wanita yang dibawa oleh sang suami, Anggita tiba-tiba ditarik masuk ke arah dapur oleh Anita, adik iparnya.“Mau ngapain, Mbak?” desis wanita yang lebih muda dari Anggita tersebut. “Jangan macam-macam! Aku enggak mau Mbak merusak acara ini.”“Apa-apaan kamu, Nit? Aku mau kasih tahu ke semua orang di luar sana kalau kakak iparmu itu punya istri!”Anita tampak meremehkan. “Dengan penampilan Mbak yang lusuh begini? Bikin malu, Mbak!” ucapnya. “Udahlah, urusan Mbak Anggita sama Mas Beni selesaikan saja di rumah.”Anggita terperangah. "Nit, kamu jahat banget. Kamu enggak memiliki empati sedikit pun sama aku? Kita di sini sama-sama menantu. Bagaimana kalau suamimu tiba-tiba membawa pulang wanita lain?" "Mbak, maaf ya. Bukan enggak memiliki empati sama Mbak Anggita. Hanya saja, aku pikir wajar ya kalau Mas Beni itu mencari wanita lain." Sembari mengatakan itu, Anita menatap Anggita dari ujung k
“Pulanglah. Akan Kakak jemput.”Meskipun Anggita belum menjelaskan apa pun pada kakaknya tersebut, walaupun ia pernah terlibat pertengkaran dengan ketiga kakak laki-lakinya karena mereka menentang pernikahan Anggita dengan Beni, kakak bungsunya tersebut tetap saja menerimanya saat Anggita mengatakan ingin pulang.Segera, Anggita mengumpulkan barang-barangnya dan memasukkan mereka ke dalam tas. Untungnya, selama menikah dengan Beni, ia tidak memiliki banyak baju maupun barang-barang lain.Tanpa menunggu lebih lama, Anggita menjinjing tasnya keluar rumah."Heh! Mau ke mana kamu?" Sampai di ruang tamu, tiba-tiba ibu mertua Anggita menghadang. Rupanya Bu Neni sampai di rumah saat Anggita hendak keluar. Wanita paruh baya tersebut melirik tas Anggita dengan pandangan sinis.“Mau kabur ya!?” tuduh Bu Neni. Ia langsung berteriak memanggil putra sulungnya. "Beni! Lihat istri kamu nih. Dia mau minggat diam-diam. Bawa banyak barang lagi."Anggita menatap ibu mertuanya tersebut. "Aku mau pulang,
"Untuk apa kamu datang ke sini!?" Anggita sontak menoleh. Baskoro, kakak pertamanya, kini berdiri di tengah ruang keluarga, menatap lurus ke arah Anggita. Suara Baskoro ditambah tatapan dingin pria itu membuat tubuh Anggita bergetar hebat karena ketakutan."A-aku--" Anggita terbata-bata. “Kak, a-aku–”"Aku yang menjemputnya, Kak,” sela Andre, membantu Anggita. Ia merangkul bahu adik bungsunya di hadapan Baskoro. “Dia mau meminta maaf."Anggita mengangguk. “Kak Bas … aku salah. Aku minta maaf….”Ia kemudian menunduk, merasa malu sekaligus takut. Kedua tangannya terasa dingin dalam keheningan karena Baskoro tak kunjung mengatakan apa pun.Baru ketika sampai di rumah ini tadi, Anggita terpikirkan sebuah kemungkinan.Bagaimana jika kakak pertamanya itu tidak mau menerimanya kembali? Apakah ia akan berakhir di jalanan? Ia tidak punya tempat lain untuk–“Apa-apaan penampilanmu itu? Laki-laki yang kamu pilih tidak bisa membelikanmu baju yang pantas?” Mendengar suara Baskoro, Anggita kembal