Share

Assalamualaikum

🌹Jika dia milikku dekatkanlah, jika bukan bantulah aku untuk menghapuskan namanya

************

"Heh kamu ...!"

Aku hampir saja tersedak mendengar sentakan di belakangku. Sejak kapan mas Arya di situ? bukankah ia tadi sudah naik ke atas?

"Ada apa mas,"

"Uang bulanan kamu akan rutin aku transfer ke atm itu. Jadi gunakan baik2 dan jangan repotin aku lagi," ucapnya sambil melemparkan sebuah kartu ke arahku.

Aku memungutnya, "terimakasih mas."

Lagi lagi ia berlalu begitu saja tanpa menghiraukan ucapanku.

Ku tatap kartu yang sekarang berada di genggamanku. Aku bersyukur mas Arya masih memberi nafkah untukku.

******

Pagi harinya aku bangun lebih awal guna menyiapkan sarapan untuk mas Arya. Dengan adanya bahan yang terbatas, nasi goreng akan menjadi pelarian yang termudah.

Ku hidangkan sepiring nasi goreng telur mata sapi dan susu hangat di meja. Aku memilih susu hangat karena yang ku tahu, tidak semua laki laki bisa minum kopi di pagi hari.

Ku lihat mas Arya turun dari lantai atas, ia sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Berbeda dengan sehari harinya yang hanya memakai kaos dan celana sobek sobek.

"Sarapan dulu mas," ucapku bertepatan dengan suara ketukan pintu. Buru buru aku membukanya.

Alea kekasih suamiku itu sudah berdiri di depan pintu dengan membawa rantang di tangannya. Tanpa dipersilahkan pun ia langsung masuk melewatiku.

"Hay, selamat pagi mas. Nasi goreng seafood kesukaanmu,"

Aku hanya diam melihat adegan itu. Mas Arya berdiri di sebelah meja makan, pasti ia juga sudah melihat nasi goreng yang ku sajikan. Namun tetap saja ia lebih memilih makanan pemberian kekasihnya, tanpa melirik buatanku.

"Ya ampun, kamu menyajikan susu untuk mas Arya?" tanya Alea kepadaku.

Aku lantas mengangguk.

"Kamu mau membunuh mas Arya ha? dia itu alergi susu, apalagi kalau diminum di pagi hari," ucapnya sambil menudingku.

"Maaf, aku kan gak tau," jawabku sambil membereskan nasi goreng dan segelas susu yang sudah aku persiapkan tadi.

"Sudah Al, ayo berangkat ! aku ingin sarapan di kantor saja," ucap mas Arya sambil merangkul bahu kekasihnya. Sedangkan tangan yang satunya ia gunakan untuk membawa bekal yang tadi dibawakan Alea.

Aku melihat kepergian mereka dengan tatapan sendu. Tidak ada kata pamitan untukku, apalagi cium tangan seperti istri istri saat mengantar suaminya bekerja. Atau tugasku sudah di gantikan oleh kekasihnya itu?

Ah, bukankah mas Arya sudah memperingatkan kepadaku sedari awal untuk tidak ikut campur dalam kehidupannya. Lantas kenapa aku masih terus berharap?

Aku lanjut membersihkan dapur sisa memasakku tadi. Setelah itu mungkin aku akan berbelanja kebutuhan sehari hari.

Berjalan kaki menuju pusat perbelanjaan bukan ide buruk menurutku. Jaraknya hanya sekitar 500 meter dari rumah. Mungkin bagi orang lain cukup jauh, tapi untukku yang sudah biasa berjalan jauh itu adalah hal yang mudah.

Jika biasanya aku hidup di desa yang punya banyak tetangga, di sini berbeda. Bangunan bangunan rumah mewah dan minimalis yang hampir serupa berjejer jejer. Pagarnya pun rata rata tertutup.

Dilihatnya sebuah supermarket berdiri megah dihadapannya. Toko sebesar ini jarang ia temui dipedesaan, kebanyakan hanya sejenis ind*m*ret. Tapi bukan berarti ia belum pernah memasukinya.

Dulu sudah beberapa kali dalam perjalanannya menuntut ilmunya, mengharuskan untuk terjun ke kota kota besar. Jadi sekarang tidak kaget jika tinggal di sini.

Aku membawa langkahku kearah stand sayur serta buah buahan. Sengaja ku beli lumayan banyak untuk stok, agar tidak bolak balik berbelanja. Saat hendak menggapai daging, sebuah suara mengagetkanku.

"Assalamu'alaikum,"

Jantungku berdetak tidak beraturan. Suara itu yang beberapa hari ini berusaha aku lupakan. Dan pertahananku goyah, kubalikkan wajahku ke arah pemilik suara.

"Wa'alaikumsalam,"

Aku yang semula menunduk, kini sedikit mengangkat pandangan memastikan penglihatanku.

Sebuah sepatu pantofel hitam yang mengkilat, celana hitam, dan kemeja yang digulung sesiku.

"Kang Faiq?" tanyaku memastikan.

"Iya, kamu masih mengingatku ternyata," jawabnya diselingi senyuman tipis.

Aku terpaku.

Ya Allah, ingin rasanya aku berlari saja saat ini. Sekuat aku berusaha melupakan, namun engkau malah menghadirkan dia dihadapanku.

Aku kalah, perasaanku masih sama, tidak berkurang sedikit pun.

"Kok penampilan kang Faiq seperti ini?"

"Emangnya kenapa?, oh ini, aku hanya sedang ingin saja eh, maksudku mencoba saja," jawabnya sambil menggaruk tengkuknya.

"Maaf tuan...,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status