Janda Lugu Tetanggaku 10Bab 10PoV AzkaKejadian ituAku begitu kaget saat terbangun. Tatapanku membeku pada perempuan yang duduk di kursi sembari mengangkat sebelah kaki untuk dipakaikan stoking tipis warna hitam. Perempuan itu lalu berdiri dan meraih rok span berbahan kulit berwarna coklat mengkilap. Astaga! Segera aku memalingkan wajah, menyadari kalau sedari tadi perempuan itu tak mengenakan bawahan. Bentuk celana G-string terlihat jelas menampilkan bo-kong yang penuh dan meluber dari balik stoking hitam tipis menerawang. “Hai, sudah bangun?” Perempuan itu menoleh padaku, tawanya renyah dan ceria. Dia merebahkan badannya setengah tengkurap tepat di depanku. Bola kenyal di dadanya menyembul dipercantik dengan belahan dada yang mengundang. Dengan dada yang berdebar kencang, aku bergegas menyibakkan selimut dan melemparnya sembarang. Saat itulah aku kelincutan sendiri. Botolku menggelantung tanpa tutup! Bang-sat, apa yang terjadi sebenarnya, di mana pakaianku? Mataku bergerak lia
Janda Lugu Tetanggaku 11Bab 11Langka“Gaes, besok presentasinya, ya, suapan mental baik-baik.” aku memberi semangat pada team-ku. Adi menunjukkan ibu jarinya, pertanda siap. Reta menaikkan kedua alis dengan matanya tertuju ke arahku. Dia juga sudah siap.“Mbak Dian sudah selesai?” Tanya Adi pada Mbak Dian yang sedang serius menatap layar komputer. “Tinggal dikit, nanti malam aku selesaikan. Ras, pinjam dulu macbook-mu, ya?” Mbak dian melempar pandangan padaku. Aku terdiam sejenak. Sudah dua hari meminjam, belum selesai juga? “Gapapa, kan, Ras?” Ulang Mbak Dian. Aku mengulas senyum lalu mengangguk. Gapapa, lah, nanti aku bisa pakai laptop Mas Azka. Saat makan siang, aku, Rere dan Mbak Dian makan bareng di cafe depan kantor. Di sini lumayan enak tempatnya. Kalau jam makan siang dipadati sama karyawan kantoran yang menempati Menara Satura, gedung dua puluh delapan lantai tempat kantorku bernaung. Tak hanya kantorku, di gedung ini ada ratusan perusahaan yang membuka kantornya di sini
Janda Lugu Tetanggaku 12Bab 12Ide yang sama?“Coba dong, biar Azka sendiri yang jawab, masak seganteng itu belum pernah pacaran?” Mbak Dian mengulum senyum. Mas Azka menatap lurus sedangkan aku merasa senang dengan pertanyaan Mbak Dian. “Memang Azka ini nggak pernah punya pacar sebelumnya. Tante tahu itu soalnya belum pernah ada yang serius dikenalin ke Tante selain Laras.” Mama yang menjawab. “Kalau pas di Semarang gimana, Ka? Masak nggak punya pacar juga?” Nada suara Mbak Dian lemah lembut tapi, pertanyaannya itu seperti mencecar suamiku. Apa Mbak Dian nggak percaya kalau Mas Azka ini memang tidak pernah punya Mantan sebelumnya?Mas Azka tak pernah mau membuka mulut meski dicecar Mbak Dian. Beruntung, Mama selalu punya jawaban. Seperti halnya aku, Mama pun yakin kalau Mas Azka anak baik, tidak bandel dan punya hoby mengoleksi mantan. “Azka ini anak baik dari kecil.” Mama melihat Mas Azka yang wajahnya ditekuk dari tadi. Suamiku ini sudah sejak lama menunjukkan ke tidaksukaannya
Janda Lugu Tetanggaku 13Bab 13Serigala berbulu DombaMata Pak David menyipit menatapku. Aku menelan ludah karena detak jantungku yang berlipat. Selama bekerja di sini tak pernah sekalipun aku mengecewakan Pak David. Bisa dibilang aku ini staf andalan Pak David di divisi marketing.“Apa maksudnya belum siap, Laras? Bukannya kau sendiri yang merencakan meeting ini? Seharusnya kau yang paling siap.” Pak David menegur. Ya, meskipun Pak David baik denganku tetapi beliau tetap profesional. Sebagai atasan, pak David terap akan menegur bila aku bersalah. Bola mataku bergerak melirik Mbak Dian. Perempuan itu masih sibuk sendiri dengan catatannya seolah mengabaikan diriku yang kebingungan dan mendapat teguran dari Pak David. “M-maksud saya … materi presentasi saya belum final, Pak.” aku mengangguk dan mengembuskan nafas. Hatiku sedikit lega karena merasa mendapatkan jawaban yang masuk akal. “Saya kecewa sama kamu, Laras.” Pak David menatapku, “kalau ternyata belum siap, jangan request mee
Janda Lugu Tetanggaku 14Bab 14Karir melesat“Mbak, maaf, ya, aku mau tanya.” Mbak Dian seketika menghentikan bicaranya yang menggebu-gebu. Dia menatapku. “Kenapa, ya, aku yakin kalau materi yang Mbak Dian presentasikan tadi menjiplak milikku?” Aku berhati-hati dalam merangkai kalimat, takut menyinggung perasaan mbak Dian. Perempuan di depanku membisu. Wajahnya berubah sendu dan pandangannya menunduk. “Maaf, ya, Ras, aku memang menjiplak idemu …” akhirnya dia mengaku meskipun dengan suara lirih yang mungkin hanya dia sendiri yang mendengar. Malu kah?“Kenapa tidak bilang kalau menjiplak, Mbak?” Aku menghindari kata ‘mencuri’ dengan menggantinya dengan ‘menjiplak’ agar lebih halus. Sekali lagi, aku tak ingin mempermalukan orang meskipun di sini tak ada orang selain aku dan Mbak Dian. Hiks … hikss. Terdengar pelan suara tangisan Mbak Dian. Aku jadi kasihan, apa aku terkesan mencecarnya? “Kau tahu kan, Ras … sebagai orang baru yang minim pengalaman aku merasa rendah diri berada di
Janda Lugu Tetanggaku 15Bab 15PoV DianaSatu SatuGeram banget rasanya sepulang dari rumah Laras. Apaan sih dia, berani-beraninya menegur aku. Aku kan cuma meminjam materinya untuk presentasi? Salahku di mana coba? Begitu saja marah. Dasar pelit. Katanya pintar, anak emas Pak David, ketua team? Masak nggak punya ide yang lain? Materi itu kan nggak aku curi, masih ada tuh di MacBook nya. Kecuali aku mengkopinya kemudian menghapus permanen datanya, baru dia boleh marah. Ngeselin tuh Laras o’on, Huh! Awas kamu Laras, aku akan membalasmu!“Bik Ipah!” Aku memanggil pembantu sekaligus pengasuh anakku ini. Tergopoh-gopoh wanita paruh baya itu kekuar dari kamar Lova. Aku memang menyuruhnya tidur bersama Lova setiap hari karena aku tak mau repot membuatkan susu anakku. Aku sudah bekerja banting tulang sepanjang siang, jadi harus cukup istirahat di malam hari. Lagi pula kalau kurang tidur gara-gara begadang merawat bayi akan berimbas pada kulit wajahku. Keriput akan datang lebih cepat, kantu
Janda Lugu Tetanggaku 16Bab 16Ternyata Mbak Dian adalah ….“Bontot lauk untuk siapa, Mbok?” Tanyaku pada pembantu di rumahku saat melihatnya membungkus telor dasar, orek tempe pedas dan mie goreng buatannya. “Ini, Non, buat pembantu depan rumah kasihan,” jawab Mbok Wati seraya mengareti bungkus kertas minyak berwarna coklat. “Pembantunya siapa?” Aku menaruh gelas bekas minum air putih di wastafel. Mbok Wati melirik kanan kiri, “Bik Ipah, yang momong Lova,” ucapnya pelan. Keningku mengerut dalam, “kenapa emangnya?” Setahuku, Bik Ipah pembantunya Mbak Dian baik-baik saja.“Suka nggak ditinggalin lauk, Non, cuma beras doang, kasihan saya.” Bik Ipah mengambil tas plastik hitam lalu memasukkan bungkusan kertas ke dalamnya. “Apa nggak ada telor atau mie instan seperti di di sini, Mbok?” Aku membandingkan dengan dapur rumahku. Di kulkas selalu ada telor, daging ayam, ikan, sayuran meskipun dikit. Mie instan, makanan kaleng seperti sarden dan kornet juga ada di kabinet dapur. Aku membe
Janda Lugu Tetanggaku 17Bab 17Jaga Jarak“Hai Lova ….” Sepulang kerja, aku mendapati Lova yang sedang digendong oleh Bik Ipah, pengasuhnya. Sudah cukup lama tak bertemu, bocah kecil itu tampak semringah bertemu denganku. Badannya melunjak-lonjak dalam gendongan pengasuhnya. “Mau ikut Tante?” Tanyaku sembari menoel pipinya. Lova semakin girang, mulutnya meracau bahasa bayi yang aku tidak mengerti. “Lova sudah mulai ngoceh, ya, Bik?” Aku bertanya sembari mengambil Lova dari gendongan bik Ipah. “Iya , Non, udah mulai pinter manggil orang. Seringnya mana gol Mama, gitu.” Bik Ipah tersenyum sembari menatap Lova yang sekarang berpindah dalam dekapanku. Lova senang sekali melihat wajahku, dia berkali-kali menjerit kegirangan. “Mamanya ke mana, Bik?” Tanyaku saat tak melihat mobil Mbak Dian di halaman rumahnya. “Oh, Ibu belum pulang. Nanti malam,” sahut bik Ipah. Hm, bukannya jam kantor sudah selesai? Seharusnya Mbak Dian juga sudah sampai di rumah. “Semenjak punya mobil, Ibu pulangn