Keluarga Benalu 5
Aku menikmati sarapan dalam diam. Segelas jus buah dan setangkup roti isi sudah cukup untukku. Di hadapanku, ada dua porsi sarapan yang sama, yang kutujukan untuk Mas Ardan dan Mama.
"Hanya ini sarapannya?" Mama tiba - tiba sudah ada di hadapanku.
Aku mengangguk.
"Ya Ma. Silakan dimakan."
Mama mendengus. Diamatinya roti di piring dengan raut kesal.
"Mama tidak suka roti. Dan kenapa cuma 2 porsi? Kamu tidak menyediakan sarapan untuk adik - adikmu? Mana Bik Sum? Dasar pembantu tidak tahu diri. Jam segini masih tidur. Bik Suuummm…!"
<Keluarga Benalu 6Suara cekikikan dari lantai bawah membangunkanku. Aku melirik jam di atas nakas. Pukul 11 malam. Kelelahan telah membuatku tertidur tanpa sadar di kamar Aryan, memeluk bantal mcqueen kesayangannya. Mas Ardan pasti sudah pulang. Sejak Bik Sum pergi, dia meminta kunci cadangan agar tak perlu membangunkanku jika pulang malam.Perlahan aku keluar. Dari lantai atas dapat kulihat pemandangan di ruang keluarga. Ara yang tertidur di sofa. Entahlah kenapa anak itu suka sekali tidur di sofa padahal ada kamar yang sudah kusediakan. Lalu Asti yang tengah bermain gawai. Dan… Dania, yang tengah duduk tak jauh dari Mas Ardan. Mereka ngobrol sambil tertawa - tawa."Astaga. Anak gadis siapa tengah malam gini masih bertamu di rumah orang?"&n
Keluarga Benalu 7"Aku tidak ada hubungan apa - apa dengan Dania, Nay."Mas Ardan berusaha menenangkanku. Entah apa yang membuatnya melunak, tidak membentak dan membabi buta seperti biasanya. Mungkin dia memikirkan cicilan mobil yang dia pikir akan kubayar. Enak saja batinku. Biasanya jika Mas Ardan marah, aku harus merelakan beberapa barang di rumah hancur karena dia banting. Piring, gelas, vas bunga. Apa saja yang bisa dia raih."Ah, memangnya kenapa kalau kami dekat dengan Dania? Lagipula Dania itu pemurah. Tidak pelit. Dan dia juga sekarang sudah kaya." Desis Asti.Aku menatap semua yang duduk di meja makan. Sengaja ku kumpulkan mereka semua untuk pertama kalinya setelah 2 minggu nyaris membuat rumah
Keluarga Benalu 8Rate 21+Aku menatap wajah tampan itu lewat layar handphone milik Shandy. Rasa haru menyerangku mengingat sudah 6 bulan lamanya kami tak bertemu. Bang Azka mirip sekali dengan Almarhumah Ibuku. Terutama sorot tajam matanya yang selalu melembut tiap kali bicara padaku. Ya. Dia telah merawatku hampir sepanjang umurku. Ibu meninggal dunia saat aku kelas 6 SD. Ayah yang sibuk dengan bisnisnya seringkali terpaksa meninggalkan kami berdua bersama beberapa ART saja. Dia mengerti diriku bahkan lebih dariku sendiri."Kenapa matamu sembab? Kamu habis menangis? Apa yang dilakukan Ardan padamu?"Pertanyaannya bertubi - tubi. Aku tertawa."Aku me
Keluarga Benalu 9Pintu depan yang memang sejak tadi sengaja tak ku kunci, untuk berjaga - jaga atas kemungkinan terburuk, kini menjeblak terbuka lebar. Shandy diikuti dua lelaki berbadan tegap dan kekar masuk dan langsung menghampiri kami. Shandy berdiri di depanku, memposisikan dirinya dengan sikap melindungi. Sementara dua lelaki tadi berdiri di sisi kiri kanan kami."Berani sekali kau menyentuh adikku! Dasar lelaki baj*ngan!" Bentak Shandy.Wajah Mas Ardan merah padam. Ditatapnya aku dengan pandangan menghakimi."Jadi kau merencanakan semua ini, Nayma? Kau sengaja memasang kamera untuk memata - mataiku? Kau berkomplot dengan Shandy untuk menjebakku!"
Keluarga Benalu 10Dari teras rumah yang berjarak sekitar 10 meter ke pintu gerbang, dapat kulihat Mama, Asti dan Ara menggedor - gedor pagar dengan ribut. Pak Hasan, satpam yang biasa berjaga memang sengaja kuberi cuti. Aku tak ingin terlalu banyak orang mengetahui kemalanganku. Rasanya memalukan kalau sampai banyak orang tahu aku suamiku membawa selingkuhannya ke rumah, lalu bercinta di kamarku. Mas Ardan sendiri entahlah apakah masih punya malu atau tidak.Aku menyuruh Bik Sum membuka gerbang sebelum para tetangga berdatangan. Suara gedoran pagar dan teriakan mereka benar - benar merusak suasana."Astaga! Kenapa lama sekali? Kau mau membuat kami mati kepanasan?" Cecar Mama begitu menginjakkan kaki di teras. Mereka bertiga menghempaskan tubuh di sofa dengan waj
Keluarga Benalu 11Dania duduk di sofa dalam ruanganku sambil matanya tak henti celingukan. Mungkin dia heran bagaimana manajer sepertiku punya ruangan pribadi semewah ini. Apalagi melihat sikap Diva sekretarisku yang penuh hormat."Jadi apa yang membawamu kemari?""Aku tidak mau mengurus mertua dan adik - adik iparmu. Tolong bawa mereka pulang, Mbak."Aku tertawa."Aku dan Mas Ardan akan segera bercerai. Dan jika kalian menikah, mereka akan jadi keluargamu juga. Belajarlah menerima itu.""Tidak bisa, Mbak. Aku hanya menginginkan Mas Ardan. Aku tak sekaya Mbak. Tak bisa mengurus keluarg
Keluarga Benalu 12"Aku tidak akan minta maaf padamu, apalagi berlutut. Aku tidak sudi! Kau sudah membuat kami jadi gembel!" Sentak Asti keras. Dilepasnya cekalan tangan dua orang perawat yang tadi melerai kami. Dia bergeser menjauh sambil menghentakkan kaki. Mas Ardan tampak terkejut di atas brankarnya, tapi tak mampu berbuat apa - apa. Aku merapikan rambutku yang kusut masai. Menoleh berkeliling, banyak keluarga pasien menonton pertengkaran kami. Sungguh memalukan.Tak ingin berlama - lama membuat kegaduhan, aku segera berlalu. Tak ku pedulikan panggilan Mas Ardan. Niatku ingin membayar ongkos rumah sakitnya menguap. Carilah sendiri uang itu! Aku tak akan sudi lagi berurusan dengan kalian. Keinginanku untuk segera bercerai makin bulat. Kalau kalian merasa aku telah membuat kalian jadi gembel, baiklah aku tak akan tanggu
Keluarga Benalu 13Aku melempar ponsel dengan panik. Bagaimana bisa aku kecolongan? Tak melihat ada yang merekam kejadian di Rumah Sakit tadi. Di video, aku tampak sangat kacau. Untungnya karena diambil dari kejauhan, wajahku tak terlihat dengan jelas. Tapi orang - orang terdekat pasti akan langsung mengenaliku.'Bagus! Hajar aja mantu jahat mah. Buang ke kali.''Jambak terus mbak. Kalo perlu telanjangin''Mau sama lakiknya tapi ga mau sama ibunya. Helloww lo pikir lakik lo lahir dari batu?'Beberapa komentar jahat netizen yang sempat kubaca tadi membuatku menggigil.Ponselku berkedip.&