KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 1
"Ibu bilang kalian nggak usah datang ke sini! Bikin malu aja. Lihat, semua orang memandang kalian dengan hina!" tukasnya pada Mas Raka."Tapi kami cuma menuruti permintaan Mbak Rani, Bu. Kenapa sih Ibu sama yang lainnya nggak suka sama aku dan Devina? Aku anakmu, Bu. Devina dan Shaka menantu juga cucumu," ujar Mas Raka dengan raut wajah sedih.Saat Ibu memarahi kami karena datang ke acara ulang tahun anaknya Mbak Rani. Dari kejauhan Mbak Rani berjalan pelan ke arah kami sambil tersenyum manis. Di keluarga suamiku, hanya Mbak Rani lah yang baik padaku, Shaka dan Mas Raka."Alhamdulillah akhirnya kalian datang juga, ayo masuk. Hampir semua keluarga kita dan tamu lainnya sudah berkumpul," ajak Mbak Rani ramah.Aku tahu jika akhirnya akan seperti ini, setiap berkumpul keluarga kami selalu dipermalukan. Padahal jelas-jelas Mas Raka adalah keluarganya sendiri. Tak punya hati, hanya karena Mas Raka dipecat dari kantornya karena adanya pengurangan karyawan dan sekarang Mas Raka hanya bekerja menjadi ojek online."Ayo, Mas, masuk disuruh Mbak Rani. Nggak dengarkan mulut sumbang dari yang lainnya!" ketusku tanpa menoleh pada Ibu."Kurang ajar kamu menantu miskin!" geram Ibu.Aku tak mempedulikannya, biarkan saja Ibu kebakaran sendiri dengan amarahnya. Aku menarik tangan Mas Raka ke dalam. Di sana sudah banyak tamu dan keluarga Mas Raka yang sudah berkumpul, mereka sedang menikmati acara sambil memakan makanan yang sudah terhidang di atas meja.Acara ulang tahun anaknya Mbak Rani cukup meriah, kebanyakan dari mereka datang dengan mengendarai mobil. Kecuali aku dan Mas Raka, datang hanya dengan motor matic saja.Para tamu yang hadir menatap kami dengan pandangan merendahkan. Kami datang memang bukan dengan baju yang mewah, tapi menurutku baju yang kami gunakan cukup bagus dan rapih. Tak berlebihan seperti keluarga suamiku."Kakakku sial banget nikah sama kamu, hidupnya jadi menderita!" ucap Bunga menghinaku di depan banyak orang."Bajumu juga kelihatan sangat murah sekali hahaha, cocoklah dengan dirimu. Orang kaya kamu emang nggak perlu pakai baju bagus atau barang-barang mewah." Masih dengan mengejekku.Puas-puaslah kalian menghinaku, nanti akan kutampar kesombonganmu itu."Bunga! Jangan kurang ajar ngomong sama kakak iparmu!" tegas Mas Raka."Lah, emang benar kok apa yang aku omongin. Cuiihh!" Bunga meludah di depanku.Ingin rasanya kutamp*r mulut berbisanya itu, namun aku harus mengendalikan emosiku sekaligus menghargai Mbak Rani yang aku hormati."Sudahlah, Mas. Nggak penting ladenin orang gila. Buang-buang waktu aja." Kembali kutarik lengan Mas Raka menjauhi Bunga.Wajah Bunga memerah mendengar perkataanku. Ia berteriak seperti orang kesetanan."Lihat tuh datang nggak bawa kado, susah emang orang miskin mah." Hinaan demi Hinaan masih kudengar jelas.Mbak Rani mengusap punggungku dan menggenggam tanganku, seolah memberikanku kekuatan atas hinaan dari keluarga Mas Raka."Udah biasa kok, Mbak," ujarku tersenyum.Ponselku berdering, ternyata dari kurir toko mainan yang kupesan sudah sampai di sini. Aku membeli hadiah ulang tahun untuk anaknya Mbak Rani."Masuk ke dalam aja, Mas. Bilang aja pesanan punya Devina," ucapku di sambungan telepon."Baik, Mbak," sahutnya dan langsung mematikan telepon.Tak berapa lama datanglah tiga pria membawa barang pesananku. Mereka menggotongnya. Sesuai pesananku, kado itu dibungkus dengan warna gold agar kelihatan elegen."Taruh sini aja, Mas. Makasih ya. Oiya ini tips buat kalian." Aku mengambil beberapa uang lembaran berwarna merah dari dalam tasku, dan memberikannya pada kurir itu.Semua keluarga Mas Raka dan tamu yang hadir menatapku. Mereka mulai berbisik membicarakanku."Makasih banyak, Mbak," ujarnya senang.Aku mengangguk tersenyum. Setelah kepergian kurir itu aku langsung menyuruh Mbak Rani membuka kado itu untuk anaknya."Kado apa ini, Dev, kok besar banget?" tanya Mbak Rani keheranan."Buka aja, Mbak. Ayo, Sayang ikutan buka," ucapku pada Mbak Rani dan anaknya.Mbak Rani pun mulai membuka pita dan bungkusan kado tersebut.Saat hadiah itu sudah nampak, mulut keluarga suamiku menganga lebar. Mbak Rani pun terkejut dengan hadiah pemberianku."Ini 'kan mobil mainan kaya anaknya Raffi Ahmad. Harganya bisa 5 juta lebih, apa nggak berlebihan kamu ngasih kado ini, Dev?" tanya Mbak Rani."Nggak, Mbak. Mbak juga udah baik banget sama aku. Diterima ya, Mbak."Mbak Rani memelukku dan mengucapkan terima kasih."Bunga! Uang yang kamu pinjam sama Mas Raka minggu lalu itu uangku. Besok tolong dikembalikan. Kembalikan dengan jumlah yang utuh, sepuluh juta. Jangan berkurang!" tegasku dan sengaja aku keraskan suaraku agar yang lainnya mendengar.Lagi-lagi mulut mereka menganga lebar mendengar ucapanku."Iya, itu uang Devina yang kamu pinjam. Uang hasil menulisnya," ucap Mas Raka."Selamat ya, Dev, kamu masuk top ten dan berada di nomor satu sebagai penulis favorite. Dengan penghasilan delapan puluh juta. Nggak nyangka cerita yang sering Mbak baca itu ternyata tulisanmu."Perkataan Mbak Rani membuat mata Ibu mertuaku melotot takjub.Bersambung ....KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 2"Makasih, Mbak. Alhamdulillah ada rejekiku lewat menulis," ucapku."Halah, palingan juga itu ngutang beli kadonya. Nggak usah ngaku-ngaku itu uangmu yang dipinjam Bunga!" bentak Ibu menatapku tajam"Itu memang uangnya Devina, Bu. Selama aku kerja jadi ojek online. Devina ikut membantu keuangan di rumah. Ibu sama yang lainnya cuma bisa merendahkan kami aja. Padahal dulu aku selalu ngasih uang ke Ibu dan Bunga!" tegas Mas Raka.Aku rasa, inilah habisnya batas kesabaran Mas Raka. Belum pernah aku melihat Mas Raka semarah ini, aku beruntung memiliki suami sepertinya. Saat keluarganya menghina dan merendahkanku, justru Mas Raka mati-matian membelaku. Ia tak pernah terhasut oleh omongan buruk keluarganya untukku."Harusnya Ibu bersyukur punya menantu kaya Devina. Setiap hari Devina yang membantu Ibu mengurus pekerjaan rumah. Dari mulai beres-beres sampai masak makanan pagi dan makan malam. Hargai kami, Bu, jangan baik sama kami pas kami p
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 3Kucengkram pipi Bunga, ia meringis kesakitan. Ibu mendekat ingin membela anak kesayangannya. Namun tidak jadi ketika mendengar suara ketawaku bak kuntilanak.Ibu meraba tengkuk lehernya dan beringsut mundur. Entah, ide gila dari mana aku tertawa seperti kunti."Nggak usah nakut-nakutin kamu, Dev," ujar Ibu ketakutan.Sengaja aku tertawa lagi seperti kuntilanak. Kali ini lebih kukeraskan lagi tertawaku."Bu ...," lirih Bunga memanggil ibunya."Jangan macam-macam dengan anak ini, saya jin penjaganya." Ideku semakin menggila mengerjai Ibu dan Adik Mas Raka."Buu!" Saat Bunga berteriak memanggil ibunya. Ada genangan air di lantai. Walah, Bunga malah ngompol.Sebisa mungkin kutahan tawaku karena berhasil mengerjai mereka. Untungnya Mas Raka tidak ada di rumah, jika Mas Raka ada di rumah aku juga tidak mungkin mengerjai mereka seperti ini. Hihi."Devina kesurupan, lari Bunga!"Ibu lebih dulu masuk ke dalam kamarnya, sementara Bunga masih
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 5Kuusap dan kutiup luka memar di tangan Shaka, mengelus kepalanya lembut agar Shaka berhenti menangis.Setan, memang kelakuan mereka. Azan Magrib malah bikin ulah seperti ini bukannya pada salat. Malah merampas makananku dan melukai anakku.Kuoleskan obat salep pada luka Shaka. Kini tangisnya sudah berhenti setelah aku menenangkannya."Jangan nangis lagi ya, Sayang. Bunda mau salat dulu."Kubaringkan tubuh Shaka di kasur, setelah itu aku menunaikan salat Magrib terlebih dulu sebelum aku melabrak mereka.Selesai salat kutengok Shaka yang sudah tertidur pulas sambil memeluk mainannya.Rasa sakit itu kembali lagi ketika melihat luka di tangan Shaka. Buru-buru aku merapihkan mukena dan sajadah.Berjalan ke arah ruang tamu, di sana tidak ada siapa-siapa. Dari arah kamar Ibu terdengar suara tertawa mereka. Mungkin mereka bahagia dan puas membuat anakku kesakitan.Aku mengatur emosiku agar tak meluap sebelum mengetuk kamar mereka."Bu! Bi!
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 5Kuusap dan kutiup luka memar di tangan Shaka, mengelus kepalanya lembut agar Shaka berhenti menangis.Setan, memang kelakuan mereka. Azan Magrib malah bikin ulah seperti ini bukannya pada salat. Malah merampas makananku dan melukai anakku.Kuoleskan obat salep pada luka Shaka. Kini tangisnya sudah berhenti setelah aku menenangkannya."Jangan nangis lagi ya, Sayang. Bunda mau salat dulu."Kubaringkan tubuh Shaka di kasur, setelah itu aku menunaikan salat Magrib terlebih dulu sebelum aku melabrak mereka.Selesai salat kutengok Shaka yang sudah tertidur pulas sambil memeluk mainannya.Rasa sakit itu kembali lagi ketika melihat luka di tangan Shaka. Buru-buru aku merapihkan mukena dan sajadah.Berjalan ke arah ruang tamu, di sana tidak ada siapa-siapa. Dari arah kamar Ibu terdengar suara tertawa mereka. Mungkin mereka bahagia dan puas membuat anakku kesakitan.Aku mengatur emosiku agar tak meluap sebelum mengetuk kamar mereka."Bu! Bi!
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 6Mereka terus saja memakiku dari luar kamar dan menyuruhku untuk membereskan rumah, juga memasak makan malam. Jelas tadi mereka sudah memakan makananku, masih saja menyuruhku memasak. Dasar keluarga licik. Mas Raka yang anak kandungnya sendiri saja ia rendahkan, apalagi aku statusnya hanya menantu. Mereka memang harus diberi pelajaran agar tak semena-mena padaku.Mereka hanya tahu aku ini anak seorang mantan buruh biasa di pabrik. Biarkan saja tetap begitu.[Mas, makanan yang kubeli diambil oleh Bunga dan Mbak Desi. Di rumah udah nggak ada makanan.] Aku mengirim pesan pada Mas Raka.Dert! Dert!"Hallo, Sayang. Diambil gimana makanannya?" tanya Mas Raka meneleponku.Aku menceritakan semuanya pada Mas Raka, termasuk Shaka yang dibuat memar dan luka oleh mereka. Dapat kutangkap dari nada bicaranya Mas Rak sangat marah pada mereka, apalagi mengetahui kalau Shaka dibuat celaka.Mas Raka bilang akan segera pulang ke rumah. Hatiku cemas, p
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 7"Maksudnya gimana, Dek?" tanya Mas Raka yang sudah lebih tenang sedikit."Kita balas kesombongan keluargamu, Mas. Pantas aja kamu menyuruhku untuk tidak memberitahu keluargamu kalau keluargaku memiliki beberapa kontrakan, dan memiliki rumah makan Padang," ujarku."Dek, aku sendiri hampir lupa kalau kamu dari keluarga yang cukup berada. Ya Allah ... maafin suamimu ini, Dek. Di keluargaku kamu malah diperlakukan seperti pembantu. Bapak dan ibumu pasti sangat marah kalau mengetahui ini semua," lirih Mas Raka.Ya, sewaktu kami masih pacaran Mas Raka pernah bilang jangan menceritakan tentang keluargaku pada keluarganya. Yang mereka tahu bapakku hanyalah seorang buruh pabrik biasa, dan ibuku hanyalah ibu rumah tangga saja."Emangnya kenapa kalau jujur aja sama keluargamu, Nak?" tanya Bapak kala itu keheranan."Nggak papa, Pak. Keluargaku suka minderan orangnya," jawab Mas Raka."Loh, kok gitu. Tapi ya udah kalau itu maumu," ujar Bapak.Se
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 8"Sini duduk, Dev, Raka. Kita makan malam bersama," ajak Mas Arman dan Mbak Desi.Mas Raka bergeming, ia malah menatap satu persatu wajah kami. Lalu tiba-tiba tersenyum, tapi senyumnya lain. Seperti merencanakan sesuatu."Ini ceritanya makanan sogokan untuk kami, ya?" tanya Mas Raka sambil berjalan ke arah meja makan."Bu-bukan kok. Ini makanan sebagai bentuk permintaan maaf kami sama kalian," jelas Mbak Desi.Mbak Desi meraih jemari Mas Raka dengan lembut lalu menarik tangannya dan menyuruh Mas Raka duduk. Apa-apaan dia seperti itu pada suamiku."Duduk, Raka. Mau aku ambilin makanannya?" Mbak Desi menyodorkan piring kosong pada Mas Raka."Nggak usah, Mbak. Dia suamiku, urus saja suamimu!" ketusku.Mas Raka melirikku dan tersenyum penuh arti. Ia menghampiriku dan malah mengambilkan makanan untukku. "Ini gratis, Sayang. Disediakan khusus untuk kita. Jadi, ayo makan yang banyak." Mas Raka mencium pipiku lembut.Mbak Desi tersenyum sin
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 9"Iya, kakiku, Mbak. Kakimu nggak punya mata, ya, makanya ngelus-ngelus kaya orang gatel!" sindirku padanya."Kenapa, Sayang?" tanya Mas Raka."Itu, Mas. Ada yang salah sasaran," ujarku sambil melirik Mbak Desi.Mbak Desi semakin salah tingkah aku sindir seperti itu. Wajahnya memerah, entah antara malu atau marah padaku.Ponselku berdering ada telepon masuk dari Arbi adikku."Kak, aku udah di depan nih. Jadi mau menginap di rumah nggak?" tanya Arbi."Jadi, kamu bawa mobil 'kan? Masuklah ke dalam, bantuin kami masukin barang ke bagasi.""Oke, Kak, aku masuk ya."Arbi menutup sabungan teleponnya. Selang beberapa menit suara ketukan pintu di luar terdengar.Saat aku beranjak dari kursi dan ingin membuka pintu. Tapi sudah keduluan oleh Bunga yang berjalan untuk membuka pintu."Eh, ngapain kamu ke sini?" tanya Bunga sambil menelisik penampilan Arbi.Wajahnya seketika berubah ramah saat melihat mobil Pajero Sport putih terparkir di halama