“Ayah kandung Kai muncul, lalu Mark menghajarnya karena tak terima dengan perbuatan pria itu. Apa yang harus kulakukan, Ana? Sekarang hubungan kami dengan Milea semakin buruk. Bahkan Milea melarang kami menjenguk Kai.” Cantika menemui Rihana—saudara juga mertua Sashi untuk mendiskusikan masalah Milea. Rihana hanya mengembuskan napas kasar mendengar cerita wanita yang berumur lebih muda darinya itu. Dia lantas melirik sang suami karena ternyata mereka sudah mengetahui soal siapa ayah Kainan dari besan mereka. “Kamu sudah tahu Mark itu keras kepala, tapi kamu tahu juga jika hatinya tak sekejam itu. Di balik kerasnya segala sifat dan keputusannya, aku yakin dia memiliki keputusan yang baik,” ujar Rihana mengingatkan. “Aku tahu, tapi Milea sudah salah paham dengan maksud ayahnya. Aku benar-benar frustasi, apalagi Kai mengira kami menindas ibunya, sehingga Kai pun tak mau dekat dengan kami,” balas Cantika dengan ekspresi wajah sedih. “Jangan salahkan Kai atau Milea atas sikap mereka.
“Kamu akan pulang ke rumah orang tuamu?” tanya Hanzel setelah mendapat informasi dari dokter jika besok Kainan boleh pulang. Milea terdiam sejenak mendengar pertanyaan Hanzel, lantas menatap pria itu. “Aku akan mengajak pulang Kai ke apartemen. Aku tidak mau terus berdebat dengan Papa lalu didengar Kai,” jawab Milea lantas menoleh ke ranjang Kainan. Kainan sudah tidur, karena itu keduanya bisa bicara dengan leluasa. “Kai sering mendengar kalian bertengkar?” tanya Hanzel. “Tidak juga, hanya beberapa kali tapi tampaknya hal itu sangat membekas di hatinya. Setiap Papa atau Mama bicara dengan nada tinggi, Kai langsung menganggap jika mereka sedang menindasku. Aku tidak mau Kai jadi pendendam, apalagi dia selalu memasukkan segala perkataan dari siapa pun ke dalam hati,” jawab Milea menjelaskan. Hanzel mengangguk paham, hingga kemudian berkata, “Pantas saja dia langsung tak menyukaiku karena aku membentakmu.” Milea tertawa kecil mendengar ucapan Hanzel. “Ya, begitulah. Makanya berha
“Aku dengar, besok Kai sudah boleh pulang. Kamu tidak mau ikut menjemputnya? Kondisi Kai pasti tak langsung pulih, jadi mungkin Milea akan membutuhkan kita membantu menjaga Kai,” ucap Cantika mencoba membahas masalah cucu mereka. Mark baru saja selesai mandi saat mendengar ucapan istrinya itu. Dia menatap Cantika yang duduk sambil memandangnya. “Milea bilang kita tidak usah ke sana, kan? Jadi tidak usah ke sana,” balas Mark lantas melempar handuk ke ranjang baju kotor. Cantika sangat terkejut mendengar ucapan Mark. Sejak kejadian di rumah sakit, suaminya itu memang tak mau membahas soal Kainan. “Aku tahu kamu marah karena sikap Milea, tapi kita juga salah kepadanya,” ucap Cantika mencoba membujuk sang suami. Mark langsung membalikkan badan hingga saling berhadapan dengan Cantika. Tatapan matanya memperlihatkan ketidaksukaan atas pembicaraan yang sedang dibahas. Cantika diam menatap tatapan sang suami, hingga pria itu memilih keluar dari kamar. Cantika mengembuskan napas kasar.
“Kai sudah boleh keluar dari rumah sakit?” tanya Emily ketika mendengar Aruna dan Ansel sedang membahas kepulangan Kai. Aruna dan Ansel terkejut mendengar suara Emily yang tiba-tiba ada di kamar, keduanya melihat Emily yang sudah memakai seragam sekolah. “Iya, Uncle Hanz nanti yang jemput Kai,” jawab Aruna sambil merapikan dasi Ansel. Emily terlihat sangat bersemangat mendengar jawaban Aruna. “Apa Kai akan ke sini?” tanya Emily penuh semangat. Aruna dan Ansel saling tatap mendengar pertanyaan Emily, hingga keduanya menatap Emily yang antusias. “Kai masih butuh istirahat untuk pemulihan, jadi Kai belum bisa main ke sini,” jawab Aruna menjelaskan. Emily langsung menggelembungkan kedua pipi mendengar jawaban Aruna, padahal dia sudah tak sabar mengajak Kai bermain di rumah itu bersama Archie. “Nanti, kalau Kai sudah pulang, kita jenguk ke rumahnya, ya.” Aruna bicara sambil mengusap rambut Emily. “Oke.” Emily kembali bersemangat. Dia pun kembali keluar dari kamar orang tuanya itu u
“Kamu sudah bilang Hanz kalau mau ikut jemput?” tanya Orion sambil mengemudikan mobil di jalanan. “Belum,” jawab Cheryl santai. Orion terkejut mendengar jawaban Cheryl, hingga menoleh ke sang istri yang duduk di sampingnya. “Kenapa tidak mengabarinya dulu? Bagaimana kalau kita datang, mereka sudah pergi?” tanya Orion. “Tidak mungkin, aku yakin mereka belum pulang,” jawab Cheryl. Orion menghela napas pasrah, lantas memilih terus mengemudikan mobil menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, keduanya pun berjalan masuk lobi untuk menuju kamar inap Kai, tapi saat baru saja menginjakkan kaki di sana, Cheryl menghentikan langkah sambil memasang wajah kesal. “Ada apa?” tanya Orion karena Cheryl berhenti. “Dia orangnya, aku belum sempat memberinya pelajaran, sepertinya Tuhan baik kepadaku karena memberiku kesempatan melabraknya,” ucap Cheryl lantas melangkahkan kaki begitu cepat. Orion bingung dengan ucapan sang istri. Dia mengejar hingga menyadari alasan sang istri terlihat kesa
“Biar aku bawa Kai ke kamar,” ucap Milea sambil mengambil Kai dari gendongan Hanzel saat mereka sampai di apartemen. Hanzel memberikan Kai ke Milea, dia pun menatap wanita itu pergi ke kamar, sebelum kemudian membalikkan badan untuk menatap kedua orang tuanya. “Duduklah Pi, Mi.” Hanzel mempersilakan untuk duduk lebih dahulu. Cheryl dan Orion pun duduk di sofa, Hanzel hanya bisa menghela napas kasar mengingat kejadian tadi. “Kalian tadi bertengkar dengan orang tuanya Milea?” tanya Hanzel malah tak habis pikir karena para orang tua bertengkar. Orion melirik sang istri yang hanya diam, lantas menatap Hanzel yang tampak kesal. “Ya, mami yang memulainya. Mami tidak terima dengan ucapannya yang menuduh jika kamu salah didikan,” geram Cheryl. “Mami menggamparnya dengan tas, dia pikir mami takut!” Cheryl menceritakan dengan emosi menggebu. Hanzel sangat syok mendengar ucapan sang mami. Cheryl selalu terlihat anggun dan berwibawa ketika di hadapan orang lain, tak menyangka sang mami bis
“Sudah? Mau sampai kapan?” Melvin hanya menatap ayah Milea yang menemuinya, tapi malah terus minum kopi yang disuguhkan. Pria itu menunggu sampai Mark mau membuka pembicaraan. Mark menghabiskan secangkir kopi yang disuguhkan kepadanya, lantas melonggarkan dasi yang terasa menyekik lehernya. “Aku tidak punya banyak waktu jika hanya untuk melihatmu minum kopi. Jika ada yang mau dibicarakan, bicarakan saja segera,” ucap Melvin menyindir. Mark menatap sahabatnya itu, hingga kemudian mendengkus kasar. “Aku tidak paham, kenapa Milea masih memilih pria yang sudah membuatnya menderita!” geram Mark akhirnya mau bicara. “Aku juga heran, kenapa Cantika mau dengan pria yang memiliki masa lalu buruk sepertimu,” balas Melvin yang tentunya mengandung nada sindiran. Mark langsung menatap Melvin, hingga mencebik kesal. “Ini berbeda,” sanggah Mark. “Apanya yang beda? Ya masalahnya memang beda, tapi yang jelas sama-sama buruk,” ucap Melvin dengan santainya kemudian menyesap kopi miliknya. Mark
“Minum susunya dulu, baru nanti minum obatnya.”Hanzel meletakkan segelas susu di meja tepat di hadapan Kai. Milea sedang membersihkan meja makan.Kai menatap Hanzel yang duduk menjaga jarak darinya. Dia mengambil gelas di meja, lantas meminum susu itu perlahan.Hanzel menatap Kai yang sedang minum. Dia masih bertanya-tanya, kenapa tak menyadari wajah Kai sejak awal bertemu, mungkin karena saat pertama kali bertemu, Hanzel tak peduli dengan Kai.“Kenapa kamu di sini terus?” tanya Kai setelah minum.Hanzel terkejut mendengar pertanyaan Kai, tapi dirinya tetap berusaha tenang sambil mengulas senyum ke Kai.“Karena aku ingin menjagamu dan Mama,” jawab Hanzel penuh percaya diri.“Kenapa mau jaga Kai dan Mama?” tanya Kai seperti hendak menyelidiki sesuatu.Hanzel ingin sekali mengatakan kalau dia ayah kandung Kai yang berhak menjaga bocah itu tapi dirinya masih menahan keinginannya itu karena takut Kai belum bisa menerimanya.“Ya, karena ingin saja. Kai sedang sakit, tidak ada yang jaga Ma