"Aku kenyang sekali!" desah Cleo yang sudah menghabiskan lima potong ayam goreng dan segelas soft drink. Hermes geleng-geleng kepala. Kalau habis menangis, adiknya itu akan memakan apapun yang ada di hadapannya.
Cleo tak sanggup lagi bergerak dan menyenderkan punggungnya di sofa dengan nyaman.
"Kau makan seperti anak kecil saja," protes Ares sambil membersihkan remahan ayam yang jatuh di atas rok adiknya. "Aku memang anak kecil. Umurku baru enam tahun!""Anak umur enam tahun harus tahu bagaimana cara makan yang baik," sahut Hades mengelap tangan adiknya menggunakan tisu basah."Itu karena kalian memanjakannya. Menganggapnya seperti anak kecil!" timpal Hermes tak mau kalah.
"Itu karena dia yang paling kecil diantara kita berempat," balas Hades. "Betul betul betul! Justru kamu yang selalu mengabaikanku," balas Cleo gemas. "Bukan mengabaikan. Itu karena aku tak mau memanjakanmu!" Ehem! Tara berdehem dan keempatTara yang baru saja keluar dari kamar mandi berdiri dengan tegak di depan cermin dan memandangi setiap lekuk tubuhnya yang memiliki banyak bekas kemerahan. Seketika itu, sebuah aliran gairah mengalir di setiap sendi tubuhnya. Percintaan tadi siang dengan Raymond begitu sempurna. Begitu liar. Bigitu panas dan sangat memuaskan. Enam tahun lamanya tubuh wanita itu tak terjamah dan malam ini, ia sungguh ingin merasakannya lagi. Seandainya saat ini dia berada di Jakarta, barangkali Tara susah menyusul lelaki itu dan menuntaskan hasrat birahinya.Tara cepat-cepat mengeringkan rambut dan mengenakan baju tidur seksi yang Raymond belikan untuknya saat mereka baru menikah dulu. Dengan cepat, ia mengambil ponsel yang ada di atas meja lalu menghubungi Raymond."Apakah dia sudah tidur?" Tara berbicara pada dirinya sendiri ketika telepon tak juga tersambung.Karena panggilannya tak kunjung diangkat, Tara memutuskan untuk mengakhiri panggilan itu dan rasa kecewa pun meny
Suara kecipak dari tubuh Virna dan Tiger yang bertabrakan terdengar memenuhi kamar hotel yang mereka habiskan selama seminggu terakhir di kota Seoul, Korea Selatan. Decitan serta getaran tempat tidur pun mengiringi bulan madu mereka yang seakan tak berujung.Napas mereka memburu, dan desahan serta erangan keduanya saling bersahutan. Terdengar mesra dan kenikmatan yang dirasakan setiap kali Tiger menghujamkan dirinya ke dalam mulut rahim Virna membuat perempuan itu semakin tak berdaya. Lelah, namun setiap gesekan yang ditimbulkan terasa nikmat luar biasa. Di atas tempat tidur, Tiger memang tak pernah mengecewakan.Sejak menikah hingga usia kehamilan Tara memasuki usia sembilan bulan dan mendekati hari-hari kelahiran si jabang bayi, mereka berdua berkeliling dunia mulai dari benu Amerika, Afrika dan Asia.Tentu saja perjalanan ini bukan sepenuhnya bulan madu melainkan sudah menjadi tugas Tiger sebagai wakil pimpinan Eternal untuk meng
Raymond terduduk lesu di depan ruangan bersalin karena belum juga ada kabar dari Hilma. Tangannya memangku kepalanya yang terasa berat dan hatinya, tak henti-hentinya memanjatkan doa. Ia tak sanggup membayangkan bagaimana hidupnya akan berjalan jika Tara tak ada di sisinya."Tidak, Ray. Ran pasti baik-baik saja. Istrimu perempuan yang kuat! Terlebih lagi, ada empat orang anak yang membutuhkan belaian dan kasih sayang!" Raymond berbicara pada dirinya sendiri. Berusaha menenangkan batinnya meski sulit.Tak sanggup lagi terdiam dalam kekhawatiran, Raymond pun berdiri. Dia memutuskan pergi ke ruang rawat bayi yang ada di ujung lorong."Sebelah sini, Pak," kata seorang perawat yang sudah tahu maksud dan tujuan Raymond. Pria itu hanya tersenyum tanpa mengucapkan terima kasih lalu berjalan pelan ke sebuah tempat tidur bayi yang berisi anak-anaknya. Tiga laki-laki dan satu perempuan."Terima kasih karena k
"Apa kau menyukainya?" tanya Tiger dengan pelukan erat. Virna bersandar pada dada suaminya sambil menikmati matahari yang mulai bergeser ke barat sedikit demi sedikit. Peluhnya membasahi tubuh dan sesekali angin yang menerpa membuat tubuhnya terasa dingin. Ia berharap agar perasaan dingin itu tidak menyusup ke dalam hatinya. Ya. Dia ingin dirinya menjadi hangat. Sehangat punggungnya yang bersentuhan langsung dengan kulit Tiger."Ya."' Virna menjawab singkat. Ia ingin seperti ini untuk beberapa saat lagi. Di bawah selimut bersama dengan suami yang memiliki hati dan juga tubuhnya. Bersamanya dalam setengah tahun terakhir, Virna mendapatkan apa yang semua wanita impikan. Gelimang harta, suami tampan dan juga cinta yang seolah tak pernah ada habisnya."Apa kau ingin jalan-jalan?"Virna menggeleng cepat. Jalan-jalan? Ia sudah bosan. Baginya dulu, naik pesawat, makan di restoran mewah, menginap di kamar suite, adalah hal tabu. Tapi
Setelah lima jam perjalanan, akhirnya pesawat pribadi yang ditumpangi oleh Virna dan Tiger mendarat di Jakarta. Virna melihat ke luar jendela, lampu-lampu di landasan pacu begitu gemerlap dan terasa romantis karena ada suaminya berada di sampingnya. Meski tengah sibuk dengan laptop di pangkuan, Tiger tak pernah mengalihkan perhatiannya dari Virna yang sedang mengenakan celana jeans warna hitam dan t-shirt warna senada. Lelaki itu begitu perhatian dan tak pernah mengabaikan Virna sesibuk apapun dirinya."Kita ke rumah sakit sekarang," ucap Virna melepaskan sabuk pengamannya lalu berdiri."Tidak, sweet heart. Ini sudah malam. Besok pagi saja. Oke?"Virna mengerucutkan bibirnya. "Aku ingin melihat keponakan ku."Huuffttt. Tiger menutup laptop dan meletakkannya di meja. Dengan sigap, pria yang berkulit bersih itu menarik tubuh Virna ke atas pangkuannya. "Dengarkan suami mu. Kau harus beristirahat malam ini."
Burung-burung yang bertengger di atas pohon mangga mulai bercicit ketika Raymond baru saja selesai menidurkan Cleo. Seminggu sudah Tara dan anak-anaknya kembali ke kediaman Lewis dan seminggu itu pula Raymond melakukan pekerjaan barunya. Ayah rumah tangga!"Apa dia sudah tidur?" tanya Tara yang baru saja memeras air susu dan dimasukkan ke dalam botol untuk disimpan di lemari pendingin. Ia tak mungkin menyusui keempat anaknya dalam waktu bersamaan. Apalagi Cleo? Dia sama sekali tak ingin minum susu langsung dari ibunya. Bahkan, saat Tara menggendongnya, si mbontot justru menangis."Ya. Sekarang kau istirahatlah. Aku akan menyimpan botol-botol itu," jawab Raymond membetulkan selimut yang menutupi tubuh kecil Cleopatra yang ada di tengah-tengah ranjang. Jika ketiga anak yang lainnya cenderung pendiam dan mau dijaga oleh pengasuh, maka, Cleo sedikit spesial. Dia hanya akan diam menangis jika Papa nya lah yang memintanya diam.
"Kamu yakin suami dan anakmu akan ikut?" bisik Virna di telinga Tara ketika Raymond sedang menyiapkan keperluan Cleopatra. Pria itu bergerak dengan semangat. Memasukkan popok, baju ganti, tissue basah dan kering, dan juga mainan ke dalam sebuah tas yang ukurannya cukup besar. Benar-benar Papa baru yang teladan!"Ya. Aku aku tidak bisa melarangnya," jawab Tara santai sambil memperhatikan Cleo yang ada di pangkuan Mamanya. " ... dan Mbak Virna tahu, kan? Di mana ada Raymond, di situ ada Cleo. Di mana ada Cleo, di situ ada Raymond! Mereka adalah amplop dan perangko! Harus nempel!""Memangnya masih jaman orang pakai perangko?""Entahlah ...." Tara mengangkat kedua bahunya. Kalau Raymond sudah bilang mau ikut, badai yang. Isa mencegahnya. Jangankan lautan yang berisi air asin. Lautan lahar pun akan diseberangi!Raymon
Virna menarik napas dalam-dalam ketika suara Sofi terus saja terdengar oleh telinganya. Kawannya itu memang tak pernah berubah. Cerewet dan memang suka memandang rendah dirinya karena dianggap tidak sekelas. Terlebih, Virna adalah yatim piatu yang hanya mengandalkan otaknya agar bisa kuliah dan mendapatkan beasiswa."Vir, makan, dong. Udah gue ambilin, nih! Gue inget banget waktu kuliah dulu, Lo jarang ke kantin," kata Sofi menyodorkan kimbab yang baru saja diambilnya dengan nada setengah memaksa."Makasih, Fi. Aku masih kenyang." Virna menjawab enggan dan sesekali melambaikan tangan pada kawan-kawan yang menyapa dirinya dari kejauhan."Sarapan apa, Lo? Nasi bungkus sama seperti waktu kuliah dulu? Kerja di mana sekarang? Eh, itu tas KW kan? Emang, sih. Kalau barang tiruan memang murah dan cocok sama Lo! Ya gak, Hans?"