Share

Kasus Kematian Ganda Di Tenda Posko
Kasus Kematian Ganda Di Tenda Posko
Penulis: Ahmalia T

Bab 1 : Kasus Kematian Ganda Berlatar Cinta Segi Empat

Ilbi mengambil laptop di kamarnya dan menunjukkan sesuatu pada Malik. Rahangnya mulai mengencang.

“Lihat ini. Kemarin aku dikirimi Pak Hito potongan berita yang perkara perlindungan saksinya diopor padaku. Kasus keracunan ganda.

"Kejadiannya di suatu desa dekat kecamatan Stabat, kabupaten Langkat. Kasusnya masih ditangani di Polsek setempat. Kejadiannya tiga hari yang lalu,” kata Ilbi sambil membuka layar berupa potongan berita.

“Pada kamis malam, 7 September 2023 di suatu perkampungan kecil dengan sebutan Kampung Rampai mengalami suatu tragedi mengerikan dimana dua pria dewasa meninggal keracunan diduga lewat minuman bandrek yang mereka konsumsi.

"Kejadian tepatnya saat mereka duduk bersama di tenda darurat yang dibuat di atas tanjakan tinggi jalan lalu lintas kampung tersebut.

"Adapun orang lain yang meminum bandrek dari jenis yang sama tidak mengalami hal yang aneh ataupun gejala keracunan. Sehingga diduga racun berasal dari botol minum yang dibawa satu korban, bernama Saba.

"Orang kampung menyebut tanjakan tersebut benteng. Tenda atau posko darurat dibangun lantaran banjir sudah menggenangi jalan kampung mereka selama dua hari dan mereka berjaga-jaga atas kemungkinan intensitas air banjir yang semakin tinggi.

"Korban yang meninggal yaitu Ahmad Saba, 29 tahun dan Adil Pras, 43 tahun. Total ada 15 orang yang berjaga di posko. Adapun hubungan antara kedua korban cukup menarik disimak.

"Lima tahun lalu Adil Pras bercerai dari Sasmita yang sekarang berusia 41 tahun dan menikah dengan mantan pacar Saba bernama Nurah saat gadis itu belum genap 19 tahun.

"Adapun Sasmita langsung tukar guling dengan menikahi Saba. Pada waktu kejadian Sasmita bersama ibu-ibu yang lain memasak bubur kacang hijau untuk diberi kepada orang-orang sekitar.

"Sementara Nurah bertugas memasak bandrek di sebuah dandang. Posko banjir itu sendiri diinisiasi oleh korban Adil Pras yang merupakan agen pengepul sawit...”

Malik mengerutkan kening sambil terus membaca artikel dan mencemooh.” Siapa yang menulis berita begini, ‘cukup menarik disimak’ dan ‘tukar guling’ lebih banyak memasukkan opini dan cenderung tidak sopan!”

"Biasalah penulis portal. Aku memutuskan tidak terlalu mengikuti kasus ini awalnya. Aku tidak berpikir akan ada yang salah tuduh untuk kita bela. Saat kejadian naas itu, banyak saksi mata dan mereka terkurung di antara banjir.

"Jika memang ada pembunuhan pelakunya harusnya berada di antara mereka semua yang ada di sana. Tapi jika yang terjadi adalah bunuh diri, bunuh diri ganda, harusnya akan segera terungkap juga.”

“Jika memang pembunuhan maka istri-istri korbanlah paling berpeluang masuk dalam daftar calon tersangka,” kata Malik setelah selesai membaca artikel.

"Latar belakang hidup mereka berempat ganjil. Bisa-bisanya dua korban duduk bersama. Kau mau pulang sekarang?"

“Iya. Nanti akan kuamati lagi berita terkait di rumah,” sambung Malik yang berniat mengakhiri kunjungannya. Ia mulai bangkit dari kursi.

"Bagaimana? Kau mau bergabung pada lembaga ini? Maaf, aku tak memberi tawaran yang bagus," ujar Ilbi dengan rasa tak enak.

Malik mengangguk. "Yah, memang tawaranmu kurang bagus jika memandang dari segi finansial. Tapi jujur saja aku sangat tertarik jika diberi kesempatan untuk berurusan dengan dunia kriminal sungguhan."

"Yang benar?"

“Yah. Sekarang aku harus pulang. Waktunya mandi,” jawabnya sambil mengendus ketiak. Malik bahkan tidak tahan jika badannya mulai sedikit saja berbau.

Ilbi menatap Malik sekali lagi. “Bagaimana? Kau akan ikut membantuku mengawal kasus ini ?”

"Yah, sejauh ini sih aku tertarik. Kabari saja kalau kau akan bergerak."

***

Ilham Birsi nama panjangnya. Dua belas tahun lalu saat mereka kelas 12 SMA, Maliklah yang memanggilnya Ilbi dengan mengambil masing-masing dua huruf dari nama depan dan belakangnya.

Mereka di satu klub sekolah yang sama. Klub unik yang mendiskusikan perkara-perkara kriminal.

Ilbi sekarang bekerja sebagai pengacara di salah satu biro hukum terkenal di Medan milik Pak Hito Hutasoit. Ia juga menjadi bagian dari Tim Advokat Independen Mandiri (TIAM)yaitu lembaga sosial afiliasi dari firma hukum Pak Hito yang diperuntukkan untuk membela saksi atau korban dalam posisi rentan.

Semacam lembaga sosial yang juga cukup sering memberi perlindungan atau perwakilan hukum bagi warga ekonomi bawah. Lembaga itu dibangun Pak Hito demi meningkatkan citra baik firma hukumnya.

Lembaga TIAM banyak kehilangan tim lantaran lembaga tersebut lebih bisa disebut lembaga 'amal'. Tidak ada gaji memadai yang diperoleh, melainkan hanya pengalaman dan citra baik yang dibutuhkan calon pengacara.

Namun Malik yang sedang cuti tertarik dengan aktivitas yang sahabatnya lakukan di TIAM setelah ditawarinya.

Malik sedang berada di rumahnya Medan untuk rehat sejenak dari usaha jasa perdetektifan swasta yang berbasis di Jakarta.

Beberapa jenis kasus yang ditanganinya sebelumnya yaitu jasa pencarian jejak seorang yang menjadi target kliennya dan juga cukup sering untuk menyelidiki pasangan yang berselingkuh maupun kawin lagi.

Kasus terakhir yang diselesaikannya sebelum memilih mudik adalah berhasil menggagalkan pernikahan anak pengusaha garmen.

Diketiknya peristiwa keracunan di Kampung Rampai di laman pencarian G****e setelah pulang dari rumah Ilbi. Berita yang muncul hanya bersumber dari portal daerah.

Sama persis isinya seperti yang Malik dan Ilbi baca tadi siang. Ada satu tulisan yang agak berbeda dengan tambahan deskripsi mengenai keluarga korban.

Istri-istri yang ditinggalkan yaitu istri Saba yang bernama Sasmita(41) dan istri dari Adil bernama Nurahmania(23). Hubungan mereka berempat menjadi pergunjingan dan bahan gosip di desa mereka tinggal lantaran mirip drama-drama TV.

Lima tahun lalu Adil yang masih terikat pernikahan dengan Sasmita jatuh cinta dengan Nurah yang menjalin kasih dengan Saba.

Menurut berbagai cerita dari warga kampung sendiri Adil berkawan dengan Imran, ayah Nurah dan tahu bahwa dia banyak menanggung hutang termasuk dengan Adil sendiri. Bahkan mengagunkan satu petak sawah dan rumah mereka tinggal.

Naasnya Imran tiba-tiba meninggal karena pembuluh darah di kepalanya pecah dan tidak meninggalkan uang untuk melunasi hutang.

Adil kemudian menawarkan diri membersihkan hutang-hutangnya dengan syarat Nurah bersedia menjadi istri sirinya.

Adil bahkan berhasil membujuk Saba memutuskan hubungan. Saba juga yang akhirnya meyakinkan Nurah menerima pinangannya untuk menyelamatkan aset keluarga serta keluar dari jeratan hutang.

Singkat cerita mereka menikah dengan halangan Sasmita yang tak berpengaruh.

Almarhum Adil memiliki ruko dua lantai yang berseberangan langsung dengan usaha pengepulan sawitnya. Ruko itu menjalankan usaha jual beli pupuk serta halaman cukup lebar di belakang, yang kini menjadi milik Sasmita berkat perceraiannya enam bulan setelah Adil memperistri Nurah .

Kedua usaha tersebut terletak berseberangan dengan dipisah jalan untuk umum selebar tiga meter.

Adil memilih memperkerjakan Saba yang sudah merelakan Nurah menjadi istrinya. Bahkan ia bebas memilih pekerjaannya meski yang ringan sekalipun dengan bayaran lumayan.

Pada waktu yang singkat, Saba ditempatkan menemani Sasmita berjualan di ruko lantaran lelaki itu tidak terlalu bisa bekerja dengan tenaga sementara tidak mungkin menempatkannya di bagian pembukuan.

Lalu entah bagaimana mulanya Sasmita ketahuan berselingkuh dengan Saba yang dua belas tahun lebih muda darinya. Adil marah dan menceraikan Sasmita.

Namun perceraian tersebut seperti sudah diprediksi oleh pasangan Sasmita dan Saba. Sasmita memperoleh harta gono gini berupa ruko beserta usaha pupuk atas namanya berikut halaman belakang rumah.

Sasmita pun menikah dengan Saba dan tetap mendiami ruko dan bahkan membuat satu kolam ikan di halaman belakangnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status