Najwa Asyifa, perempuan berusia 26 tahun yang sudah menikah selama dua tahun dengan Fabian Rizki yang lebih tua enam tahun dibanding dirinya. Pernikahan itu awalnya indah. Namun, semenjak kehadiran Ibu mertua dan adik ipar yang ikut tinggal bersama mereka, keadaan akhirnya berubah. Puncaknya, ketika Najwa mendapat sebuah kabar buruk. Sang suami membawa wanita lain ke rumahnya dan mengakui wanita itu sebagai istri kedua. * Kau bilang, aku tak bisa tanpamu, Mas. Ah, Benarkah? Ku rasa, itu terbalik. Bukankah, justru kau yang tak bisa tanpaku?
Lihat lebih banyak"Ba-baik. Saya akan bicara dengan Bapak soal masalah ini," ucap Jaya dengan suara melemah."Beritahu Pak Tono, kalau dia tetap nekat menuntut Galih melalui jalur hukum, maka rumah kalian akan langsung saya sita!" tegas Najwa."Iya," angguk Jaya mengerti."Jadi, masalah ini seharusnya sudah clear, kan?" tanya Najwa memastikan.Jaya mengangguk. Tak berselang lama, dia langsung pergi tanpa berpamitan sama sekali. Para warga yang melihat kepergiannya langsung bersorak mengolok-olok dirinya."Terimakasih," ucap Bi Tin yang berjalan mendekat bersama Galih."Sama-sama, Bu," jawab Najwa disertai anggukan kepala."Terimakasih," Galih turut membuka suara. Sepasang matanya, terlihat curi-curi pandang ke arah Najwa."Ya, sama-sama," balas Najwa. "Hidung Ibu nggak apa-apa?" tanya Najwa pada wanita paruh baya itu."Alhamdulillah, nggak apa-apa. Tadi, memang sempat mimisan. Tapi, sudah berhenti.""Kalau Ibu dan Galih butuh apa-apa, jangan sungkan minta bantuan pada kami, ya!""Iya. Terimakasih sekal
Tiba di rumah Pak lurah, Najwa dan Bu Dahlia mendapati Pak Haris yang terlihat ditahan oleh beberapa orang warga. Napas lelaki paruh baya berbadan kekar itu tampak naik-turun. Menandakan, bahwa emosi itu belumlah reda secara total. "Bapak!!" panggil Bu Dahlia. Dengan langkah panik, dia mendekati suaminya. "Bapak nggak apa-apa?" Pak Haris menggeleng. "Iya. Bapak nggak apa-apa." "Pokoknya, saya nggak mau tahu! Pak Haris harus bayar biaya pengobatan saya! Kalau tidak, maka bukan hanya Galih yang hari ini akan masuk penjara. Pak Haris juga." Dari ujung teras sana, ada Jaya, yang berteriak sambil memegangi pipi sebelah kirinya yang lebam. "Gila, kamu, Jaya! Jelas-jelas, kamu yang nyerang saya duluan, kok. Saya kan cuma membela diri." Pak Haris turut bersuara dengan mata melotot. "Walaupun saya yang nyerang duluan, tapi Pak Haris baik-baik aja, tuh! Malah saya yang jadi bonyok kayak gini," sungut Jaya. Jelas, dia yang babak belur karena Pak Haris adalah alumni perguruan pencak
"Kok bisa sih, Din?" tanya Pak Haris.Bu Dahlia tampak menutup mulutnya sambil memegang bahu Najwa dengan kuat."Itu... Pak Tono datang marah-marah ke Ibunya Galih. Dia memaksa Bi Tin untuk menjual rumah yang sekarang Bi Tin dan Galih tempati. Tapi, karena Bi Tin terus menolak, akhirnya Pak Tono malah tonjok mukanya Bi Tin. Nah, pas banget tiba-tiba Galih baru pulang dari sawah. Posisinya lagi megang arit yang habis dia pakai buat bersihin rumput liar di pematang sawah. Pas lihat ibunya ditonjok Pak Tono sampai hidungnya mengeluarkan darah, langsung-lah arit itu dilayangkan Galih ke arah Pak Tono.""Kena apanya, Din?" tanya Bu Dahlia dengan ekspresi meringis. Dia ngeri membayangkan betapa berbahayanya situasi yang baru saja terjadi."Lengannya, Bu. Soalnya, Pak Tono reflek ngangkat tangan buat nangkis serangan Galih.""Parah?" timpal Pak Haris."Lumayan, Pak. Tulangnya sampai kelihatan," jawab Udin."Ya Allah!" Najwa bergidik ngeri. Tak ia sangka, peristiwa berdarah akan menjadi sambu
Hidup terus berjalan. Semakin hari, kehidupan Najwa juga semakin bahagia. Banyak mimpi, yang dulunya sempat tertunda, kini Najwa mampu wujudkan satu per satu.Kini, dia sudah bisa membeli rumah yang baru. Bisa membangun mesjid di kampung, serta berbagi pada orang-orang yang membutuhkan.Hal terkecil yang paling dia rasakan adalah, dia bisa bolak-balik ke kampung halamannya tanpa ada yang melarang. Hal yang dulunya, begitu sangat sulit untuk dia lakukan."Mbak, saya boleh ikut ke kampung, tidak?" tanya Bi Iroh dengan wajah yang terlihat memelas."Bi Iroh mau ikut? Yakin?"Bi Iroh mengangguk. "Boleh, ya, Mbak! Please!!! Masa' saya tinggal di sini sendirian, sih? Mana seru," rengeknya manja.Melihat tingkah Bi Iroh, Najwa seketika tertawa."Ya sudah, Bibi boleh ikut. Tapi, nanti kita nggak langsung ke kampung, ya! Saya mau mampir ke panti asuhan sebentar.""Oke, Mbak! Tidak masalah!""Kalau gitu, Bi Iroh kemasi barang-barang Bi Iroh dulu, gih! Nggak pake lama!""Siap, Bos!" Bi Iroh denga
"Kamu kenal perempuan aneh ini, Mas?" tanya wanita berjilbab yang merangkul mesra lengan Ahmad."Dia mantan istriku," jawab Ahmad tanpa menoleh pada Salma sedikit pun.Penampilan Salma, benar-benar membuat Ahmad merasa sakit mata saat melihatnya. Pakaian mini yang Salma kenakan, bukan membuat Ahmad tertarik tapi malah bergidik jijik."Oh, yang kamu ceritakan itu?"Ahmad mengangguk."Mas, dia siapa? Kenapa dia sembarangan peluk-peluk lengan kamu?" tanya Salma yang kini sudah kembali berdiri."Kenalkan, ini Diana. Istriku," jawab Ahmad dengan tatapan penuh pancaran cinta pada istri barunya."Mas? Kamu sudah menikah lagi?" Suara Salma terdengar bergetar."Ya, Alhamdulillah. Dan, sebentar lagi kami akan memiliki seorang anak. Iya, kan, Sayang?"Ahmad mengelus perut Diana yang memang sudah agak membuncit. Namun, karena mengenakan gamis yang longgar, jadi perutnya tidak terlalu terlihat."Mas? Ka-kamu... kenapa kamu menikah lagi? Bukannya, kamu hanya cinta sama aku, Mas?"Salma menahan isak
Semakin hari, hidup Salma juga semakin menderita. Dia merasa sudah sangat lelah menjadi sapi perah untuk Seno. Laki-laki itu benar-benar mempekerjakan Salma sebagai seorang pel@cur tanpa peduli Salma lelah ataupun tidak."Siap-siap! Satu jam lagi, kita berangkat. Ada pelanggan yang mau pakai kamu malam ini," kata Seno yang muncul dibalik pintu yang hanya terbuka setengah."Kita baru aja sampai rumah, Mas! Apa tidak bisa, aku rebahan dulu?""Kalau mau rebahan, nanti aja! Sekalian, di kamar hotel sama tamu kamu."Salma menghela napas berat. Dia hanya bisa pasrah terhadap apapun keputusan Seno."Kalau begitu, tunggu sampai aku selesai menyuapi Ibu makan dulu, Mas," jawab Salma."Ck, iya!" decak Seno kesal. "Tapi, jangan lama-lama! Nanti, kita telat," timpal Seno dengan nada yang terdengar semakin ketus."Iya. Ini tinggal dikit lagi, kok." Salma memperlihatkan isi piring yang tinggal beberapa suap lagi.Blam!Pintu kamar kembali ditutup Seno dengan keras dari arah luar. Salma tampak terse
Mendung menggantung di langit yang gelap. Dibawah air yang perlahan mulai jatuh membasahi bumi, Najwa dapat melihat Neti yang sedang meraung sambil memeluk papan yang bertuliskan nama sang Ibu."Bangun, Bu! Jangan tinggalkan Neti. Neti masih butuh Ibu."Teriakan memilukan Neti, menggema di sela hujan yang semakin deras. Wanita yang kini telah resmi dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun delapan bulan tersebut datang dengan diantar oleh beberapa petugas rutan."Sudahlah, Net! Ikhlaskan Ibu, ya!" hibur Bian. Dia memeluk sang adik dengan perasaan yang sama hancurnya."Kenapa Ibu cepat sekali ninggalin kita, Mas? Kenapa? Apa Ibu marah sama aku? Apa Ibu kesal, karena selama ini aku selalu cuek sama beliau?""Mungkin, ini yang terbaik, Net! Setidaknya, Ibu sudah tidak menderita lagi."Pandai sekali Bian menghibur adiknya. Padahal, dirinyalah pelaku utama yang membuat Ibunya selama ini menderita lahir dan batin.Tak hanya fisik yang dibiarkan menderita karena seringnya kelaparan. Tapi, ba
Ajal memang tak ada yang tahu. Tak pernah Najwa sangka, bahwa mantan ibu mertuanya akan berpulang secepat ini. Terlebih lagi, beliau berpulang dengan membawa luka hati yang teramat dalam akibat perbuatan putra kesayangannya."Pak, tolong kabari Bian kalau Bu Jannah sudah berpulang," tukas Bu Ana pada suaminya."Iya, Bu," angguk sang suami yang dengan sigap menaiki sepeda motornya menuju ke rumah Bian.Hampir sepuluh menit berselang, Pak RT kembali bersama dengan Bian. Beberapa warga lain turut ikut serta untuk membantu beberapa hal terkait mengurus jenazah."Ibu...," raung Bian sambil memeluk tubuh yang kini tak lagi bernapas itu."Bu, maafkan Bian, Bu! Bangun, Bu! Bian masih butuh Ibu," lanjut pria itu dengan suara bergetar.Dia memang pernah berharap supaya Ibunya lekas meninggal. Namun, saat hal itu benar-benar terjadi, hati Bian malah merasa sangat perih.Dia pikir dia akan baik-baik saja jika Ibunya tiada. Namun, ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Hidup Bian malah terasa ha
"Bi! Bi Iroh!" panggil Najwa sambil mengetuk pintu kamar asisten rumah tangganya."Iya, Mbak. Sebentar," sahut wanita berbadan besar itu dari dalam kamar.Tak berselang lama, pintu kamar itu akhirnya terbuka. Bi Iroh keluar sambil mengucek-ucek matanya."Kenapa, Mbak? Mbak Najwa butuh sesuatu?" tanya Bi Iroh."Saya mau ke suatu tempat, Bi. Bibi bisa temani saya?" tanya Najwa to the point."Kemana?""Nanti saya jelaskan di mobil saja. Sekarang, Bi Iroh siap-siap dulu, ya! Ini penting!"Asisten rumah tangga tersebut tak bertanya lagi. Buru-buru, dia masuk kembali ke dalam kamar untuk berganti pakaian.Begitu keluar, sebotol jus apel sudah tersuguh di depan matanya."Buat di mobil supaya Bi Iroh nggak ngantuk," ucap Najwa dengan senyuman."Ya ampun, Mbak Najwa baik sekali. Bibi jadi terharu," timpal Bi Iroh sambil menerima botol minum berisi jus apel yang dibuatkan Najwa untuk dirinya.Pak Haris dan Bu Dahlia sudah kembali ke kampung setelah membantu Najwa pindahan ke tempat yang baru. D
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.