Share

Kembaran Sang CEO
Kembaran Sang CEO
Penulis: Fit

01. Sambutan Untuk Heris

Seorang pria nampak tengah serius menatap layar monitor di depannya. Bahkan saat angin yang masuk lewat jendela menerpa matanya, ia sama sekali tidak berkedip. Hingga suara ponselnya berhasil membuatnya bangun dari kursi.

"Sial! Ada saja yang mengganggu!"

Pria bernama Heris itu langsung meraih ponselnya. Ia terdiam cukup lama memandangi nama orang yang menghubunginya. 

Haris.

Saudara kembarnya yang lebih tua lima menit dan hidup serba mewah. Berbeda jauh dengannya yang harus berjuang mencari uang sebagai penjoki judi online. Kekerasan juga seringkali dirasakannya saat pelanggan merasa tidak puas dengan kinerjanya. Tentu berbeda jauh dari Haris yang duduk di kursi empuknya. Setelah helaan napas panjang, ia segera menjawab panggilan tersebut.

"Ada apa lagi?" tanya Heris sembari menyisir rambutnya ke belakang.

"Kamu ada di mana sekarang?"

Heris mendekati papan nama yang ada di atas meja. "Entahlah, sepertinya di dalam perusahaan besar."

"Kamu masih mengerjakan pekerjaan kotor itu?"

Mendengar ucapan Haris, sebelah tangan Heris langsung terkepal. "Hanya ini yang bisa dilakukan orang bodoh sepertiku!"

"Jadi kamu ada di mana?"

"Sebentar biar ku lihat," gumam Heris sembari mengangkat papan nama dari meja. "ZEY Company."

"Sial! Cepat keluar dari sana dan pulang ke mansionmu. Aku sudah mempersiapkan hadiah ulang tahun untukmu."

Belum sempat menjawab, panggilan langsung diputus oleh pihak Haris. Secepat mungkin Heris meraih ranselnya, lalu keluar dari kawasan perusahaan itu sembari membawa koper uang. Ia bisa melenggang bebas karena CCTV di perusahaan sudah dimatikan oleh wanita yang membayarnya.

Heris melangkahkan kakinya sembari bersenandung. Ia tersenyum lebar dengan isi kepala yang penuh dengan rencana untuk menghabiskan uang.

"Aku akan membeli tempat tinggal baru agar Haris tidak bisa menemuiku lagi. Setelah itu aku akan membeli komputer dan bermain judi. Pasti aku akan sangat kaya," gumam Heris dengan senang.

Bruk!

Tubuhnya ditabrak dengan kuat oleh beberapa orang berpakaian hitam. Heris mengerutkan dahinya, ia melirik ke arah kantung besar yang dibawa oleh rombongan orang tersebut.

"Wah ... mereka mencurigakan," gumam Heris.

~~~

"Sudah ku bilang jangan berani masuk ke mansionku!"

Heris sangat terkejut saat melihat pria berjas cokelat tengah duduk di sofa. Pria itu juga nampak terkejut dengan kedatangannya.

"Si-siapa Anda? Mengapa Anda ada di dalam tempat tinggalku?" tanya Heris sembari menyipitkan kedua matanya.

"Haris?"

"Anda mengenal Kak Haris? Di mana dia saat ini?" Heris mendesis pelan sembari menyisir rambutnya. "Sialan! Mengapa dia membawa masuk orang ke rumahku?"

"Saya William, sekretaris utama Haris."

Pria bernama William itu menatap Heris dengan sangat serius. Ia tidak menyangka bisa melihat sosok Haris yang mati beberapa saat lalu. Namun dengan penampilan yang lebih hidup. Sweater berwarna biru langit dan celana jeans. Benar-benar berbeda dengan Haris yang selalu terlihat formal.

"Penjaga!" seru William dengan suara lantang.

Beberapa pria berjas hitam langsung masuk ke dalam ruangan. Mereka sama terkejutnya saat melihat sosok Haris berdiri tegak. Padahal jasadnya sudah dibawa pergi untuk dikebumikan.

"P-Pak Haris?!"

"Bukan, aku bukan Haris. Namaku Heris," ujar Heris sembari tersenyum kaku.

William perlahan mendekat ke arah pria yang mengaku bernama Heris tersebut. Ia meneliti penampilan pria itu dengan saksama. Sulit dipercaya, namun pria itu benar-benar mirip dengan Haris. Bahkan tidak ditemukan celah yang membedakan keduanya. Sebelah tangan William bergerak meraih pistol di sakunya. Lalu ia mengarahkan moncong pistol itu tepat ke wajah Heris.

"Siapa kau? Mengapa kau bisa masuk ke mansion ini?" tanya William.

"Mengapa aku bisa masuk? Tentu saja karena aku pemiliknya!" seru Heris sembari mengeluarkan kartu kunci mansion tersebut.

~~~

Berulang kali Heris berusaha memberontak. Namun tangannya diikat dengan kuat ke belakang. William masih terus mengamatinya dengan teliti. Bahkan matanya sampai tidak berkedip.

"Anda bilang, saudara kembar Pak Haris?"

Heris menghela napasnya dengan wajah kesal. "Ya, aku tidak bohong!"

"Tapi dari semua informasi yang saya tahu, Pak Haris putra tunggal. Dia tidak punya saudara, apalagi kembar."

"Itu karena Papa membenciku. Dia tidak mau melihatku sepanjang hidupnya. Dia mengirimku ke luar negeri, tapi aku melarikan diri. Hanya Kak Haris yang tahu kalau aku masih hidup," ujar Heris.

William mengangguk pelan setelah mendengar penjelasan Heris. Walau begitu kesempatan ini tidak bisa disia-siakan. Secepat mungkin William meraih laptopnya dan mulai terlihat sibuk sendiri. Setelah setengah jam, ia mengambil kertas dari mesin cetak yang ada di ruangan tersebut. Lalu meletakkannya di hadapan Heris.

"Saya ingin bekerja sama dengan Anda, Tuan Heris."

Heris mengerutkan dahinya sembari membaca setiap kalimat yang tertuang di sana. Matanya langsung melebar saat mengetahui kalau saudara kembarnya sudah tewas beberapa jam lalu.

"A-apa maksudnya? Kak Haris mati? Tapi beberapa saat lalu dia baru saja menghubungi saya!"

"Tidak ada satu pun orang yang boleh mengetahui kematian Pak Haris. Maka dari itu, saya ingin meminta Anda untuk berpura-pura menjadi Pak Haris. Lalu mengurus OBBY Company seperti yang dilakukan beliau selama ini."

Wajah Heris nampak sangat terkejut, bahkan berkali-kali lipat dari sebelumnya. Tanpa ragu ia menggeleng. Namun moncong pistol itu kini menempel di pelipisnya.

"Hanya satu tahun sampai pemilihan CEO yang baru. Setelah itu Anda bisa hidup dengan bebas seperti sebelumnya. Jika Anda tidak setuju, saya bisa saja melaporkannya pada ayah Anda."

"Ta-tapi aku sama sekali tidak tahu tentang perusahaan. Selama ini aku hidup dengan bekerja serabutan," ujar Heris dengan suara bergetar.

William meletakkan ponsel di atas meja. "Saya akan bertanggung jawab penuh untuk membantu Anda selama satu tahun."

"Tapi—"

Ucapan Heris terhenti saat ujung ibu jarinya berdarah karena ditusuk menggunakan jarum. Lalu ia dipaksa mencap kertas tersebut.

"Mulai pagi nanti, Anda akan mulai bekerja. Sekarang Anda harus pulang ke rumah, karena anak dan istri Anda pasti sudah menunggu."

Kedua mata Heris membulat. "A-apa? Anak dan istri?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status