"Sudah Ri, ini urusan pribadi gue. Tugas lu memastikan kepada Gamal, jika gue pasti datang. Sekarang lebih baik lu pergi dulu.""Gue boleh tahu 'kan urusan pribadi antara lu dengan musuh bebuyutan kita." Sadewa menatap Fahri tajam, raut wajahnya tergambar jelas jika Sadewa tidak suka dengan keingintahuan Fahri tentang masalahnya."Baik, Wa," jawab Fahri pasrah, dia sangat tahu jika Sadewa sudah memiliki keinginan, maka tidak ada yang bisa melarang. "Nanti gue kabari, jika lu ingin bertemu Gamal malam ini juga." Fahri langsung berdiri, dan meninggalkan kamar Sadewa.Selepas Isya, Sadewa mulai meninggalkan kediamannya, sendiri, tanpa pengawalan. Lewat WA, Fahri mengabarkan jika Gamal akan menemuinya di tempat yang sudah disepakati. Sadewa ingin jika masalah antara dirinya dan ayah dari Zhalika harus segera diselesaikan. Dia sudah tidak berpikir lagi tentang keselamatannya, yang terpenting dendamnya harus terbalaskan, meski taruhannya nyawa.Hati dan pikirannya sedang bimbang, antara ci
"SAYA HANYA INGIN NYAWAMU!" geram Sadewa. Api berkobar di dalam matanya yang tajam. Gamal terdiam, saat mendengar jika Sadewa menginginkan kematiannya. Sedikit pun, tidak ada rasa ketakutan yang terlihat pada wajahnya. Masih terlihat tenang. "Apa yang kamu dapat setelah berhasil membunuhku." "Dendam. Dendam saya terbayarkan. Perbuatanmu sudah merusak masa kecil saya, menghancurkan kehidupan keluarga saya. Hanya dengan membunuhmu, maka semua terbayarkan lunas." Gamal masih melihat ke arah Sadewa, lalu mengambil sebungkus rokok miliknya di atas meja. Membakarnya dan mengembuskannya secara perlahan, sambil bersandar di bangkunya. Benar-benar terlihat tenang sekali. "Jika kau berhasil membunuhku, apa akan membuat ayahmu hidup kembali?" Sadewa terpaku, matanya masih menatap Gamal dengan penuh kebencian. "Sudah siap kau hidup di penjara? Menghancurkan hidup dan masa depanmu?" Sadewa masih terdiam. Di dalam hatinya masih tersimpan bara dendam. "Tanpa kau bunuh pun, nanti aku akan mat
KETIKA KEPALA PREMAN MENIKAHI USTAZAHPART 1Zalikha terus saja memperhatikan, gambaran wajah seorang pria dalam sebuah photo yang dikirimkan oleh salah seorang jamaah-nya setengah jam yang lalu, selepas Salat Isya tadi.Gambar photo melukiskan sosok wajah pria yang terbilang tampan untuk ukuran sosok laki-laki dewasa. Berwajah bersih, dengan alis tebal dan rahang kekar, hidungnya bangir juga sorot mata yang tajam. Berkharisma, kesimpulan yang diambil Zalikha saat pertama kali melihat photo pria tersebut via aplikasi pesan berlogo hijau."Mohon maaf Ustazah. Jika Ustazah berkenan, saya ingin melamar Ustazah untuk putra pertama saya?" Pertanyaan dari seorang Ibu anggota pengajian yang berpakaian bagus cukup membuat Zalikha terkejut."Alhamdulillah ... Ibu Daisah bisa saja." Zalikha tersenyum saat siang tadi di halaman sebuah masjid selepas memberikan tazkiah di salah satu majelis taklim wanita Masjid Ar- Rahmah tempatnya mengajar
"A-apa, Mas?" Zalikha masih dalam keadaan gugup, melihat Sadewa yang tiba-tiba datang mengunjunginya. Dan putra dari Ibu Daisah itu masih menatap tajam, membuat Zalikha menunduk, menghindari bertatapan langsung. Jantungnya berdegup lebih kencang."Ko Mbak tahu, jika nama saya Sadewa?""Ohh ... itu, dari Ibu Mas yang memberi tahu.""Maksudnya?" tanya Sadewa lagi menyelidik."I-iya, tadi siang, beliau bilang jika punya putra pertama bernama Sadewa, dan mengirimkan photo Mas kepada saya.""Buat apa Ibu mengirimkan photo," gumam Sadewa, bertanya ke dirinya sendiri."Apa, Mas?" tanya Zalikha, memperjelas, karena dia pikir Sadewa sedang berbicara dengannya."Tidak, tidak ada apa-apa," jelas Sadewa. Mengalihk
Tidak sampai sepuluh menit, Zhalika sampai di kediaman Ibu Daisah. Sebuah kompleks perumahan kelas menengah atas, dengan bentuk bangunan yang hampir sebagian besar bergaya Eropa dengan pilar-pilar penyangga yang besar.Sebuah kompleks perumahan di pinggiran Kota Jakarta, tetapi dengan kemudahan akses ke mana-mana, baik ke bandara internasional ataupun ke pusat kota, karena akses tol tepat ada di pintu belakang perumahan ini.Jalan pintu masuk utama pun di penuhi ruko-ruko yang sudah penuh terisi di kiri dan kanan jalan komplek ini, dengan pohon-pohon palem yang berbaris rapih di kedua sisinya, dan inilah pertama kalinya Zhalika memasuki dan mengetahui seperti apa isi dalam dari perumahan kelas atas ini, karena selama hampir dua bulan tinggal di perkampungan yang tidak jauh dari kompleks perumahan ini, Zhalika tidak pernah pergi ke mana-mana. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di
KETIKA KEPALA PREMAN MENIKAHI USTAZAHKejutan Selepas Makan MalamPART 4Daisah sudah terlanjur jatuh sayang terhadap Zhalika. Nasib hidup yang sudah dijalani gadis itu, membuat hati dari ibunya Sadewa itu terenyuh. Naluri menjaga dan melindungi hati seorang ibu saat ini seperti tercurahkan sepenuhnya untuk Zhalika.Daisah teramat meyakini jika gadis ini bukan hanya santun, cantik, dan baik, tetapi juga punya hati yang bersih dan tulus. Kesulitan hidup yang dijalani membuat Zhalika justru menjadi sosok yang membawa dan menebarkan manfaat. Kesedihan tidak membuatnya menjadi manusia terpuruk yang hanya sibuk menyalahkan takdir, dan itu sama persis seperti saat Daisah harus berjuang menghidupi ketiga anaknya yang masih kecil-kecil, ketika suaminya tercinta harus mati terbunuh yang sampai saat ini si pembunuhnya sendiri masih bebas berkeliaran.Sembari menggenggam tangan Zalikha, Ibu Daisah mengajak guru mengajinya itu menuju ruang makan keluarga
"Ibu bertanyanya jangan seperti itu, itu sama saja Ibu menyuruh Abang, dan Ibu pasti tahu jika Abang tidak pernah menolak permintaan ibu!" ucap Bisma, dengan nada suara sedikit keras."Kamu jangan kurang ajar dengan membentak-bentak Ibu!" sentak Sadewa dengan nada jauh lebih keras, lalu bangkit berdiri dari tempat duduknya, dan mencengkeram kerah baju Bisma. Zhalika dan Ratih mulai sedikit kaget dan ketakutan."Sudah Sadewa, sudah," ucap Daisah, mencoba melerai, sementara Bisma hanya diam, pasrah saja. Tangan Sadewa masih mencengkeram kuat kerah baju Bisma."Lepaskan tanganmu Dewa," ucap tegas Daisah. Sadewa lalu melepaskan cengkraman tangannya, dan kembali duduk di tempat semula. Raut wajahnya masih memancarkan kegeraman."Mungkin yang dikatakan adikmu ada benarnya, Ibu seperti terlalu memaksakan kehendak jika memintamu berdasarkan keinginan ibu," ucap pelan Daisah."Sadewa mau Bu, Sadewa bersedia menikah dengan Zhalika," ucap Sadewa terlontar cep
KETIKA KEPALA PREMAN MENIKAHI USTAZAHKisah Masa Kecil Yang SuramPart 6"Mengapa Mas Dewa bisa bersikap seperti itu, Dek Ratih?""Dingin ya, Teh, macam es balok." Ratih lantas tertawa, begitu pun Zhalika, merasa lucu dia, mendengar julukan yang Ratih berikan kepada Sadewa."Jahat ih kamu, sama abang sendiri juga?"Ratih malah semakin tertawa terbahak, sembari sesekali memperhatikan kaca spion, dia menjalankan kendaraannya pelan-pelan saja.Malam sudah semakin larut, jalan raya pun sudah terlihat lengang."Bang Dewa, walaupun sikapnya kaku, tetapi tidak sombong kok Teh. Bertanggung jawab dan sayang dengan keluarga, apalagi sama ibu. Ratih sedari kecil belum pernah melihat Bang Dewa membantah apa yang diperintahkan ibu. Makanya tadi dia sangat marah, kan, saat melihat Bang Bisma berbicara keras sama ibu," jelas Ratih."Iya, Dek, terus terang saja, bikin takut Teteh tadi," jawab Zhalika, terus terang."Tidak menyang