Share

Bab. 2 Perkenalan Pertama.

"Alara sayang," panggil Tante Alesha.

Sampai sesaat Tante Alesha datang menghampiri sembari mengibas kipas andalannya.

"Ya, Tan." Aku memutar kursi menghadapnya.

"Ternyata apa yang Roy bilang benar," ucapnya singkat.

Aku mengerutkan kening??

"Tentang cowok yang memperhatikan kamu seminggu ini?" Ucap Tante Alesha tanpa basa-basi.

Aku Terdiam kaget!

"Dia berani bayar lebih mahal budget yang kita tentukan." Rayunya.

Aku dan Roy berpandangan??

"Dandan yang cantik yah, sayang. Dia nunggu kamu di hotel Mawar lantai sepuluh!" Ucapnya jelas.

***

Puncak dari segala kegilaan ini adalah ketika aku harus dihadapkan dengan sesuatu yang kubenci berhadapan dengan lelaki yang mampu membeli bukan hanya kemewahan tapi juga harga diri.

Sekali lagi aku bertekuk lutut dihadapan lelaki, rela melebarkan kaki hanya agar rekeningku penuh terisi.

Membiarkan orang asing menyentuh tubuh ini tanpa permisi, merias diri dari ujung kepala sampai kaki, tak peduli meski remuk-redam di dalam hati.

Kutanggalkan mantel yang menjadi luaran saat kulihat lelaki itu mulai

Duduk di bibir ranjang. Dia menatap sejenak, lalu memalingkan pandangan.

"Tunggu," ucapnya sebelum aku menunduk untuk melepas jaket yang dia kenakan.

"Bisa kita bicara sebentar?" Ucapnya singkat.

Aku hanya mengedikkan bahu sebelum duduk di sisinya.

"Sebelumnya perkenalkan nama saya Arga." Dia memperkenalkan diri tanpa menatapku.

Aku memutar bola mata, dan menghela napas.

" Oh, Om Ganteng. Siapa juga yang peduli dengan namamu?" Cetus Alara jutek.

Dia terbungkam keheningan. Yang memuakkan memenuhi ruangan

Sebenarnya aku benci lelaki yang terlalu aktif, tapi aku juga tidak suka yang pasif.

Sial, aku tak punya banyak waktu untuk ini.

Akhirnya aku memutuskan untuk memulai duluan, setelah bangkit dari ranjang aku berdiri tepat dihadapan, lalu mendorong bahu lebar itu hingga setengah terlentang.

"Sebentar!" Dia menahan kedua sisi tubuhku.

"Kamu salah paham, bukan jasa semacam ini yang saya inginkan." Ucapnya cepat.

"Terus?" Aku beranjak, lalu lipat diatas dada.

"Di dalam koper ini ada cash 1 miliar sebagai uang muka. Saya ingin kamu menandatangani kontrak untuk setahun kedepan." Jelas katanya.

Setahun ke depan?!" Aku membeo.

"Ya, aku punya istri, dan butuh anak." Ucapnya cepat.

Aku tersenyum miring, sudah kuduga dia berbeda. Ternyata bajingan tampan ini menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar kesenangan semata, melainkan ladang untuk menanam benihnya.

"Dengan penampilan seperti itu seharusnya kamu tak berakhir di tempat seperti ini," suara berat itu memcahkan keheningan saat aku temgah bergelut dengan pikiran karena kembali diharapkan dengan uang yang bisa datang dengan instan.

"Kalau kecantikan memang subuah keuntungan, karena uang nggak bisa datang hanya dengan dipandang?" Kuajukan pertanyaan yang membuat si tampan sejenak terdiam.

"Setidaknya kamu punya pilihan," lanjutnya.

"Tapi nggak punya cukup kesempatan." Ucapnya.

"Seandainya kamu diberikan satu kali lagi kesempatan, akankah kamu bersedia untuk keluar dari lingkaran setan,?" Jelas katanya

.

"Tergantung kesempatan macam apa yang diberikan. Kalau cuma 1 Miliar dalam setahun aku juga bisa menghasilkan, tanpa perlu menggadaikan rahimku pada orang." Cibirku.

"Selain uang, komitmen mungkin bisa membawa perubahan." Tanyanya.

"Komitmen?" Aku nyaris tertawa dibuatnya.

"Anda pikir hanya dengan melayani satu orang lelaki, dalam satu tahun hidupku bisa berubah sepenuhnya," tanyaku.

" Mungkin?" Pikirnya.

Aku hanya tersenyum miring.

"Kalau anda sendiri nggak mungkin bagaimana bisa aku percaya?" Aku merasa tak percaya.

"Aku beranjak dari ranjang, lalu mengnakan kembali mantel yang semula ditanggalkan. Bersiap untuk keluar.

" Saya tambah jadi 2 Miliar. Sisanya setelah kontrak kita selesai." Ucapnya kembali.

Langkahku terhenti sebelum mencapai ambang pintu. Aku menatapnya dengan alis bertautan.

"Kenapa anda sangat bersikeras ingin menanam benih didalam ladang yang sudah sering dibajak orang." Tegasku.

"Karena istri saya sendiri yang memintanya," ucapnya terkekeh.

***

"Bentar, amat Al. Belon ada setengah jam dia lemah syahwat emang?"

Kutatap nyalang roy yang baru saja mendapatkan di kursi yang tak terisi.

" Kita cuma ngobrol," jawabku sekenannya.

Mata Roy membelalak lebar.

" Dia bayar mahal cuma buat curhat doang?!" Kaget Roy.

Aku menghela napas, lalu memutar-mutar kartu nama yang lelaki itu berikan bila suatu saat nanti aku berubah pikiran. Akhirnya pertanyaan itu tak terjawab fan berlalu begitu saja.

"Roy," kupanggil anak kandung Tante Alesha yang juga sahabatku itu, setelah beberapa sesi keheningan.

"Hmmm.." dia menaikkan alis dan melikku hanya dengan sudut mata.

"Misalnya nih, ada yang mau kasih lo duit 1 Miliar, mau lo pake buat apa?" Pertamyaan itu kuajukan dengan bumbu perumpamaan.

Roy benar-benar menatapku dan mengernyitkan dahi.

"Yaudah jelas buat buka usaha lah, atau investasi jangka panjang." Jawab Roy singka.

"Contohnya?" Tanyaku.

"Buka panti pijat plus-plus, misal." Jawabnya.

Aku menatap datar lalu menoyor kepalanya setelah itu.

"Oh, c' mon, beb, di zaman serba mahal ini, cuma perlaunte-an yang

Menjanjikan.

"Kalau yang halal,"ucapku ragu.

" Halal?" Dia terbaahak setelahnya.

"Astaga Alara, bisa-bisanya lo bahas bisnis halal saat kita lagi ada di rumah bordil, terus hadep-hadepan sama minuman yang memabukkan," cibirnya.

" Emang salah gue minta saran sama orang kayak lo," aku mendengkus lalu melipat tangan.

"Nggak usah baper, Beib. Lagian longajuin pertanyaan aneh, ke duit 1 Miliar beneran bisa datang dalam satu malam." Ucapnya aneh.

"Beneran ada tapi dengan segala konsekwensinya." Ucapku serius.

"Serius? Emang ada yang nawarin, enggak sangka, ternyata apem lo bisa seharga mobil mewah." Percaya nggak percaya.

"Nggak gitu konsepnya," untuk kesekian kalinya aku menoyor kepalanya.

"Lah terus," tanyanya penasaran.

"Ada yang mau nanem benih di rahim gue

Udah termasuk pupuk sama perawatan, belum lagi dikasih duit pemeliharaan dan sewa tempat. Menurut lo apa semuanya sepadan?" Tanyaku serius.

" Sejak kapan lo punya kebon?" Candanya.

"Tolol." Kugaruk rambut yang tak gatal. "Itu semua perumpamaan, intinya dia mau sewa rahim gue buat mengandung anak.

Dia sama bininya." Seriusku.

"Oalah, Kenapa lo nggak bilang dari tadi? Udah tahu IQ gue pas-pasan." Katanya.

"Au ah."aku hiraukan.

"Kalau menurut gue nggak sepadan, Al. Hamil itu nggak gampang, belum taruhannya nyawa. Lagian buat apa sih duit 1 Miliar? Kurang dari setahun aja lo bisa dapet." Sarannya.

Aku tertegun.

"Sisi terjahat dalam diri gue mulai mengambil alih, Roy. Saat dihadapkan dengan duit lebih, yang da dalam pikiran cuman menyingkirkan beban, beban yang selama ini membelenggu. Beban yang sampai detik ini belum bisa gue lepaskan." Sedihku.

Roy mengulurkan tangan, dia meremas bahuku yang selama ini berdiri kokoh meski berkian kali diterjang kerasnya kehidupan.

"Kalau selama ini Bu Nita, dan Nani itu beban, kenapa dari awal lo nggk tinggalin mereka? Lo punya hak untuk itu, Alara. Karena nggk ada darah yang mengikat kalian."sarannya.

Mataku memanas saat menyaksikan Roy sudah menangis dalam pelukkan.

"Lo udah kuat sejauh ini, Ala. Lo hebat jangan pernah menyesal menebar kebaikan semua yang udah lo lakukan pasti ada timbal baliknya." Ucapnya yakin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status