Fikri duduk di tepi kolam renang, membiarkan separuh kakinya terendam di dasar kolam. Merilekskan pikirannya yang sempat kacau karena berusaha mengingat sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa. Aneh?? Yah, memang tampak aneh, tapi itulah yang ia rasakan. "Sebenarnya siapa dia?" Gumam Fikri lirih.Sementara Kenzo yang baru sampai di rumah Tuan mudanya itu segera menuju ke arah kolam renang di rumah tersebut, ia tahu kalau Fikri ada di sana dari salah satu pengawal yang berjaga di rumah itu. Langkah besarnya telah membawanya sampai ke sana, melihat punggung Tuan Mudanya yang memunggunginya. Ia menarik nafas leganya. "Permisi Tuan Muda." Sapa Kenzo. Fikri berbalik sejenak saat mendengar suara asisten pribadinya itu. "Ah, iya. Apa meeting-nya sudah selesai?" Tanyanya."Iya Tuan Muda, meeting-nya sudah selesai dan berjalan dengan lancar. Perusahaan GCF resmi bekerja sama dengan perusahaan kita." "Alhamdulillah kalau semuanya berjalan dengan lancar. Kamu memang bisa diandalkan Kenzo."
Sejak kejadian itu, Kenzo tinggal bersama dengan keluarga Fikri. Kedua riang tua Fikri memperlakukannya seperti anak mereka sendiri. Menyekolahkannya, dan memberinya kasih sayang dan perhatian. Yah, ia memiliki keluarga baru yang begitu menyayanginya. Memiliki Kakak angkat membuat Fikri sangat bahagia, ia tidak merasa kesepian lagi di rumah, seseorang akan ada untuknya berbagi keluh kesahnya saat kedua orangtuanya sedang bekerja. Ia akan jadi memiliki teman untuk mengobrol hal-hal yang menyenangkan, dan merasa terlindungi karena memiliki seorang kakak. Kenzo merasa sangatlah berhutang Budi pada keluarga Fikri, dan ia berjanji akan selalu mengabdi pada keluarga tersebut, memberikan yang terbaik dan melakukan yang terbaik untuk Fikri dan kedua orang tuanya. ***Kenzo menyeka air matanya yang menetes karena mengenang masa lalunya. Bukan air mata kesedihan, melainkan air mata dari perasaan haru dan bahagia. Baginya Fikri adalah adik yang sangat ia sayangi, walau kadang bertengkar, namu
Tok tok tok“Zah, kamu udah selesai nak? Tanya Bu ….Zahra yang mendengar Bundanya mengetuk pintu segera membukanya. “Zahra lagi siap-siap Bun.” Terlihat Zahra sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer yang ada di atas meja rias. Bu… tidak masuk dan hanya berdiri di ambang pintu.“Ya sudah siap-siapnya jangan kelamaan, teman keja kamu sudah menunggu di bawah, dia mau jempt kamu katanya.”Zahra mengerutkan keningnya.“Hah teman kerja? Si Deni?”“Bukan, bukan Deni, yang ini juga ibu gak kenal.”“Perasaan Zahra tidak menyuruh siapa pun untuk menjemput. Atau….” Zahra tampak berpikir.Ia membulatkan bola matanya saat nama seseorang terlintas di benaknya.“Bun, apa dia orangnya tinggi, tampan, dan memakai kacamata?” “Iya. Tuh kamu tahu, ya sudah ibu tunggu di bawa yah, cepetan siap-siap tidak enak kalau dia menunggu kamu terlalu lama.” Bu … menepuk pundak Zahra dan tersenyum, lalu meninggalkna kamar anaknya itu. Zahra kembali menutup pintunya, entah kenapa ia merasa aga kesal kar
Ini tentang rindu Rindu yang tak kunjung mendekap temu Rindu yang selalu membawa kenangan masa lalu Malam ini begitu indah, bulan dan bintang menghiasi langit, terlihat seseorang yang sedang berada dibalik jendela kamarnya, menatap keluar menikmati indahnya suasana malam. Terdengar kekagumannya terucap pelan, "betapa indahnya ciptaan Allah" dengan senyum yang memancarkan ketenangan diwajah tampannya. Terlihat dia sangat merindukan langit malam yang ia lihat dari balik jendela kamarnya itu. Setelah 5 tahun berada diluar negeri, akhirnya dia bisa menikmati pemandangan langit malam yang indah itu lagi. Melihat keindahan langit malam, mengingatkannya pada keindahan dan ketulusan hati seorang gadis yang pernah ia kenal. Seorang gadis yang pernah ia kenal. Seorang gadis yang baik hatinya, seorang gadis yang mampu mengubah hidupnya, 4 tahun yang lalu saat dia pertama kali mengenal gadis itu, saat dia menjadi siswa pindahan di salah satu SMA di kota kelahirannya, Jakarta. *** "Anak-anak
Tidak lama kemudian Fikri kembali dari kantin. "Mana cewek-cewek yang tadi sama kamu? "Deni bertanya ketika melihat Fikri ke kelas sendiri. "Mereka masih di kantin, aku tadi ke sini diam-diam." Jawabnya sambil tersenyum tipis. "Kelihatannya, cewek-cewek di sini langsung suka semua deh sama kamu di hari pertama kamu di sekolah. " "Pastilah, aku kan tampan." Fikri nyengir sambil membanggakan dirinya sendiri. "Kepedean banget kamu." Tertawa kecil. "Siapa yang pede coba, lihat aja tadi semuanya ngantri pengen kenalan sama aku." "Iya.. iya.. tuan tampan, tapi yang perlu kamu ingat adalah jangan pernah mempermainkan hati wanita." Deni memberi nasehat. "Tapi aku nggak janji ya." "Maksudnya?" Deni bingung. "Ya.. aku nggak janji, bagaimana kalau cewek-cewek itu yang gangguin aku terus." "Terserah kamu deh cuma aku kan cuma memberi nasehat." Deni kembali sibuk dengan bukunya. Begitul
Setelah beberapa lama, terlihat Zahra keluar dari kelas. Fikri memutuskan untuk keluar dari kelas juga titik terlihat Zahra sedang berada di depan perpustakaan. Ya, perpustakaan yang berada di samping kelas mereka itu memang masih tutup. Zahra duduk di teras perpustakaan itu, dengan nyaman memegang buku di tangannya. Zahra memang gemar membaca, meski baru beberapa hari Fikri mengenal Zahra tapi dia sudah tahu beberapa hal tentang Zahra, Fikri selalu memperhatikannya secara sembunyi-sembunyi. Fikri pun menghampirinya dan mengajaknya berkenalan. Meskipun dia sudah tahu nama Zahra tetap saja dia ingin mengajaknya berkenalan, setidaknya ada alasan untuk mengajaknya berbicara. "Hai, kamu Zahra kan?" Tanyanya dengan pertanyaan yang bodoh, dan duduk disampingnya. Namun tanpa diduga oleh Fikri, Zahra bergeser dari tempatnya duduk. Menjauh dari Fikri. Ya... Walaupun jarak mereka memang tidak terlalu dekat, tetapi tetap saja kelihatannya Zahra kurang nyaman dengan hal itu. "Maaf, tidak baik k
Malam itu Fikri yang sedang tertidur di kamarnya terkejut setelah beberapa kali seseorang memanggil dari luar dan mengetuk pintu. Dia tahu betul siapa yang memanggilnya. Dia enggan membuka pintu kamarnya dan memilih untuk tetap terlelap dalam tidur. perlahan suara tersebut sudah tidak terdengar lagi dan pintu telah berhenti diketuk."Sepertinya Fikri tidak mau makan Pah, dia mungkin masih marah sama aku. " Ibu Rani nampak sedih."Udah lama, mungkin dia lagi tidur. Mama makan saja, Fikri akan makan kalau dia sudah lapar nanti. ""Iya, Pah."Pasangan suami istri itu pun makan berdua tanpa adanya Fikri. Pak Kusuma, ayah kandung Fikri sejak setahun belakangan ini telah menikah dengan ibu Rani. Yah... ibu Rani adalah ibu tiri Fikri, iya adalah sahabat dari mendiang ibu kandung Fikri. Fikri yang tidak suka ayahnya menikah lagi saya akan memberontak, sejak ayahnya menikah lagi sikapnya berubah 180 derajat. Dari anak yang pintar, rajin dan tidak per
Beberapa Minggu ini Fikri sering datang lebih awal ke sekolah, agar dia bisa bertemu dengan Zahra yang juga selalu datang lebih awal. mereka jadi sering bertegur sapa, walaupun singkat. Tapi Fikri selalu menantikan hal itu. Alasan lainnya adalah dia tidak mau bertemu dengan mama tirinya. Suasana sekolah masih sepi sama seperti hari-hari sebelumnya, hanya beberapa siswa yang baru datang pagi itu. Fikri yang sedang duduk termenung di bangkunya terkejut dengan kedatangan Dewi. Ia agak bingung karena baru melihat Dewi datang pagi-pagi sekali ke sekolah, maklumlah dia salah satu siswa yang terkadang terlambat ke sekolah. "Hai Fikri." "Eh... Dewi?!" "Iya aku, ada apa, kamu menunggu seseorang? " "Eh,... tidak kok." Fikri pun berjalan menuju ke depan kelasnya dengan sedikit kecewa ia menghela nafas panjang. Dia sangat berharap hari ini bisa mengobrol dengan Zahra seperti kemarin tapi hari ini mungkin tidak. Dia hanya duduk di teras kelasnya sambil sesekali melihat siswa-siswi yang berdata