POV ArgaPagi ini aku sudah siap dengan pakaian yang rapi. Jariku masih sibuk mengetik sebuah pesan sambil menunggu jemputan. Tak butuh waktu lama, sebuah mobil memasuki pekarangan rumah kemudian berhenti di depan pintu. "Silakan masuk Tuan!""Terima kasih, Pak Iwan." Aku beranjak dari tempat duduk dan menuju mobil."Sama-sama, Pak. Pesawat akan berangkat sejam lagi. Kita masih memiliki waktu untuk boarding pass." Aku mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Selama dua hari Luna pergi dari rumah, aku sangat gelisah. Selalu memikirkan keadaannya dan bagaimana dia menghabiskan harinya di sana. Mobil memasuki Bandara kemudian berhenti. Setelah penerbangan dari Surabaya ke Jakarta sekitar satu setengah jam lebih, kami pun tiba. Kami langsung menuju mobil hitam yang menunggu kami. Mobil hitam tersebut sudah kami pesan sebelumnya. Pak Iwan mengendarai mobil dan membawaku ke hotel, tempat Luna menginap. "Tuan, silakan! Di sini kamarnya!" Andry menunggu kami dan menunjukkan kamar Luna. "
POV ArgaButik milik Luna semakin laris dan menjadi buah bibir warga internet.Butik tersebut baru berjalan sekitar lima bulan, tetapi sudah meningkat pesat. Peminatnya sudah sangat banyak dari berbagai pelosok. Promosinya sangat masif dilakukan reseller secara langsung, maupun secara tidak langsung oleh customer sendiri."Nyonya, semua undangan sudah berdatangan." Suara seseorang di balik sambungan telepon."Tolong beritahu Lastri untuk mengkoordinir penerima tamu," titah Luna di balik sambungan telepon. "Baik, Nyonya. Ada kabar buruk, Non!""Kabar buruk apa?""Be-berapa pieces baju sebagai contoh yang akan ditayangkan nanti, basah terkena air hujan." Suara dibalik telepon terdengar cemas."Masih ada contoh gambar desainnya 'kan?""Mohon maaf, Non, tidak ada. Saya sudah menanyakan ke teman yang lain, tapi tidak ada." "Sherly! Kenapa kau tidak menyimpan file-nya sebagai arsip?""Saya mo-hon maaf, Non." Sherly terdengar putus asa.""Acaranya sebentar lagi! Aduh ....""Kenapa tidak ka
"Luna di mana?" teriak Eka. "Cucian banyak yang kotor, gak dibersihin," lanjutnya dan histeris melihat piring kotor yang berserakan di atas meja. Begitu juga cucian yang mulai menumpuk. "Mungkin di kamar, Kak. Pasti masih tidur. Dasar pemalas!" "Baru nikah aja, dah berlagak kayak ratu." "Dia itu emang nyusahin dari dulu, Kak." Rita menimpali, ikut mengompori. Aku yang tadinya hendak keluar dari kamar mandi, urung karena mendengar nama Luna, istri saya disebut. Kulanjutkan mendengar percakapan dan sumpah serapah mereka. "Udah numpang, tapi lagaknya kayak Ratu, lamban sekali kalau kerja." "Udah, laporin aja ke Mama," ucap Rita sambil mengarahkan telunjuknya ke arah mamanya yang kebetulan muncul di antara mereka berdua. "Ini apa-apaan sih, ribut banget pagi-pagi." "Ini loh, Ma. Lihat sendiri tuh cucian banyak yang kotor, piring juga. Luna tuh enak-enakan tidur, gak kerja." "Luna belum bangun?" "Iya, Ma. Liatkan, dia makin ngelunjak!" "Sialan tu anak. Akhir-akhir ini dia mulai m
"Ka Ar-ga!" ucap mereka bersamaan."Sepertinya, tadi kudengar namaku disebut. Ada yang bisa aku bantu?""Su-dah lama Ka Arga di situ?""Lumayan."Aku tahu mereka sedikit terkejut dengan keberadaanku. Mereka terlihat sedikit salah tingkah.Aku tak boleh secepat ini memberi mereka pelajaran. Setidaknya kuikuti dulu permainan mereka perlahan-lahan."Ayo, ngomong!" Samar-samar kudengar Eka berbisik dan menyolek adiknya kemudian pergi begitu saja."Bagaimana - Ada yang bisa aku bantu?" Menunggu jawabannya."Mmm, lusa aku mau ulang tahun. Jadi, aku boleh request hadiah kan?" ucap Rita yang mulai berlagak sok imut di depanku."Hadiah?""Iya. Aku mau kado ultahnya jam tangan merek Olivia Burton bermotif kupu-kupu."Mendengar permintaannya membuat
"Tolong beritahu dia menghadap ke saya besok."**Pagi ini aku sangat terburu-buru untuk berangkat ke kantor. Luna juga kuajak ke kantor. Akan tetapi, ia akan menyusulku setelah pekerjaannya di rumah dan kedai selesai.Ingin sekali kukenalkan padanya tentang pekerjaan dan tugas seorang sekretaris. Agar ia bisa membantuku memantau saham dan perkembangan pasar. Mungkin saja dia tertarik suatu saat nanti. Namun, tidak untuk saat ini. Luna belum siap dirinya dikenalkan ke keluarganya bahwa ia istri seorang CEO."Eh, Bro. Kamu bekerja di sini juga?" Segera kubalikkan badan. Nada suara itu sepertinya kukenal - pernah kudengar."Iya, anda juga bekerja di sini?" tanyaku padanya meskipun aku sudah tahu ia bekerja di salah satu cabang dari perusahaan ini."Masih ingat dengan saya kan?""Iya, masih. Anda Fisal kan?"&n
"Kau bilang belum selesai? Ini bagianmu lagi," ucapku dan melayangkan tinjuku berikutnya.Ia pun jatuh tersungkur tepat di bawah kakiku kemudian bangkit."Sudah Ga. Tak baik dilihat karyawan yang lain." Luna makin panik. "Satpam, tolong bawa dia keluar dari sini.""Baik, Non!""Hei, apa-apaan ini!" Fisal berusaha melepaskan genggaman satpam. "Tolong lepaskan!""Maaf, Pak. Anda harus kami bawa keluar. Dilarang membuat kegaduhan di sini," ucap satpam tersebut."Kau tak tahu aku siapa, hah? Aku Fisal, manager di Devisi Marketing. Mengerti?"Aku dan Luna saling berpandangan kemudian menggeleng kepala. Entah, sudah ke berapa kesekian kali mendengar kata itu."Maaf, Pak. Saya tidak mengenal anda. Saya hanya menjalankan tugas saya di sini."Kami pun tersenyum geli."Kubil
Mataku membulat, melihat Fisal keluar dari kamar. Jadi, Fisal tidur di rumah ini semalam? Dan itu kamar Rita ...! Arghh, denyut kepalaku terasa pusing memikirkan ini! Masih pagi, tetapi sudah disuguhi praduga yang membuat kepalaku pening. Kulihat ia hanya menyunggingkan senyum melihatku kemudian merenggangkan ototnya. Gegas, kubalik ke kamar dan menanyakan hal ini ke Luna. Jelas saja, Luna tak tahu masalah itu dan ia baru tahu kalau tidak kutanyakan. Bahkan, Luna melarangku untuk memperpanjang masalah ini. "Tapi, tak boleh dibiarkan seperti itu, Lun. Ntar, dia kebiasaan dan tak baik untuk keluarga ini nantinya," ucapku yang tak terima dengan usulannya. "Sudahlah, Ga. Siapalah kita ini di mata mereka. Bahkan mungkin kita dianggap mencampuri urusan mereka kalau dipermasalahkan," ujar Luna menenangkan. "Kau kan bisa memberitahu Eka dan Rita dengan baik. Bagaimanapun juga mereka adik-adikmu walaupun adik angkat." "Iya, lain kali akan aku coba. Aku ke bawah dulu ya, mau nyiapin sara
Bab 6 Plak! Bunyi tamparan keras. Aku terperanjat mendengar teriakkan Luna. Gegas kubangkit dan keluar dari kamar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. "Kau pikir kau siapa, hah? Berani sekali menamparku," teriak Fisal. "Ada apa, Lun?" tanyaku seraya mendekatinya. Seketika ia menghamburkan tubuhnya kepelukanku dan terisak. Kuarahkan pandanganku ke lelaki tak bermoral itu. "Dengar ya, aku tak punya masalah denganmu. Berani-beraninya kau lecehkan istriku," ucapku geram. Kini, aku sudah berada di hadapan lelaki itu. Mataku memerah, menatapnya tajam. Gigi gerahamku saling bergesekan. Satu-persatu jemariku mengepalkan tinju. Gegas kutarik dan melayangkan pukulan hingga tubuhnya terhempas ke bawah. Ia pun jatuh tersungkur. Berani-beraninya dia melecehkan istriku. "Ka Arga?" Teriak Eka yang baru saja ikut bergabung dengan kami di dapur. Bu Mega dan Rita berhamburan juga- mendekat untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tatapan mereka mengarah ke kami, bergantian. "Ada apa