"Bersiaplah untuk menyambut kematian keduamu, Dokter! Ah, tidak, Karel! Panggilan 'Dokter' terlalu mewah untukmu. Cuih!" Lewis meludah jijik."Huh! Coba saja!" tantang Karel seraya mengayunkan rantai di tangan kirinya, melibas anak buah Lewis yang mulai menyerang.Enggan terlalu lama bermain tarik rantai dengan Lewis, Karel membetot kuat. Seketika suara gerincing memekakkan telinga.Di tangan Karel, dua rantai tersebut berubah menjadi senjata sakti yang meliuk di udara bak dua ekor kobra sedang menari.Jerit kesakitan melengking tinggi setiap kali rantai itu berhasil menghantam dan melilit tubuh lawan, lalu membantingnya dengan kuat.Sungguh Karel tak ingin berlama-lama menghabiskan waktu di ruang bawah tanah itu. Ia ingin menyudahi pertarungan tersebut secepatnya.Karel mengamuk seperti orang gila. Tak memberi kesempatan kepada lawan untuk menyentuh tubuhnya.Tas! Tas!Bunyi tebasan yang berpadu dengan gerincing rantai menjadi musik horror bagi Lewis dan anak buahnya. Satu per satu m
"Anda baru saja kembali, Nona. Sekarang, mau pergi lagi. Tidak bisakah tinggal lebih lama?" rayu Bibi Lizzy, berdiri di depan pintu seraya menggenggam erat jemari Xela. Enggan untuk melepaskannya.Xela tersenyum tipis. "Bibi, hanya untuk beberapa hari. Aku akan kembali."Sungguh Xela juga enggan untuk beranjak dari desa nan bebas polusi itu, tapi apa daya, ia tidak ingin mengambil risiko jika nanti yang mencarinya ternyata benar-benar Karel.Ia belum siap untuk bertemu dengan lelaki yang masih mengisi relung hatinya itu. Bukan karena benci, bukan. Dia malu pada diri sendiri.Rasa bencinya pada lelaki itu atas perlakuan kasar yang diterimanya menguap setelah mengetahui kejahatan ayahnya.Rasa sakit yang ia derita sungguh belum seujung kukunya penderitaan Karel.Jiwanya bergetar setiap kali membayangkan Karel disiksa, lalu dibuang ke tengah belantara dalam kondisi sekarat.Belum lagi kejahatan lain yang ditujukan ayahnya untuk Karel dan keluarganya. Bahkan, Karel harus kehilangan saudar
"Bukankah kamu merasa puas setelah berhasil melampiaskan dendammu?" balas Xela, dengan suara yang juga bergetar.Bohong bila ia mengatakan membenci Karel dan tak lagi mencintainya.Karel melepaskan dekapannya, lalu memutar badan Xela."Tatap mataku!" pinta Karel. "Apa kau menemukan kepuasan di sana?"Xela memberanikan diri menantang netra kelam Karel. Yang ia temukan adalah secarik luka dan penyesalan yang mendalam.Entah kenapa Xela merasakan hatinya tersentuh dan tak tega melihat semburat derita yang bersemayam dalam manik mata Karel.Haruskah ia memberi kesempatan kedua kepada Karel?Allah saja Maha Pemaaf. Tidak sepatutnya ia menolak permintaan maaf yang tulus dari Karel.Karel tidak berselingkuh. Lagi pula, lelaki itu memperlakukannya dengan kasar karena ada alasan yang kuat. Andai dia yang berada di posisi Karel, mungkin dia akan melakukan hal yang lebih kejam dari itu.Dia mungkin tidak akan bersedia menyelamatkan mantan mertua yang telah menyiksanya.Berpikir bahwa masih ada ha
Asin!Karel merasakan tenggorokannya semakin kering setelah menelan seteguk darah dari bibirnya yang terluka.Kedua tangannya menggantung, terikat rantai kokoh pada tonggak besi. Begitu pula dengan kakinya.Tubuh Karel tak ubahnya seperti layang-layang.Setelah menjadi bulan-bulanan dan samsak hidup selama lebih dari satu jam, dia nyaris mati karena kehausan, akibat terlalu banyak mengumbar lengking kesakitan.Namun, pilihan yang dia punya hanyalah meminum darah dari luka tubuhnya sendiri.Jangan tanya seperti apa rupa mukanya kini. Nyaris tak berbentuk, dengan lebam yang terus bertambah.Karel bahkan tak lagi dapat melihat dengan benar. Kedua matanya seperti butiran telur yang disusun rapat.Entah berapa lama Karel kehilangan kesadarannya.Byuur!Guyuran air membuat Karel mengerjap dan menggeleng.Perih!Itu bukan air biasa yang disiramkan kepadanya, melainkan air yang bercampur dengan asam dan garam.Karel merasakan setiap goresan luka di wajahnya menggelinjang kesakitan. Bibirnya sa
Hop!Tuan De Groot melontarkan butir obat yang telah ia siapkan ke mulut Karel.Glek!Begitu teriakan Karel berhenti, pil hitam itu pun tertelan dan bersarang di perut Karel.Dalam hitungan detik, tubuh Karel terkulai lemas.Salah satu anak buah Tuan De Groot meraba nadi Karel, lalu menggeleng. Memberitahu Tuan De Groot bahwa detak nadi Karel tak lagi teraba."Buang dia ke hutan!"Tubuh Karel menggelinding jatuh setelah terlepas dari pegangan dua orang lelaki yang menahannya di bibir tebing.Entah berapa lama badan benyai Karel berguling-guling, hingga terhenti setelah membentur sebatang pohon yang tak terlalu besar.Suara burung hantu di tengah pekatnya malam menjadi tembang selamat datang bagi jiwa Karel yang berada di ambang kematian.Tes! Tes!Titik embun, yang menetes dari sehelai daun berujung runcing, menimpa bibir pucat Karel. Mencairkan darah yang telah mengering.Langkah seorang lelaki berseragam kaus tentara terhenti."Hei! Kenapa berhenti? Kita masih jauh dari tujuan," teg
Mark berlari masuk ke gua yang menjadi camp mereka dengan napas tersengal-sengal.Seorang lelaki paruh baya, dengan seragam putih khas dokter, keluar dari ceruk gua bersama seorang pria berkemeja warna army.Usia mereka terlihat tak jauh berbeda."Kami menemukan orang di tengah di hutan," lapor Mark. "Dia masih hidup, tapi nadinya sangat lemah.""Taruh dia di atas batu itu!" Sang profesor menunjuk sebuah batu ceper seukuran ranjang bujang."Mana Dave?" tanya lelaki berkemeja warna army."D–dia ... masih bertarung melawan beruang.""Apa?! Itu bahaya," seru lelaki itu. "Jay! Ben! Cepat susul Dave!""Siap, Instruktur!"Mark terlihat cemas. "Instruktur Lennon, beruang itu sangat besar!""Bawa amunisi obat bius lebih banyak!"Setelah Jay dan Ben pergi, Instruktur Lennon dan Mark mengelilingi Karel."Luka-luka di tubuhnya bukan akibat serangan beruang. Apa yang terjadi padanya?" tanya Profesor Jansen sambil membuka kancing baju Karel."Bukan?" Instruktur Lennon ikut memeriksa kondisi Karel.
"Profesor, aku akan kembali menjelajahi hutan!" beritahu Mark."Tapi Mark ... bagaimana kalau Profesor Jansen membutuhkan tenagamu untuk merawat pemuda itu?" protes Instruktur Lennon. "Jay dan Ben telah menyusul Dave. Tetaplah di sini!""Beruang itu sangat ganas, Instruktur. Tak masalah jika Dave baik-baik sebelum Jay dan Ben menemukannya, tapi bagaimana kalau dia terluka menjelang mereka tiba?""Ini salahku. Aku tidak pernah berpikir kita akan menghadapi situasi seperti ini. Kalau tahu, aku akan membawa murid lebih banyak," keluh Profesor Jansen. "Pergilah, Mark! Aku bisa menangani anak ini sendiri.""Tapi Profesor—""Instruktur Lennon, mereka mungkin akan lebih membutuhkan bantuan Mark daripada aku."Profesor Jansen membutuhkan tanaman herbal tertentu untuk penelitian. Oleh karena itu, Mark dan Dave harus bergerak cepat untuk menemukannya.Akan tetapi, jika dihadapkan pada pilihan antara menyelamatkan nyawa orang lain dan ambisi pribadinya, Profesor Jansen lebih memilih untuk mengor
Dua bulan telah berlalu sejak perkenalan Karel dengan Profesor Jansen dan orang-orangnya.Kini ia sibuk beradu laga dengan Instruktur Lennon. Mengembalikan kebugaran tubuh dan membentuk ototnya.Instruktur Lennon meninggalkan arena latihan. Membiarkan Karel mengasah kemampuan bertarungnya seorang diri.Ia ikut duduk di samping Profesor Jansen, yang sedari tadi setia menonton Karel mengikuti sesi latihan."Pemuda malang itu benar-benar seperti pinang dibelah dua dengan putra Anda, Prof!" komentar Instruktur Lennon sambil menyeka peluh di lengannya dengan sehelai handuk kecil.Tatapannya tak lepas dari memandangi sosok Karel yang sedang berlatih bela diri tanpa mengenal lelah.Anak itu bahkan tak peduli dengan sebagian lukanya yang belum sembuh total."Ayo tinggalkan hutan sunyi ini dalam waktu tiga hari!"Sungguh percakapan dua arah dengan saluran yang berbeda."Kenapa mendadak sekali?" Instruktur Lennon mengernyit."Anak itu harus kembali ke bangku kuliah!""Apa?! Yang benar saja, Pro