semoga gak ada tipo dan jangan lupa vote gemsnya ya. makasih. lele padamu
Lazo dan Safa menatap pria bermanik biru di depannya dengan saksama. "Kenapa mereka bisa bangun? Apakah tabung rusak?" tanya Safa menduga, dan semua orang selain pasturi itu mengangguk. "Lalu ... di mana kedua orang tuamu?" tanya seorang pria yang dulunya adalah salah satu pion dari kelompok mafia lain. "Akan kuceritakan sembari kalian bersiap. Ayo," ajak Yusuke. Safa dan Lazo mengangguk pelan. Polo disalami oleh dua orang yang baru saja bangkit itu. Polo tampak sungkan, tapi bisa merasakan jika dua orang itu cukup tangguh karena terlihat dari cara bersikap. "Asal kalian tahu, Lazo seorang pekerja kantoran sebuah perusahaan ternama di Jerman . Namun, itu hanya kedok saja. Ia dan isterinya adalah seorang petarung. Bahkan, saat sudah memilih menjadi warga sipil, keduanya melanjutkan profesi itu," bisik Lucy. "Petarung seperti apa?" tanya Bruno ikut penasaran. "Petarung bayaran. Mereka tak bisa meninggalkan profesi sebagai mafia seutuhnya. Dulunya, Benjamin Lazo dikenal dengan nama
New York tahun 2070.Gemuruh rendah yang dihasilkan mesin besar bergema dalam gelapnya malam. Dengan berbekal cahaya bulan sebagai penerangnya, terlihat samar sebuah helikopter melintasi langit malam.Di dalam helikopter, sejumlah orang memasang wajah tegang, mengkhawatirkan suasana mencekam yang dihasilkan suara guntur yang mulai terdengar. Awan mendung yang menutupi sinar bulan, menandakan badai akan segera datang.Mendadak, kilatan petir terlihat, dan hal tersebut diikuti dengan guncangan hebat helikopter."Marco! Visual!" teriak seorang lelaki dengan manik biru lautan yang berdiri tegap di pintu palka helikopter tipe kargo tersebut."Negatif, Polo! Tak ada kehidupan!" jawab seorang pria lain dari bangku kemudi helikopter bernama Marco. Mata merahnya yang fokus pada pemandangan di depannya dan tak menyadari bahwa co-pilotnya terlihat begitu tegang.Pria benama Polo tersebut berdecak. Matanya menyipit saat merasakan udara
"Iriana Tolya." Praktis, mata semua orang melebar saat gadis yang mereka selamatkan menyebutkan namanya. Polo mendekati gadis itu dan menarik pergelangan tangannya. Gadis itu terdiam ketika jaket hitamnya yang robek dari bagian lengan sebelah kiri di lihat oleh pria bermanik biru tersebut. "Agh!" rintihnya ketika Polo menyayat lengannya yang putih dengan sebuah pisau hingga darahnya menetes. Gadis itu membungkam mulutnya dengan air mata menetes begitu saja. Polo melihat darah gadis itu menyeruak, tapi warnanya merah kehijauan. Mata semua orang yang melihat terbelalak lebar. "Cerita itu benar. Ada seorang gadis yang bisa mengendalikan pengaruh serum 'Monster' dalam tubuhnya. Itu bukan mitos, Polo. Itu kisah nyata!" tegas seorang pria berambut pirang menatap Polo tajam. Polo menghisap darah yang menyeruak itu dengan mulutnya. Semua orang tertegun, tapi seketika, Polo meludah dan mengelap mulutnya dengan kain di lengan baju tempurnya.
Irina tertidur selama proses pemindahan para monster tersebut ke dalam helikopter. Namun, sosok Irina menarik perhatian Marco. Pria bermanik merah tersebut mendekati gadis berambut cokelat ikal, memiliki bulu mata lentik melengkung senada dengan alisnya dan parasnya menunjukkan keramahan bahkan saat memejamkan mata. Pandangan semua pria yang duduk di bangku kini terkunci pada gerak-gerik tak lazim dari saudara kembar Polo. "Dasar psikopat! Hentikan perilaku menjijikkanmu itu!" tegas Polo dari tempat duduknya dengan mata melotot. "Iyuh," ucap seorang pria sampai memejamkan mata karena Marco malah menjilat hidung mancung gadis itu hingga ia terbangun dari tidurnya. "Hah!" kejutnya saat melihat wajah Marco membungkuk di depannya dan mengunci kedua pergelangan tangannya seraya menekannya ke dinding helikopter. Marco menyeringai dan kembali menjulurkan lidah. Para pria memalingkan wajah begitupula Irina yang membungkam mulutnya saat Marco m
Semua penumpang dalam helikopter panik seketika. Lima lelaki yang terindikasi terkena serum monster kembali mengamuk dan meraung di dalam kantong mayat."Shoot them!" teriak Polo sembari melepaskan seat belt yang menahan perutnya."No! No! No!"DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!Mata Irina terpejam seketika. Ia mengepalkan kedua tangan di depan wajahnya terlihat menahan marah. Namun, gerak-geriknya yang mencurigakan itu, membuat seluruh moncong senapan terarah ke tubuhnya.Akan tetapi, tangis kesedihan yang malah mereka dengar dari gadis cantik itu. Polo menatap Irina yang menangis terisak seperti menyayangkan perbuatan yang mereka lakukan."Hiks! Kalian ingin memusnahkan ras kita, ha? Sudah berapa banyak yang kalian bunuh? Sudah kubilang jika mereka bisa disembuhkan! Ini bukan wabah! 'Monster' tidak menular!" teriaknya dengan air mata sudah mengguyur deras wajah cantiknya seperti hujan lebat di luar."Jika h
Polo akhirnya mendatangi saudara kembarnya yang malah memainkan kejantanan salah seorang Monster tersebut dengan ujung pistol dalam genggaman. Irina memalingkan wajah terlihat tak ingin ikut serta dalam pengamatan itu."Darahnya merah kehitaman. Secara logika, dia masih manusia, Polo. Mungkin bisa diibaratkan minyak dan air yang tercampur. Kita harus mencari seorang dokter atau ... profesor, atau ... petugas lab, atau siapapun yang bekerja di dunia medis untuk meneliti mereka. Memisahkan senyawa aneh di tubuh para monster ini. Mungkin, kita bisa menemukan obatnya," ucap Marco menunjuk darah para monster yang tergenang di lantai helikopter."Dokter? Kau berencana mencari ilmuwan di tengah reruntuhan dan hancurnya kota-kota di dunia? Begitu?" tanya Polo menegaskan dan Marco mengangguk cepat."Itu seperti mencari emas dalam kubangan lumpur, Marco. Selama bertahun-tahun, kita mencari manusia hidup dan hanya beberapa yang berhasil kita selamatkan. Tak ada satupun dar
Marco mengambil alih menjadi pemimpin tim kali ini karena Polo dan anggota lainnya tak mau berdebat dengan lelaki bermanik merah tersebut.Irina dan Polo memilih duduk di bangku karena lantai helikopter dipenuhi oleh peta serta perlengkapan komunikasi lainnya. Para anggota tim duduk melingkar mendengarkan instruksi Marco dengan seksama."Bagaimana kau bisa selamat sampai sejauh ini, Irina?" tanya Polo menatapnya curiga."Aku beradaptasi. Aku pernah bertemu pasukan militer sebelumnya saat serangan besar terjadi di Mexico. Aku ikut dalam kelompok mereka sampai ke titik evakuasi. Aku mengamati cara mereka mengunakan senapan, granat, peluncur misil dari RPG dan senjata lainnya. Hingga malam itu, ketika beberapa orang yang selamat akan diseberangkan ke Cuba menggunakan sebuah kapal, kami di serang entah dari mana para monster itu datang. Orang-orang terluka dan tewas," ucapnya terlihat berusaha untuk tetap tegar saat bercerita."Oke, lanjutkan," pinta Polo.
Irina menatap wajah Polo penuh selidik saat pria itu mengatakan hal yang menarik perhatiannya tentang sosok Marco dan kemampuan yang dimilikinya.Mata Irina kembali ke tablet yang menangkap pergerakan Marco saat ia mengendap ke balik semak tanpa diikuti oleh dua pria yang menjaganya.Mata Irina melebar ketika ia melihat pergerakan kameranya seperti sempat kabur beberapa detik lalu kembali jelas dan berubah kabur saat Marco bergerak."Apakah kita mengalami gangguan sinyal?" tanya Irina sembari membenarkan sebuah parabola portabel yang tersambung ke tablet dalam genggamannya."Itulah salah satu kehebatan dari Marco. Dia gesit dan sangat hebat dalam menyelinap. Ia juga bisa mencium bau dari jarak 1 kilometer. Oleh karena itu, dia tertarik padamu. Sepertinya baumu lain dari manusia yang pernah ia temui sebelumnya," sahut co-pilot yang tiarap di atas helikopter, membidik siapapun yang berusaha menyerang timnya."Wow! Apakah ..