Part 21Perempuan muda bernama Lira itu membuka pintu mobil yang terparkir di depan tempat hiburan malam di mana mereka baru saja menghabiskan waktu bersama lalu membantu Alvaro yang tampak sempoyongan tidak berdaya dalam pelukannya untuk masuk dan duduk di bagian kursi penumpang.Laki-laki itu terlihat mabuk berat hingga tak memungkinkan baginya untuk mengemudikan kendaraan sendirian. Apalagi Lira memang bukan tak punya tujuan tertentu membawa Alvaro saat ini. Ada sebuah rencana yang sedang bermain di benak gadis itu saat ini, tentu saja atas perintah Joe, partner kerjanya.Usai membantu Alvaro duduk, Lira kemudian bergeser ke bagian sopir dan bersiap-siap pergi dari tempat itu.Tetapi sebelum pergi, ia mengambil ponsel miliknya lebih dulu dari dalam tas lalu menghubungi Joe yang saat itu juga sedang mengawasi dua teman Lira yang lain yang saat itu tengah menemani Dicky dan Bram, menghabiskan minumannya di bar.Berkali-kali Joe menggeleng-gelengkan kepalanya demi melihat keliaran Bra
Part 22"Aku tak akan pernah mengakui hal yang tidak aku perbuat! Lagipula apa hak kalian memaksaku bicara? Andai pun benar aku yang menyuruh orang lain untuk menghilangkan nyawa perempuan itu, kalian mau apa? Ingat, orang tuaku orang terpandang dan berpengaruh di sini, kalau aku tidak pulang sampai besok pagi, bisa dipastikan polisi akan mengejar kalian ke manapun kalian pergi. Siap-siap saja kalian masuk penjara!" sahut Varo dengan bibir tersenyum sinis.Mendengar kalimat itu, Joe menggertakkan rahangnya."Oh ya? Coba kau lihat aku sekarang! Apa kelihatannya aku orang yang takut pada ancaman polisi? Kau salah, aku justru berteman baik pada mereka. Itu sebabnya hanya dengan sedikit bukti dan pengakuan saja darimu, kupastikan polisi justru akan membekukmu dan memasukkanmu dalam penjara! Kau tidak percaya? Perlu aku buktikan?" tanya Joe sembari menaikkan sedikit sudut bibirnya tak kalah sinis, membuat Alvaro mencibir mendengarnya."Terserah, apapun katamu, aku tak akan pernah mengakui
Part 23Nungky menatap lelaki muda berwajah tampan yang barusan menjadi saksi sidang kasus pembunuhan Ning Adelia, kakak kembarnya dengan senyum terulas di bibirnya.Sejak sidang kasus itu mulai bergulir, Ferdy memang menjadi saksi utama kasus pembunuhan itu, selain Bram dan kedua orang tuanya yang juga ikut menjadi saksi yang memberatkan para terdakwa.Kesaksian Ferdy sendiri soal kedatangan Varo dan kawan-kawannya ke kediaman majikan kakaknya malam di mana Ning dinodai, memang menjadi bukti permulaan kejahatan Varo dan para pembantunya terkuak.Satu persatu tabir kejahatan itu akhirnya terbongkar juga, hingga terakhir adalah terungkapnya kejahatan dokter Herman, yang bukan saja telah sengaja menghilangkan nyawa Ning atas permintaan Varo tetapi juga kejahatannya selama ini telah membuka praktek aborsi ilegal yang dilarang oleh agama dan pemerintah.Oleh karena itu, selain dihukum atas kesalahannya yang telah sengaja melakukan upaya pembunuhan dan malpraktek terhadap Ning dengan membe
Part 1"Ma, Mbak Ning belum bangun ya? Kok sudah siang kamarnya masih ketutup juga?" tanya Andre, putraku satu-satunya yang baru saja berusia sembilan belas tahun sambil menarik kursi makan dan menjatuhkan tubuh kekarnya di sana. Aku yang sedang menuangkan teh panas ke dalam gelas, spontan menatap padanya. "Emang kamu mau minta tolong apa? Mungkin Ning nggak enak badan. Malam tadi muntah-muntah soalnya.""Muntah-muntah? Kenapa, Ma? Sakit? Aku cuma mau minta tolong setrikain kemeja sebentar aja sih, karena mau dipake. Tapi Mbak Ning nggak bangun-bangun juga," sahut Andre kembali sembari mengambil piring lalu memasukkan nasi goreng yang barusan kumasak ke atasnya dan mulai menyuap."Oh. Masuk angin kayaknya. Semalam sih udah mama kerok. Tapi mungkin belum tuntas makanya belum sembuh. Kamu udah ketok pintu kamarnya tadi?""Sudah bolak-balik Ma, tapi nggak ada respon, makanya nanya Mama, kenapa Mbak Ning belum bangun-bangun juga?"Mendengar jawaban Andre, aku memicingkan mata. Heran. T
Bab 2Aku memandangi petugas kepolisian yang sedang menanyai Mas Reno juga Andre seputar alasan apa yang kira-kira membuat ART kami itu sejauh ini diduga melakukan bunuh diri dengan sengaja mengkonsumsi obat tidur melebihi dosis yang dianjurkan dan dari mana kira-kira Ning mendapatkan obat itu yang dijawab suamiku dengan gelengan kepala tidak tahu.Wajar memang Mas Reno tidak tahu karena aku sendiri juga tidak mengerti dari mana Ning bisa mendapatkan obat tidur itu dan sejak kapan ia mengkonsumsinya? Kapan pula gadis itu membeli obat itu dan untuk apa? Apakah Ning bermasalah dengan pola tidurnya hingga perlu mengkonsumsi obat-obatan seperti itu?Setelah menanyai Mas Reno, sekarang giliran aku yang ditanyai. Senada dengan suamiku, pertanyaan polisi pun hanya kujawab dengan gelengan kepala tak tahu karena aku sendiri juga tidak habis mengerti alasan apa yang membuat Ning perlu mengkonsumsi obat tidur.Selama ini kulihat tak ada masalah apapun dengan pola tidur gadis itu. Jam sepuluh mal
Part 3Pukul tujuh malam akhirnya kedua orang tua Ning tiba juga di rumah. Perjalanan jauh ditambah suasana hati yang tidak baik-baik saja membuat penampilan kedua orangtua Ning terlihat begitu lusuh dan memprihatinkan.Keduanya tampak begitu terpukul dan sedih. Sorot mata hampa jelas terlihat di kedua bola mata ibu dan bapak Ning.Ya, selama ini Ning adalah harapan besar sepasang suami istri itu. Sebagai anak tertua, Ning adalah tulang punggung keluarga. Sejak bapaknya terkena hernia dan tak bisa kerja berat lagi, praktis Ning-lah yang mengambil alih peran sebagai kepala di keluarga itu.Sayang, untuk ke depannya, tentu tak bisa lagi. Ning sudah meninggal dunia dan tak mungkin bisa membantu kedua orang tuanya lagi.Entah bagaimana suami istri itu harus memenuhi kebutuhan hidup mereka kelak. Pasti kesulitan, sementara aku juga tak mungkin bisa membantu kecuali ada yang bersedia menggantikan Ning, karena bagaimanapun aku butuh asisten rumah tangga pengganti Ning.Begitu ibu dan bapak
Part 4Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutku, Mas Reno mengernyitkan dahinya."Maksud Mama?" tanyanya bingung."Jangan pura-pura, Pa. Di rumah ini cuma ada Papa dan Andre. Sementara kita sama-sama tahu, Ning nggak pernah keluar rumah kecuali ke supermarket atau ke mall, itu pun nggak lama. Ning juga nggak pernah menunjukkan gelagat atau pernah bercerita kalau dia memiliki kekasih. Lalu siapa yang punya kesempatan untuk berhubungan sama dia kalau bukan Papa atau ... Andre! Tapi aku nggak percaya kalau anak kita akan berani melakukan hal itu pada Ning. Jadi kesimpulan mama ... kesimpulan mama ... Papa pasti ada hubungannya dengan kehamilan Ning. Iya 'kan? Ngaku aja, Pa. Biar Papa nggak dihantui arwah Ning lagi seperti subuh tadi. Kalau Papa nggak punya hubungan apa-apa sama Ning, kenapa dari sebanyak ini orang, cuma Papa yang didatangi?" tanyaku seru.Saking sudah dikuasai oleh rasa curiga, aku sampai tak bisa lagi menahan diri hingga mengucapkan begitu saja apa yang terlintas d
Part 5"Iya sih. Tapi tumben ya, sudah lama teman-teman Andre nggak pada main ke sini? Biasanya kan ngumpul terus di sini. Apalagi kita sedang ada musibah begini, harusnya mereka empati. Bukan Andre yang ke sana cari teman buat nenangin diri, tapi mereka yang ke sini untuk menghibur Andre, karena bagaimana mereka pasti tahu, bagi kita Ning bukan lagi orang lain.""Iya, Ma. Tapi Papa curiga, jangan-jangan ... .""Jangan-jangan apa, Pa?" Aku menatap Mas Reno dengan kening berkerut. Menunggu kelanjutan ucapan suamiku itu.Melihatku menatapnya tajam, Mas Reno terlihat kikuk. "Ehm, bukan maksud Papa suudzon, tapi ... bisa saja kan di antara teman-teman Andre itu ada yang ... memiliki perasaan spesial pada Ning dan melakukan perbuatan terkutuk itu ...?"Gludak! Prang!Belum selesai Mas Reno berucap, tiba-tiba terdengar bunyi benda jatuh dari atas lemari tepat di depan kami.Entah tersebab apa, lampu cas yang kuletakkan di atas lemari kamar tiba-tiba jatuh menimpa lantai dengan sendirinya h