“Buka!” pinta Max terburu.Zan segera membuka telepon genggam dimana banyak notifikasi menyembul di bagian atas layar.Ujung jari Zan menyentuh salah satu dari notifikasi-notifikasi itu. Dan sebuah berita di internet yang pengunjungnya sedang meledak terpampang di layar.“Artis cantik Melanie Ann Van Deen telah menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi seorang gadis.”“Upaya pembunuhan di The Ancient Athena Hotel terungkap.”Zan membaca judul-judul serupa dengan panik. Lalu, ia menggulung layar dan membaca komentar-komentar dari netizen.“Kita nggak bisa membiarkan uang berada di atas hukum! Pihak berwajib harus segera menindak ini!”“Nggak bisa dong mentang-mantang kaya!”“Salah gadis ini apa? Kenapa ia harus dibunuh?”“Kecemburuan bisa menjadi sebab orang ingin membunuh.”“Untung saja pembunuh bayaran dan dalangnya tertangkap-”“Ha?!” Zan berhenti membaca. Ia kembali menggulung layar untuk mencari sumber dari komentar terakhir yang ia baca.Dan menemukan satu video yang disematkan d
Zan berjalan mendahului Max dan berhenti di samping Leo. “Biar aku saja yang membawa mamamu.” Lalu, ia mengambil alih kursi roda itu.Leo menyerahkannya dan berjalan di belakang Zan.Mereka memasuki area pemakaman, sedangkan orang-orang The Bodyguard yang keluar dari mobil-mobil yang lain terlihat berjaga-jaga di sana.Seorang penjaga makam menyambut keempat orang yang baru masuk ke area pemakaman itu. Laki-laki kurus itu menuntun keempat itu ke sebuah nisan yang berada di sudut pemakaman.Zan menahan sesak di dada ketika melihat nama Theo di nisan itu.“Bisakah kita menambahkan nama Ducan di nisan itu?” Max merasakan hal yang sama.“Terima kasih, Max,” ucap mama Leo lirih.Leo duduk bersila di depan Nisan. Ia menunduk sedih.Melihat itu, Zan merasa seperti terlempar pada masa ketika ia kecil waktu itu. Ingatannya tak lagi bisa dibendung untuk nggak menampilkan satu momen yang sebenarnya sama sekali nggak ingin ia ingat.“Melanie!” Zan yang sedang bermain dengan gadis kecil itu menang
Zan dan sepasang laki-laki dan perempuan itu melihat Theo yang berlari menuju sepeda motor roda tiganya. Ia melepas bak besi di samping sepeda motor dan melarikan sepeda motor itu ke arah lain.Dan tiba-tiba-“Dor!”“Dor!”“Aa!” seru wanita yang duduk di samping Zan tertahan. “Theo!” serunya lirih.“Theo sangat cerdik, aku yakin ia akan berhasil lolos dari kejaran orang-orang itu.” Laki-laki yang duduk di samping kemudia berusaha menenangkan wanita itu.Mereka diam sampai ketika suara-suara bising itu menjauh, laki-laki yang berada di belakang kemudi itu memacu mobil itu ke arah lain.Dalam waktu dekat, mobil yang membawa Zan sudah berada jauh dari lokasi.“Kalian bisa bernapas sekarang!” celetuk laki-laki yang berada di belakang kemudi.“Ah ....” Wanita yang berada di samping Zan menghela napas lega. Lalu, ia memeluk Zan. “Theo pasti sudah mengatakan nama kami. Aku Alicia Porter dan itu suamiku Ryan Porter. Kita akan hidup di tempat yang jauh dari jangkauan mereka Zan.”Zan mendongak
Zan memukul meja dengan pelan.Dengan apa yang sudah ia perkirakan itu, ia hanya bisa menghela napas dalam.“Ck ... ck,” decak Max seraya menggeleng-nggelengkan kepala.Zan setelah beberapa saat diam. “Tampilkan rekaman kecelakaan di persimpangan Hotel Majestic dalam satu layar!”Layar terbagi menjadi dua. Layar pertama berhenti pada saat laki-laki muda keluar dari mobil di halaman Blue Mansion.Kemudian, layar kedua menampilkan kecelakaan yang dialami mobil yang membawa Hana dan ayahnya.“Perbesar!” seru Zan dengan cepat ketika layar menampilkan dua orang yang keluar dari bangku kemudi mobil yang terbalik itu.Dari dua orang itu, dia mengenali Dans, tapi seorang yang baru keluar dari kursi kemudi itu-“Hentikan!” perintah Zan cepat.Layar berhenti ketika laki-laki yang keluar dari kursi kemudi itu berjalan ke sisi lain mobil.Kedua layar yang terbagi dua itu berhenti dengan menampilkan sesosok laki-laki yang serupa.“Ah ... kenapa aku bisa melewatkan ini?” sesal Zan lirih.“Wah! Itu
Hari-hari berlalu.Hana yang menjadi pasien di bangsal VVIP Teta hospital diperbolehkan pulang.“Aku senang bertemu denganmu, Hana. Tapi, aku nggak berharap ketemu lagi di bangsal ini.” Dokter Ann mengakhiri pengecekan medisnya.“Ya, semoga kita bisa bertemu di tempat yang lebih baik.” Hana mengambil tas kertas besar yang baru saja diterimanya.Dokter Ann keluar dari kamar dan membawa tas kertas besar yang berisi pakaian ganti itu ke kamar mandi.Dan ketika ia keluar dari kamar mandi. Ia melihat Neo yang baru saja masuk dengan raut wajah heran. “Wah! Aku nggak nyangka jika akan cepat dizinkan masuk seperti ini oleh para penjaga di pintu itu.”“Oh ya?” Hana memandang dua orang Zan yang terlihat di ambang pintu.“Ketika itu, aku benar-benar diusir dari bangsal ini oleh Zan Ducan.” Neo sekilas kembali menoleh ke arah pintu. Lalu, ia duduk di kursi tanpa sandaran.Hana menyusulnya dan duduk bersila di ranjang pasien.Neo menatap Hana lekat. “Aku harap ini mejadi kali terakhir mengizinkanm
Hana melirik layar kecil di gelangnya. Wajahnya terlihat panik ketika penanda itu menginformasikan bahwa orang yang menjadi back-up online-nya itu positif berada di gedung itu.Gadis itu memanfaatkan posisi Zan yang berdiri selangkah di depannya. Ia memiringkan bagian depan gelang itu ke arah Neo.Laki-laki paro baya yang mengenali wajah panik Hana melihat layar itu. Ia melihat sebuah titik merah sebagai posisi Hana yang bergerak mendekati satu titik hitam yang akhirnya dia kenali sebagai-“Xe-non?!!” Neo mengeja tanpa suara.Dan ketika mengisyaratkan jawaban positif dengan kedipan mata, wajah laki-laki berkaca mata itu pun berubah panik.Ia mengembuskan napas panjang untuk menenangkan diri mengingat dalam lift itu ada Zan Ducan dan dua orang bodyguard-nya.Mendengar itu, Zan menoleh ke belakang. “Ada masalah?”“Em, anu.” Neo menggeleng pelan. “Em, saya hanya nggak mengerti alasan sebenarnya kenapa saya harus berada di hotel ini.”Zan kembali menatap lurus ke depan. “Anda selalu mendu
“Bagaimana keberadaan Andro di rumah yang berada di tepi danau itu akhirnya bisa terlacak oleh orang-orang Zan?” Pertanyaan dalam hati Hana itu terekam jelas di wajah Hana.Neo yang berdiri tak jauh dari gadis itu hanya bisa menelan ludah. Detik itu juga, ia yakin bahwa keterlibatannya dengan aksi-aksi Hana sudah terendus oleh orang-orang Zan.Andro berjalan dengan tenang meskipun ia dikawal oleh dua orang berbadan kekar yang lebih besar dari dirinya. Ia hanya tersenyum seraya mengedikan bahunya sedikit.“Mungkin orang biasa seperti aku harus sesekali mengunjungi hotel semewah ini, bukan begitu, Hana?” Andro terlihat santai ketika berhenti tak jauh dari kursi roda Dans.Hana hanya diam seraya menatap lekat. Ia benar-benar merasa tak berdaya.Tapi, Zan tak membiarkan keterkejutan Hana berakhir. Ia kembali memberikan kode kepada orang-orangnya.Dan berikutnya, dua orang pengawal Zan kembali mengiringi seorang laki-laki muda.“Alex?!” seru Hana tertahan begitu mengetahui siapa yang digir
Hana menatap wajah-wajah orang-orang yang mendukungnya dengan panik. Tubuhnya gemetar diiringi dengan keluarnya keringat dingin.Zan yang masih memeluk gadis itu tertawa senang dengan keadaan itu. Ia merasa tekanan dan ancamannya mulai berhasil. Ia hanya berharap bahwa hacker yang mendukung aksi gadis itu tidak tiba-tiba muncul dan merusakan rencananya.“Aku nggak mungkin mengorbankan mereka hanya untuk keselamatanku, tapi ....” Hana bimbang dalam hati.“Hm, kurasa aku sudah cukup memberimu waktu, Hana. Jadi, mari kita lanjutkan menghitung mundur!” seru Zan dengan antusias. “Dua.”Detak jantung Hana makin berdetak nggak normal.“Max, siap!” Zan sengaja memberi aba-aba dengan jelas.“Hana, aku jarang bergerak di lapangan. Tapi, kalau hanya untuk menembak salah satu orang kami ini, aku akan memastikan kalau tembakanku nggak akan meleset.” Max menyeringai licik.Zan terkekeh puas. “Tiga!”“Dor!”“Aku mau!!”“Aaa!” Teriakan Hana bersamaan dengan letusan pistol dan teriak ketakutan Rosa.