"Ular! Kamu gila, ya, Rend. Malam-malam begini bawa ular ke rumah?" teriak Ranti histeris. Sementara Andika mengerutkan keningnya meski tersungging senyum tipis di bibirnya."Ridho titip sebentar, Kak. Katanya besok diambil," jawab Narendra santai sambil mengangguk hormat pada Andika."Kalau begitu, saya pamit saja dulu!" Tiba-tiba, Inspektur polisi tampan itu bangkit dari duduknya dan berpamitan."Maaf, Pak! Apa kedatangan saya dan ular ini mengganggu Bapak?" tanya Narendra terlihat gusar."Oh, nggak! Ada panggilan tugas dari kantor polisi," jawabnya tegas."Terima kasih, Pak! Kalau ada yang bisa kami bantu akan segera kami laporkan ke kantor polisi secepatnya," ucap Ranti mengantarkan Andika sampai pintu.Pria bertubuh atletis itu mengangguk.Ternyata, dia mengendarai motor besar untuk sampai ke rumah Ranti."Apa tujuannya datang ke sini, Kak?" tanya Narendra saat Andika telah pergi."Sstttt!" Ranti langsung meletakkan telunjuknya di depan bibir, agar Narendra mengecilkan volume sua
Ternyata, Sang "Malaikat Maut" itu pintar bela diri sehingga dengan mudah menangkis serangan Viina yang asal saja.Bahkan, dengan gerakan cepat yang hampir tak terlihat, tiba-tiba tangannya yang memegang alat suntik telah berhasil menancapkan alat suntik ke leher Viona yang putih jenjang. Dengan cepat pula dia menekannya hingga semua isi yang ada dalam tabung suntik berpindah ke pembuluh darah korbannya.Viona hanya bisa menjerit dan mencoba menepiskan tangan irang tersebut, namun semua sudah terlambat.Dalam hitungan detik, tubuhnya yang seksi menegang dan bergetar hebat.Kejang-kejang sesaat dengan kulit wajah dan tubuhnya yang mulai membiru. Dari mulutnya keluar buih seperti orang keracunan.Di menit berikutnya, tubuhnya mulai ambruk dan tak bergerak. Sungguh mengenaskan, dengan mata yang masih membeliak seperti tak rela hidupnya harus berakhir seperti itu.Sementara Orang yang menyebut dirinya Malaikat Maut segera mencabut kembali alat suntiknya, tak lupa dia menyelipkan selembar
"Ada berita apa, Kak?" tanya Narendra yang tiba-tiba muncul bersama Aira. Mereka berdua masih tertawa-tawa dengan ceria. Tapi melihat wajah Ranti yang terlihat serius dan sedikit pias dengan tatapan mata yang fokus ke arah televisi, Narendra menjadi penasaran."Mama liat apa?" tanya Aira dengan polosnya seraya masuk ke dalam pelukan hangat Ranti dan menyandarkan tubuh mungilnya ke bahu mamanya."Mama lagi lihat berita, Sayang," jawab Ranti seraya cepat-cepat mengganti chanel televisi, karena dia tidak ingin putri kecilnya yang masih polos itu melihat hal yang belum pantas untuk dimengerti oleh otak kecilnya."Tuh, nggak ada berita, Ma. Malah ada Upil Ipil kesukaan Ira!" seru gadis imut itu dengan mata bersinar ceria."Iya, Sayang. Beritanya udah selesai," jawab Ranti,"Sekarang Ira sarapan dulu sambil nonton Upil Ipil, ya!" lanjutnya sambil menuangkan nasi goreng buatan ibunya ke dalam piring."Iya, Ma. Suapin_!" rajuk Aira dengan manja. Dia merasa senang sekali saat Ranti mengangguk.
"Buat apa lagi kamu datang ke sini, Vira? Apa belum puas kamu mengambil segalanya dariku!" Sentak Dian dengan wajah membeku.Sebenarnya tadi dia sudah meminta Mbok Nah untuk mengusir Vira saat melihat kedatangan sahabat, tepatnya Mantan Sahabatnya sekaligus wanita selingkuhan suaminya.Kalau saja dia tidak bisa menjaga imagenya dan mampu mengumbar emosi, ingin rasanya dia melemparkan Vas bunga hias yang ada di meja ke wajah Vira yang tampak tenang seolah tanpa rasa bersalah sedikitpun."Aku ke sini untuk minta maaf sama kamu, Di. Itu yang pertama _." Vira menggantung ucapannya seraya menarik napas perlahan."Apa maksud kamu? Jangan bertele-tele! Katakan apa maumu!" Bentakan Dian menggelegar di seantero ruang tamu rumahnya."Aku hanya ingin kamu bisa berbesar hati untuk menerima aku menjadi istri kedua dari Mas Alex, Di_," ucap Vira ringan, seringan senyum licik yang ia lemparkan. Kata-katanya diucapkan dengan lembut namun terdengar bagai petir yang menyambar di siang bolong, tanpa tan
Suara desah manja dari bibir Vira yang membuat darah Dian seketika mendidih. Ingin rasanya dia segera mendorong pintu dan menjambak rambut sahabat dan juga suaminya, yang dalam bayangan Dian pasti sedang melakukan tindakan mesum di dalam kamar pribadinya.Tapi akal sehat masih menguasainya, dia merogoh ponsel yang selalu berada dalam kantong bajunya dan mengarahkan kamera Video ke dalam kamar.Setelah memperbesar fokus, terlihat jelas apa yang sedang dilakukan oleh kedua orang yang selama ini menjadi kesayangan dalam hidupnya.Keduanya dalam keadaan polos tanpa busana. Sekali lagi, polos.Mata Dian seketika memanas, namun sekuat tenaga dia berusaha menahan bening yang sudah mendesak ingin keluar.Nampak di layar handphone yang dipegangnya, Alex sedang duduk di tepi ranjang. Duduk dengan membuka kakinya lebar-lebar dan wajah menengadah, menikmati sentuhan yang sedang dilakukan Vira di sekitar miliknya.Sementara dengan intens, Vira melakukan sentuhan di sana dengan menggunakan jari len
Dengan kesal, Vira menghentakkan kakinya sambil menyetir."Kurang ajar, aku sudah berusaha bersikap baik dan memohon sama kamu, Di. Tapi begitu cara kamu menanggapi permohonanku? Kita lihat, siapa yang akan memenangkan pertarungan ini!"Sambil terus memaki dan mengomel, dia membelokkan mobilnya memasuki sebuah cafe."Lebih baik aku menenangkan diri dulu," pikirnya sambil melangkah masuk.Dengan gemulai dia melangkah memasuki cafe yang tampak ramai pengunjung itu, rambut hitamnya yang panjang bergelombang bergoyang seiring langkah kakinya. Vira memang cantik, tak mengherankan bila dia bisa menggoda iman Alex yang dulu begitu setia pada Dian, istrinya.Vira sengaja memilih duduk di sudut ruangan yang agak remang. Setelah memesan minuman dia mengeluarkan rokok putih dan gawai dari dalam tasnya.Ting!Baru saja dia membuka kunci gawai, sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal."Hati-hati, aku akan segera datang menjemputmu"Hanya itu pesan yang terbaca, tanpa menyebut siapa dan apa maksu
"Mau lari ke mana kamu, tidak akan ada yang bisa menolongmu perempuan jalang!" ucap seseorang yang baru saja bertabrakan dengan Vira. Dia mengenakan pakaian serba hitam, bahkan penutup muka dan kepala yang juga serba hitam. Tak bisa dikenali, apakah dia pria atau wanita."Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan dariku?" teriak Vira dengan histeris di tengah kegelapan dan keheningan malam."Hahaha, kamu memang harus tau siapa aku agar arwahmu tak akan penasaran," jawab orang itu,"Aku! Malaikat kematianmu. Yang akan membawamu ke neraka bersama orang-orang licik lainnya!" ucapan orang itu terdengar sangat dalam dan mengerikan. Bulu kuduk Bira meremang, tubuhnya bergetar ketakutan, keringat membasahai keningnya, padahal saat itu udara terasa sangat dingin menusuk tulang."Kamu pasti orang suruhan Dian, kan? Berapa dia membayarmu? Aku akan membayar dua kali lipat, tapi lepaskan aku dan bunuh dia!" ucap Vira di antara rasa takutnya."Aku bahkan tidak mengenal orang yang kamu sebutkan! Bersiap saj
"Maaf, Bu! Tapi saya sudah janji sama Ibu saya akan pulang tepat waktu hari ini," jawab Ranti mencoba memberi alasan."Oh, begitu, ya?" Dian nampak sedikit kecewa. Namun hanya menatap bawahannya itu dengan termangu."Tak mungkin aku ke sana sendirian. Tapi kalau tidak ke sana pasti malah menimbulkan kecurigaan polisi," bisik hatinya."Iya, Bu. Maaf sekali, soalnya anak saya sedang kurang sehat, jadi neneknya agak kerepotan," tambah Ranti lirih, takut jika akan membuat Managernya marah."Ya, sudah. Kalau begitu, tolong panggil Ayuk ke sini, ya!" perintah Dian pelan sambil kembali fokus pada laptopnya di hadapannya."Baik, Bu Dian." Ranti mengangguk sambil melangkah keluar dari ruangan itu. Ranti segera menuju ke ruangannya dan menjumpai Ayu yang masih sibuk menjilid file sambil matanya tak lepas dari komputer, takut ada berkas yang tercecer."Yuk, kamu suruh ke ruangan Bu Dian sekarang," kata Ranti menghampirinya."Waduh! Gimana, nih. Masih banyak file yang mesti aku beresin. Kalau sam