Share

Lima

Gala dan Tita akhirnya salat Maghrib berjamaah. Sesuai keinginannya sendiri, pemuda itu yang menjadi imam. Suara Gala cukup merdu dan fasih saat melantunkan ayat suci Alquran. Di bangku sekolah menengah atas, dirinya pernah bergabung dengan ekstrakurikuler rohis walaupun hanya sesaat.

Setelah selesai, Gala memutar tubuhnya menghadap Tita yang masih fokus berdoa. Hatinya berdesir melihat wajah dalam balutan mukena berwana jingga tersebut. Tidak ada lagi lipstik dan pensil mata yang menghiasi. Namun, aura Tita dirasakan Gala semakin memancarkan kecantikannya.

“Astaghfirullahaladzim,” ucap Gala sambil mengusap wajahnya.

Tita tahu jika dirinya sedang diperhatikan oleh mahasiswanya tersebut. Ia pun bergegas merapikan mukena. Tanpa memandang Gala, Tita segera beranjak dari duduknya. Ia lalu melangkah menuju pintu keluar musala.

“Loh, pergi?” Gala kaget saat melihat Tita meninggalkannya. “Saya tungguin pulangnya, Bu. Jangan lupa.”

“Terserah kamu, deh,” ucap Tita tanpa menoleh ke arah Gala. Ia pun berlari kecil menuju kantor. Dirinya sudah terlambat mengikuti rapat rutin jurusan.

Gala berjalan santai menuju kursi yang terletak di samping kantor Jurusan Manajemen tersebut. Ia pun sibuk dengan ponselnya dan mulai berselancar di I*******m. Ia lalu membuka akun Tita. Tidak ada yang baru di sana. Dosennya itu tidak berbagi foto terbaru.

Jemari Gala mulai kembali berselancar. Ia berhenti pada unggahan Claresta Anjani. Gadis itu tengah berpose dengan rambut tergerai yang tertiup oleh angin. Gala tertawa kecil saat membaca tulisan di bawahnya.

[Kusuka dirinya, mungkin aku sayang]

“Anak kecil ini lagi jatuh cinta kayanya,” cetus Gala. Sahabatnya itu memang kerap mencurahkan isi hatinya lewat aplikasi berbagi foto tersebut. Ia pun mengomentari unggahan Resta.

[Ada yang berbunga-bunga cieee]

Tidak lama kemudian notifikasi balasan dari Claresta Anjani muncul. Hanya informasi akun tersebut menyukai komentar Gala. Tidak ada kata-kata yang tertulis. Pemuda dengan rambut rapi tanpa belahan itu sadar, Resta sedang marah kepadanya.

Azan Isya berkumandang dari menara masjid kampus. Saat itu pula beberapa dosen keluar dari kantor jurusan. Gala yang sedang duduk bersandar segera menegakkan tubuhnya.

“Nunggu siapa Galaksi?” tanya Bu Fida, Ketua Jurusan Manajemen.

“Eh, nunggu teman, Bu,” jawab Gala malu-malu. Dirinya tidak mungkin menyebutkan bahwa tengah menunggu salah satu dosen. Bu Fida pun berlalu dengan beberapa dosen senior yang lain.

Gala mengamati kantor jurusan. Ia mengembuskan napas lega melihat Tita keluar sambil berbincang dengan Rindu.

“Ga, kamu nungguin Bu Tita?” tanya Rindu yang dijawab senyuman oleh Gala dengan memperlihatkan deretan gigi putihnya. “Jangan mau diantar Gala, Bu.”

Tita hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan Rindu yang tengah menggoda Gala. Ia terus berjalan tanpa menoleh ke arah mahasiswa yang kekeuh ingin mengantarnya pulang tersebut.

Gala berjalan di belakang Rindu dan Tita. Ia bisa bernapas lega saat Rindu berbelok ke arah parkiran motor.

Tita menghentikan langkahnya. Wanita yang terlihat cantik alami tanpa polesan make up berlebihan itu memutar tubuhnya ke belakang.

“Kamu jadi nganterin saya pulang?”

Gala mengangguk cepat.

“Oke, terima kasih sebelumnya.”

“Sama-sama, Bu. Gak perlu terima kasih juga sebenarnya. Itu sudah jadi kewajiban saya.”

Tita menoleh dengan alis mata saling bertaut. Ia masih heran atas rasa percaya diri Gala yang begitu besar.

“Serius, Bu. Jangan dipikir saya bercanda terus.”

Tita tergelak mendengar ucapan mahasiswanya itu. Hati Gala seketika menghangat melihat wajah wanita yang dicintainya begitu semringah di depannya. Mereka pun berjalan bersisian menuju tempat parkir mobil.

Gala membukakan pintu untuk Tita. Wanita bertubuh langsing itu tersenyum. Sikap yang diterimanya dari pemuda itu begitu manis. Hati Tita tersentuh. Sebagai perempuan, siapa yang tidak akan meleleh mendapati perlakuan seperti itu? Apalagi hatinya sudah lama membeku sejak peristiwa tujuh tahun yang lalu.

Mobil mulai melaju keluar dari area kampus. Gala membelokkan kemudi ke kiri, arah tengah kota.

“Kok, lewat sini?” tanya Tita heran.

“Saya lapar, Bu. Kita makan dulu, ya.”

Tita mengangguk pelan. Mau dijawab tidak, pasti Gala akan tetap kekeuh sama keinginannya.

“Ibu udah makan malam?”

“Belum.”

“Mau makan apa?”

“Terserah kamu saja, Ga. Yang penting halal.”

“Siap!” ucap Gala dengan penuh semangat. Ia begitu bahagia hari ini. Untuk pertama kalinya dirinya akan makan malam dengan dosen kesayangannya tersebut walaupun perutnya belum terlalu lapar. Namun, Gala berpikir bahwa kesempatan ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.

Gala membelokkan mobilnya ke halaman parkir restoran steak yang cukup terkenal di kota Malang. 

“Ibu jangan keluar dulu,” sergah Gala saat melihat Tita akan membuka pintu. Wanita yang pernah mengenyam pendidikan sarjana di kota Jogja itu mengurungkan niatnya.

“Kenapa?”

“Tunggu di sini, saya keluar dulu.”

Tidak lama kemudian pintu sebelah kiri terbuka. Gala dengan sikap manisnya mempersilakan Tita untuk keluar.

“Kamu kenapa baik gini?”

“Karena saya ada maunya,” jawab Gala sambil tersenyum malu-malu. Tita hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Gala dan Tita segera masuk ke restoran. Mereka duduk di meja yang terletak di pojok dengan latar taman yang berhiaskan kerlip lampu menggantung di atas. Sorot lampu di ruangan tersebut sedikit temaram. Bisa dibilang, tempat ini terkenal juga sebagai rumah makan yang menyajikan nuansa romantis.

“Ibu mau pesan apa?”

“Terserah kamu saja.”

“Jangan gitu, dong. Saya, kan, belum paham kesukaan Ibu apa.”

“Ya sudah, yang chicken saja.”

Gala segera mencatat pesanan Tita.

“Minumnya?”

“Air mineral.”

Gala mengernyitkan keningnya. Pilihan menu Tita begitu sederhana.

“Cuma air putih?”

Tita mengangguk mantap. Gala pun menyelesaikan pemesanan untuk menu makan malam. Ia lalu melambaikan tangan memanggil pelayan.

Gala menatap Tita yang tengah sibuk dengan ponselnya. Pemuda itu tersenyum dengan sorot mata penuh cinta. 

“Bu Tita,” panggil Gala. Dosen muda itu mendongakkan wajahnya. “Terima kasih untuk hari ini.”

“Saya yang harusnya berterima kasih. Sudah dianterin ke kampus dan diajak makan. Kamu baik juga, ya.”

Gala tersipu, hatinya kembali menghangat. Baru kali ini dirinya melihat wajah Tita berhiaskan senyuman yang dirasakannya cukup tulus.

“Sama-sama, Bu. Kalau butuh saya, jangan sungkan-sungkan. Gala akan selalu ada buat Tita.”

Tita tertawa sambil manggut-manggut.

“Saya bisa luluh kalau terus kamu gombali seperti itu,” ungkap Tita. Gala terperanjat, sedetik kemudian wanita dihadapannya itu menyadari ucapannya sendiri. “Eh, maksudnya bukan gitu.”

“Jangan diralat. Saya bahagia dengarnya,” ujar Gala sambil menatap lekat Tita yang mulai terlihat salah tingkah. “Saya akan berjuang meluluhkan hati Titania Pangesti.”

Tita menundukkan wajahnya. Ia takut terjerat pesona Gala yang dari fisik tentu tidak mengecewakan. Laki-laki itu mempunyai tubuh yang mampu mengundang decak kagum para perempuan yang melihatnya. Belum lagi wajah bersih dan terawat. Tita memejamkan matanya kuat. Ia takut Gala mampu menyentuh hatinya. Dirinya tidak mau terluka lagi oleh cinta.

“Gala.”

“Iya.”

“Serius dengan semua yang kamu ucapkan pada saya?”

Gala mengangguk mantap. 

“Lebih dari serius. Saya sungguh-sungguh.”

Tita mengehela napas dalam. Ia tidak ingin memberi harapan palsu untuk Gala. Dirinya harus segera mengambil keputusan secepatnya.

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Edi S
kok macet, gak up
goodnovel comment avatar
Edi S
kok lama up nya
goodnovel comment avatar
siti fatima
next dong kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status