Share

4. Diabaikan

Dua Minggu berlalu, pernikahan kami tidak ada kemajuan sama sekali. Tidak ada keromantisan seperti pasangan suami istri pada umumnya. 

Biasanya hari-hari setelah pernikahan, suami istri akan merajut kasih sayang dan belajar memahami sifat satu sama lain. Tapi kenyataannya apa? Kami tidak melakukan hal yang seperti itu dan bahkan sama sekali belum melakukan malam pertama. Angan-anganku bahagia menikah dengannya seolah sirna perlahan-lahan. 

Setiap malam aku dihantui kesendirian di kamar yang luas itu. Dan berharap didekap kehangatan Laskar. Malah berakhir mendekap tubuhku sendiri dengan selimut yang tebal.

Laskar jarang sekali datang ke rumah. Bahkan dia tidak bisa kuhubungi. Nomornya selalu centang satu. Bahkan nomor Antony, asistennya, pun tidak aktif sama sekali.

Sikap Laskar acuh tak acuh seperti sengaja menghindariku. Dia selalu pulang malam di saat aku sudah tertidur, dan akan pergi sebelum aku baru terbangun. Begitulah menurut kesaksian Pak Ismam tukang kebun di rumah ini.

Nafsu makan dan pikiran yang menumpuk membuat aku menderita. Laskar yang tidak pulang berhari-hari membuatku gelisah dan khawatir. Aku juga mengurung diri di kamar. Dunia luar dan kemewahan di rumah ini tidak membuatku tertarik.

Mba Tarmi dan Mba Yuni membujukku untuk makan, rela membuatkanku makanan yang paling kusuka asal aku memakannya. Bukannya berselera, mulutku malah terasa mual. Mungkin ini gara-gara asam lambungku juga.

Sore ini, ketika aku sedang menikmati kesendirian di balkon kamar, kudengar sebuah mobil memasuki halaman. Aku menoleh cepat dan segera menyeka air mataku. Mendengar deru mobil yang sudah kukenali itu aku sangat senang. Jelas itu mobil yang digunakan Laskar setiap kali pergi ke kantor. 

Akhirnya Laskar pulang juga.  

Aku bergegas pergi ke teras untuk menyambutnya, diikuti Mba Tarmi dan Mba Yuni. 

Antony yang pertama kali keluar dari mobil, aku menunggu Antony membukakan pintu untuk Laskar. Akan tetapi, asisten Laskar itu malah berjalan menghampiriku dan menundukkan kepala di hadapanku. 

Laskar tidak bersamanya? 

"Mana Pak Laskar?" tanyaku agak kecewa.

"Maaf, Nyonya, Pak Laskar tidak datang ke sini, tapi saya disuruh Pak Laskar untuk membawa Nyonya ke suatu tempat," ujarnya. 

‘Suatu tempat? Apakah dia ingin memberiku kejutan?’ tanyaku dalam hati.

"Nyonya sebaiknya bersiap untuk pergi ke sana." 

"Baiklah!" rasanya aku begitu antusias menantikan kejutan apa yang akan diberikan Laskar. 

Sebelum menikah, Laskar sudah menyiapkan segala perlengkapanku, termasuk dress, sepatu, aksesoris, sampai make-up. Jadi aku tak perlu pusing-pusing memilih baju bagus untuk bepergian. Aku berniat dandan secantik mungkin untuk mengesankan Laskar. 

"Ayo Antony! Aku sudah siap!" aku sudah tidak sabar lagi ingin menemui Laskar.

Antony membukakan pintu mobil untukku. Di tengah perjalanan, aku mencoba bertanya pada Antony. 

"Kenapa pak Laskar sangat sulit dihubungi? Apa dia sangat-sangat sibuk?"

"Iya, Nyonya. Tuan Laskar sangat sibuk dengan pekerjaannya, tuan juga mengurus hal lain yang sangat penting," jelas Antony sambil fokus menyetir.

‘Lalu aku? Apa aku tidak penting begitu?’ tanyaku dalam benak.

Sekitar 20 menit, kami sampai di sebuah restoran bintang 5 yang paling terkenal di kota ini. Akhirnya usahaku berdandan tidak sia-sia kalau tahu aku akan dibawa ke tempat bergengsi ini. Benar-benar tempat berkelas dan tidak sembarang orang bisa masuk ke sini. Ini pertama kalinya aku masuk ke tempat semacam ini. 

Semenjak aku melangkah masuk, kekagumanku akan tempat ini tidak bisa kusembunyikan. Ya, aku seperti orang kampungan yang terus menganga takjub. 

"Ikuti aku, Nyonya," Antony memandu jalanku.

"Baiklah!" 

Aku mengikuti langkahnya hingga berjalan ke ruang khusus. Sepertinya Laskar menyewa satu ruangan ini untuk private dining. 

"Silahkan masuk, Nyonya," Antony mempersilahkanku, namun dia kembali berjalan keluar dan menutup pintu.

Takjub, aku berjalan perlahan menikmati momen ini. Setelah berada di dalam, aku melihat Laskar sudah duduk di kursinya sambil mengobrol dengan seorang chef yang disewanya.

"Pak Laskar!" aku tidak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku. Senyumku mengembang secara tak sadar.

Pria itu bangun dari kursinya, lalu membantuku duduk. 

"Selamat malam, Sabrina! Apa kamu suka dengan kejutan yang aku buat?" tanya Laskar sembari memegang bahuku lembut.

Aku mengusap tangannya yang bertengger di bahuku seraya menjawab, "Ya aku sangat suka, terimakasih banyak." 

"Seharusnya aku yang berterima kasih kepadamu karena kamu mau menjadi istriku." Laskar tersenyum.

Mendengarnya membuat senyumku mengembang.

"Maafkan aku karena akhir-akhir ini aku sibuk dan mengabaikanmu, pasti kamu sedih dan kesepian di rumah, maafkan aku ya?" ucap Laskar dengan raut menyesal. 

"It's okey, dengan kejutan ini, aku sudah melupakannya."

Kesalahan yang dilakukan Laskar berminggu-minggu mengacuhkanku sudah terlupakan begitu saja. Dengan kejutan ini, cukup aku maafkan.

"Kamu sangat cantik, Sabrina.”

Aku jadi salah tingkah sambil mengatupkan bibirku menahan malu. Tidak kusangka Laskar bisa seromantis ini. Bahkan dia terus memujiku dengan sangat manis. Akhirnya aku yakin kalau dia memang benar-benar menyukaiku.

"Pilihlah menunya. Jika sudah kau tentukan, dia akan langsung membuatkannya untukmu," tutur Laskar.

Laskar terus memanjakanku, dia membiarkan aku memesan apapun yang aku mau selama aku belum kenyang. 

Kami berdua saling mengobrol hal yang tidak penting, meskipun begitu aku sangat suka. Kukira ini menjadi momen yang paling membahagiakan buatku sepanjang hidup.

"Setelah ini, aku akan membawamu ke suatu tempat," ujar Laskar menampilkan senyuman yang berarti.

‘Kejutan lagi?’ monologku dalam hati sambil bersorak senang. Senyumku tidak pernah pudar sampai Laskar menuntunku ke mobil dan kami melaju menuju luar kota. Sejauh mata memandang semuanya memiliki tata letak seperti di dataran tinggi. 

Meskipun keadaan malam, aku bisa melihat ada tiga bukit besar di belakang pedesaan itu dan mobil-mobil yang berlalu lalang sangat jelas berjalan menuju puncak. Ditambah udara yang semakin dingin ketika memasuki wilayah tersebut.

Aku penasaran, kenapa dia membawaku ke tempat terpencil seperti ini? Apa di sana dia menyiapkan kejutan yang lebih besar lagi.

Tibalah kami di sebuah villa bernuansa bohemian yang berada di kaki bukit. Villa itu lumayan besar dan terawat. Apa Laskar membeli villa ini untuk kita bulan madu? Aku sudah membayangkan hal-hal romantis yang akan terjadi nanti. 

Setelah turun dari mobil, aku semakin bersemangat berjalan mengikuti arahan Laskar untuk masuk ke dalam villa.

"Apa villa ini Anda beli khusus untukku?" tanyaku sumringah. 

Tatapan Laskar meredup, seulas senyum getir terlukis di bibirnya. 

"Ada apa?" tanyaku terheran melihat ekspresinya yang berubah drastis. 

"Ikut aku." Laskar menarik lenganku membawaku ke sebuah kamar yang pintunya terbuat dari kayu jati tua.

Dalam keadaan bingung aku terus diseret dan cuma bisa menurut menuju kamar tersebut. Aroma khas obat-obatan menyapa hidungku. Cahaya yang lembut membuat kamar ini tampak tenang.

Namun, jantungku langsung berdebar kuat ketika melihat seorang wanita sedang terbaring lemah di atas tempat tidur. Tubuhnya dipenuhi selang medis yang menempel bahkan dibantu oleh alat pernapasan lewat mulut dan hidungnya.

Seorang dokter dan perawat berdiri di sampingnya mengecek kondisi wanita tersebut. Laskar pun memerintahkan dokter dan perawat itu untuk keluar dan membiarkan kami berdua di dalam.

"S-siapa dia?" tanyaku dengan wajah bingung. Aku menatap Laskar mencari jawaban di celah-celah wajahnya. 

Sedangkan Laskar terus menatap wanita itu penuh arti. Bahkan tak kusangka aku melihat dengan gamblang luapan kesedihan di wajahnya.

"Sabrina, aku perkenalkan padamu dia adalah Karina, istriku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status