Share

5. Istri lain

Jleb! Penuturan Laskar bagaikan pisau yang dia lempar dan tepat mengenai jantungku.  

"Is-istri?" tanyaku terbata. 

Aku Menatap tak percaya pada Laskar, lalu berganti ke wanita yang terbaring itu. Seketika aku merasakan mual di perut, pusing dan helaan napas yang intens. 

Aku sudah diterbangkan sangat tinggi olehnya dengan kejutan dan sikap manisnya, lalu dihempaskan begitu saja sampai ke inti bumi.

Tubuhku ambruk ke lantai serasa ditimpa benda berat. Aku benar-benar tak bisa menerima kenyataan bahwa Laskar telah membohongiku. Hati ini lebih-lebih sakit ketimbang luka yang kuterima di lutut setelah bertumbuk dengan lantai.

Melihat aku terkulai di lantai, Laskar bergegas membantuku berdiri dengan tertatih-tatih kemudian menggendongku ke atas kursi sofa. 

"Antony, ambilkan air putih!" suruh Laskar pada asistennya. Pria yang selalu setia di samping Laskar itu bergegas pergi ke dapur.

Mataku menerawang kosong sambil terduduk lemas di atas sofa. Bibirku kelu bahkan semuanya merambat hingga garis-garis wajahku terasa sangat kaku. 

Dalam hati aku terus menenangkan diriku sendiri ‘Jangan menangis! Jangan menangis!’ Padahal air mata sudah mendesak di pelupuk mata. Aku tak kuat menahan kecewa, mengetahui Laskar memiliki istri selain aku.

Antony segera kembali membawa segelas air putih dan menyerahkannya pada Laskar. Laskar menyuruhku minum dengan suara lembutnya. 

"Sabrina, ayo diminum."

Dia membantuku minum perlahan. Aku sengaja diam dan menunjukkan dengan jelas rasa kecewaku padanya. Namun semenjak tadi, dia belum memberi penjelasan apapun dan sengaja melihatku tersiksa karena perbuatannya.

Setelah itu dia menaruh gelasnya di meja lalu membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman. Masih di sampingku, Laskar berusaha mengalihkan perhatianku dengan menatapku intens.

"Sabrina maafkan aku, aku tahu kamu pasti sangat terkejut mengetahui hal ini. Aku sungguh menyesal tidak memberitahumu dari awal kalau aku sudah memiliki istri…." 

Laskar membuat dirinya seolah-olah sangat menyesal karena perbuatannya. Ia mengeluarkan suara yang begitu lemah untuk meluluhkanku.

Aku cuma diam, mengacuhkannya karena pikiranku masih melayang-layang soal perempuan itu.

"Sabrina...,"

"Apa tujuanmu Laskar?" tanyaku berusaha menarik ke inti permasalahannya, tanpa menoleh padanya.

Laskar yang awalnya cuma bisa menatap, kini semakin merapatkan tubuhnya dan menggenggam kedua tanganku ke dekapan dadanya. Jelas, pria ini sedang mencoba membujukku.

"Aku patut dihukum, tapi bisakah kamu hilangkan amarahmu dulu?" bujuknya dengan raut penyesalan. 

"Aku tidak marah, dan siapa juga yang berani menghukummu? Aku hanya bertanya, apa tujuan kamu menikahiku?" tanyaku dengan bola mata bergetar menatap matanya. 

Aku berkata sambil meredakan sesuatu yang bergejolak di dalam hati. Aku marah, merasa terkhianati karena mencintainya. Lagi-lagi aku teringat kalimat penolakan Laskar terhadap perjodohan di masa 6 tahun yang lalu.

Benar, bodohnya aku karena mengira dia bisa berubah sedrastis ini. Aku pun tersenyum miris.

Aku tidak tau masalah apa yang sudah terjadi dengan pernikahan Laskar dan istrinya sampai Laskar berani mengambil langkah untuk menikahiku. Yang aku pahami bahwa Laskar sudah mengkhianati istrinya di saat dia sedang terbaring tak berdaya.

"Sabrina kamu mencintaiku kan? Maka lahirkan anak untukku!" pintanya dengan wajah penuh harap. 

"Apa?" untuk beberapa detik aku terkesiap.

“Aku sudah bilang dari awal, aku menyukaimu, aku tidak pernah menemukan wanita selembut dan sebaik kamu. Sejak kita berpisah, aku selalu dibayang-bayangi wajahmu.”

“Kau bilang kau putus dengan pacarmu!” aku menyambar ucapannya karena suatu hal terbesit di otakku.

“Iya, memang putus, Karina bukan pacarku yang waktu itu. Dia anak kolegaku yang baru-baru kutemui, aku tak bisa menolak permintaannya karena berurusan dengan kerjasama perusahaan, tapi aku mencintai Karina."

Aku menggeleng, tak habis pikir lagi dan sangat kesal mendengarnya. Kutepis jauh-jauh genggaman tangan Laskar

“Karina dan aku menginginkan anak. Tapi dokter bilang, sekalipun Karina bangun, dia tak bisa punya anak,” Laskar melanjutkan setelah melihat penolakanku. “Aku ingin dia bahagia. Dan Tuhan menunjukan jalan bahagia kita melalui kamu.”

Bagaimana bisa dia mengatakan itu? Aku kembali menerawang dengan sedikit acuh tak acuh.

"Itu tujuanmu?" tanyaku.

"Jangan salah paham, Sabrina. Bahkan aku merasa sangat bersalah dengan ucapanku waktu itu, aku sungguh sangat menyesalinya."

"Laskar! Istrimu sedang terbaring lemah! Bagaimana bisa kamu mengkhianatinya?" geramku menyela ucapannya. 

"Sabrina, aku tak peduli! Yang terpenting adalah perasaanmu padaku!" 

"Kenapa kamu tiba-tiba peduli dengan perasaanku? Kalau kamu peduli, bukan seperti ini caranya!"

"Sabrina, kamu mencintaiku, kan?" 

Aku tahu, Laskar sengaja mengalihkan pembicaraan. Sengaja membuatku tak berdaya karena perasaanku padanya. Ia sangat tahu kelemahanku dengan nada bicaranya yang seperti itu.

"Aku tahu, kamu mencintaiku dari dulu, maafkan aku tidak bisa membalas perasaanmu waktu itu…." Laskar menunduk, kulihat kedua tangannya saling menggenggam dan gemetar.

Setelah dia mengatakannya, kenapa hatiku semakin hancur. Apakah perasaanku pantas dijadikan mainan untuknya? Namun di sisi yang berseberangan, aku benar-benar mencintainya.

"Sabrina, kita bisa bersama dan memiliki beberapa anak, kita bisa membesarkan anak-anak kita bersama dan menjadi orangtua yang baik,. Aku ingin memiliki keturunan yang dibesarkan olehmu, aku ingin membina pernikahan yang indah denganmu."  

Ucapannya selalu bisa memerangkapku dalam sebuah ilusi. Aku tidak bisa berpikir logis, karena Laskar benar-benar memenuhi kepala dan hatiku. Bahkan wajah tampan itu tidak bisa aku lepas begitu saja. 

Laskar menggamit bahuku, membawa tubuhku ke dalam dekapannya.

"Kau jahat, Laskar!" kupukul dadanya sebagai balasan. Aku yang sudah mati-matian menahan air mata, namun pada akhirnya jatuh juga.

"Maafkan aku, Sabrina… aku tidak bermaksud menyakitimu. Hanya saja aku tidak mau kamu langsung menolak lamaranku di saat kamu tahu aku sudah beristri," jelasnya.

"Jadi aku berbohong dan berniat memberitahumu setelahnya dan aku tidak bisa berpisah dengan Karina karena keadaannya yang menyedihkan. Aku tidak mungkin menjadi pria yang jahat membuang istri yang sedang sakit," terangnya sambil mengusap-usap rambutku dengan lembut.

Brak!

Pintu kamar terbuka dan muncullah perawat yang merawat Karina. "Pak Laskar! Nyonya Karina keadaannya semakin memburuk!"  

Sigap, Laskar yang awalnya sedang menenangkanku, langsung melepaskan pelukannya begitu saja. Ia pergi dan masuk ke dalam kamar melihat keadaan Karina, meninggalkanku dalam bayang-bayang kehangatan yang semu itu lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status