Share

Setengah Jam saja

Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah pulau terpencil yang ada di Chicago, Amerika Serikat. Yang mana hanya ada satu villa di sana sesuai dengan yang disebutkan oleh Damian kepada Indi. Hanya ada mereka berdua di sana dan bisa bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan.

Indi geleng-geleng kepala menyaksikan pemandangan indah yang ada di depan matanya itu. “Damn! So beautiful,” ucapnya memuji kecantikan pemandangan di sana.

Damian tersenyum mendengar ucapan dari istrinya itu. “Aku senang, setidaknya kamu tidak kecewa karena mengagumi keindahan di sini. Semoga betah, Indi.”

Perempuan itu lantas membalikkan tubuhnya kemudian melipat tangan di dadanya, menatap datar wajah Damian yang tengah berdiri tepat di depannya.

“Ya. Harus kasih poin plus setidaknya gue nggak kabur dari sini kalau pemandangannya membosankan,” ucap Indi kepada sang suami.

Damian mengulas senyum tipis. “Enjoy, Indi. Jangan minta yang aneh-aneh karena di sini tidak ada mall atau apa pun itu.”

“Lalu, kalau lapar gimana? Mau jadi nelayan dulu, lo?” tanya Indi dengan nada paniknya. Sebab urusan perut adalah nomor satu yang harus diperhatikan.

“Jangan khawatir. Banyak stok ikan, daging dan sayur mayur di dalam lemari es dan freezer.”

“Masak sendiri? Nggak ada pembantu yang akan menyajikan hidangan itu?” tanya Indi lagi.

Damian menggeleng pelan. “Aku akan memasakan kamu kalau kamu mau melayaniku dengan baik. Sama-sama punya libido tinggi seharusnya kamu menyetujui permintaanku.”

Indi memutar bola mata pelan. “Dasar, otak selangkangan! Yang ada di pikiran elo hanya make love, make dan make love. Nggak ada lagi, yang bakal elo lakukan selain bikin adonan terus apa?”

Indi tampak kesal sebab Damian membahas bercinta kepadanya. “Gue mau menikmati keindahan di sini juga, Damian. Nggak melulu ngisap samurai elo yang akan bikin gue gumoh!”

Damian terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menghampiri sang istri dan menatapnya dengan tatapan manisnya. “Kamu tahu, salah satu alasan kenapa aku memilih kamu?”

Indi menoleh pelan kepada suaminya itu. Sambil melipat tangan di dadanya, perempuan itu mengadahkan kepalanya seolah menunggu jawaban dari sang suami.

“Karena lekuk tubuh indah dan permainanmu yang luar biasa. Aku tidak mau munafik dan memang itu kenyataannya. Pria membutuhkan pelayanan biologis secara teratur dan terpuaskan. Dan kamu adalah salah satu perempuan yang bisa membuatku mabuk kepayang karena permainanmu yang luar biasa.”

Damian mengulas senyumnya setelah memberi tahu kepada Indi mengenai salah satu alasan ia memilih Indi sebagai istrinya.

Indi memiringkan kepalanya menatap Damian. “Dari mana papa gue dan papa elo kenal? Dan kenapa setelah malam itu kita bercinta, besoknya Papa ajak gue buat ketemu sama keluarga elo?” tanya Indi menuntut agar Damian mau menjawab dengan jujur.

Damian menghela napas kasar. “Karen aku tahu kamu sudah putus dengan Rangga. Perlu kamu ketahui, aku sudah mengagumi kamu saat masih kuliah dulu. Karena kamu dan Rangga sudah putus, akhirnya aku minta Papa untuk menghubungi Papa Wijaya agar segera mencari tanggal pernikahan sebelum kamu diambil orang lain, akhirnya aku gerak cepat dan finally, kamu sudah menjadi istriku sekarang.”

Dengan lugas dan jelas, Damian memberi tahu yang sebenarnya kepada Indi mengapa kejadian di malam itu berakhir ke pelaminan.

Indi kemudian menghela napas kasar seraya menatap Damian dengan tatapan lekatnya. “Gilak! Elo adalah pria gila yang gue temui selama gue hidup di muka bumi ini. Parah!” Indi geleng-geleng kepala.

“Aku ingin tanggung jawab juga karena sudah meniduri kamu. Sebagai tebusannya, aku akan melakukan apa saja untuk kamu karena rasa bahagia aku yang akhirnya bisa menjadikan kamu milikku selamanya.”

Indi mendesah kasar. “Whatever! Gue mau tidur dulu, capek! Please, jangan ganggu gue, okay? Udah malam dan udah waktunya tidur.”

Damian mengangguk. “Ya. Aku juga mau tidur, kamu tenang saja. Aku pun lelah dan ingin mengistirahatkan tenagaku.”

Indi mengibaskan tangannya kemudian masuk ke dalam kamar, hendak merebahkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas di esok hari. Entah apa yang akan ia lakukan di sana, yang pasti Indi akan menikmati liburannya itu.

Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi. Udara pagi hari di sana membuat Indi kedinginan rupanya. Ia kemudian membuka matanya sebab dingin yang mengusiknya. Namun, seketika tubuhnya merasa hangat sebab Damian yang merasa kedinginan itu memeluk tubuh Indi.

“Wait, wait! Dia … nggak pakai baju dan sekarang kedinginan. Emang banyak modus ini orang satu!” Indi menggerutu seraya menatap Damian yang tengah memeluk tubuhnya itu.

Indi memandangi wajah tampan milik suaminya itu dengan lekat. “Kalau ditengok, elo tuh sebenarnya ganteng. Tapi, sayang … gue belum bisa cinta sama elo. Terlalu dini dan butuh waktu juga. Sebenarnya gue juga ada rasa trauma karena takut ditinggal pergi lagi.”

Indi menghela napasnya dengan pelan setelah bergumam memberi tahu bila dirinya masih belum bisa mencintai suaminya itu.

“Aku tidak akan pergi, Indi.” Suara berat itu membuat Indi terkejut bukan main.

“Udah bangun, lo?” tanya Indi dengan suara kagetnya.

Damian menghela napas panjang. “Katanya mau belajar untuk menggunakan kata aku kamu. Kenapa masih pakai elo gue?” tanyanya kemudian membuka matanya dengan pelan.

Indi mendehem pelan. “Butuh waktu, Damian. Nggak bisa langsung instan gitu aja.”

Damian mengulas senyum tipis. “What we going now? Make love in morning day?” tanyanya kembali.

Indi segera melepas tangan kekar Damian yang melingkar di tubuh mungilnya itu. “No! Gue mau jogging dulu. Olahraga di pagi hari jogging di pinggir pantai jauh lebih sehat dari celup-celupan!” ucapnya seraya beranjak dari tempat tidurnya.

Damian terkekeh pelan. “Bukannya kebalik? Make love jauh lebih nikmat dari apa pun dan sangat menyehatkan. Untukmu dan untukku. Come on, Honey! Jangan menolak kalau kamu ingin makan dan perutmu terisi penuh.”

Damian menaikkan sebelah alisnya seraya menatap Indi yamng masih berpikir keras agar mau melayaninya di pagi hari itu.

“Ya sudah kalau tidak mau. Nanti saja, dan masih banyak waktu yang bisa aku tagih. Enjoy, Indi. Hati-hati selama jogging-nya. Jangan sampai menginjak bulu babi.”

Indi menatap Damian dengan rasa bersalah bersarang di dalam hatinya. Ia kemudian menelan salivanya dengan pelan dan mengatur napasnya. “Cukup setengah jam aja, yaa!”

Come!” ucap Damian dengan suara lembutnya.

Indi lantas menghampiri lelaki itu. Ia menatapnya dengan wajah datar kemudian menghela napas kasar seraya mengikat rambut panjangnya itu.

“Ingat ya, Damian. Hanya setengah jam, nggak boleh lewat dari itu!” ucap Indi kembali mengingatkan Damnian.

Bukan menjawab, Damian menarik tangan Indi dan melingkarkan tangannya di ceruk leher jenjang putih mulus Indi. Meraup bibir itu dengan penuh nafsu. Gerakan tangannya beralih pada bagian dada Indi. Meremas bentuk bulat indah itu dengan gairah yang sudah membara dalam dirinya.

Ciumannya semakin dalam. Damian membuka tali lingerie yang dikenakan oleh Indi hingga kini perempuan itu polos tak mengenakan apa pun. Sementara Damian masih mengenakan celana pendek dengan pedang sakti sudah memancarkan signal, berdiri tegak, siap menghadang lembah hitam milik sang istri.

“Ough, Damian ….” Indi menggigit bibir bawahnya seraya menikmati sentuhan Damian yang kini tengah menciumi leher jenjangnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status