Share

Hari Perjodohan

Noya mengenakan terusan selutut berwarna cream dengan renda kecil berwarna hijau tosca dibagian leher. Mamanya mengusulkan kepada Noya agar memakai pakaian ini untuk pertemuannya hari ini, Noya tentu saja tidak bisa menolak, walaupun gaun ini terlalu terbuka bagi Noya dan sangat jauh sekali dari seleranya.

Noya menutup ponselnya setelah baru saja melakukan panggilan telepon dengan Direkturnya untuk meminta izin cuti. Noya kembali menatap cermin, ia tidak ingin terlihat terlalu mempesona, lagipula Noya pikir tamu yang akan datang hari ini bukanlah seorang perdana menteri yang harus disambut dengan menggunakan setelan resmi dan penampilan menarik. Bukankah Noya juga memang akan menolak perjodohannya hari ini.

Noya memoleskan lipglos tanpa warna ke bibirnya, sedikit menghilangkan kegugupan yang Noya pun tidak tahu karena apa. Setelah dirasa cukup sopan, Noya menuruni tangga kamarnya dan melihat kedua orang tuanya sudah berada di ujung tangga menunggu kedatangan Noya.

Mereka tersenyum melihat anak gadisnya turun, dan Mama sedikit menepuk-nepuk dadanya sambil menoleh kearah Papa.

“Wah kamu cantik sekali sayang.” Puji Mama ketika Noya sudah sampai diujung tangga dan menghampiri mereka.

Noya hanya tersenyum menanggapinya, Noya tidak tahu sebenarnya yang dilakukannya ini benar atau tidak. Tapi semoga saja orang tuanya bisa sedikit senang dengan semua ini.

Mereka bertiga berjalan menuju ruang depan, ternyata disana sudah ada dua orang pria dan seorang perempuan duduk berdampingan, Noya menarik napasnya dalam-dalam. Mencoba menghilangkan rasa gugup yang sedari tadi menderanya. 

Pasangan suami istri itu berdiri ketika menyadari kedatangan Noya dan orangtuanya kearah sana, namun seorang pria yang duduk membelakangi Noya masih belum mengalihkan tatapannya kearah mereka. 

“Silahkan duduk keluarga Albert, kami senang kalian bisa memenuhi pertemuan ini tepat waktu.” Terdengar Papa mengucapkan kata-katanya, dan Mama menjabat tangan perempuan didepannya.

"Tunggu dulu. Aku merasa tidak asing dengan nama Albert, apakah Albert ini dalah Albert yang aku kenal?" batin Noya menentukan interupsi.

Mereka semua duduk dikursi megah yang dibentuk mengeliling. Tapi tetap Noya belum berani mengangkat kepalanya untuk melihat siapa lelaki yang duduk berdampingan itu. 

"Kenapa kamu menyembunyikan wajahmu Noya?" Ucap Mama sembari mengangkat wajah Noya. Noya seolah sengaja melakukannya.

Noya membuang pandangannya ke sembarang arah, lalu melirik papa yang sedang tersenyum kearahnya.

“Apakah ini anakmu, Manda?” perempuan itu melemparkan pertanyaan pada Mama, namun matanya memandang Noya dengan ramah, senyumnya mengembang disana.

“Benar Ros, dia anakku Noya." Jawab Mama pelan.

"Benar kata suamiku, Noya ini perempuan yang sangat cantik. Suamiku juga bilang bahwa Noya adalah karyawan yang sangat rajin. Kamu bekerja di perusahaan kami kan?" Papar perempuan yang Mama panggil dengan nama Ros. 

Perkataan itu dengan cepat membuat Noya menoleh. Ia merasa aneh dengan ucapannya.

"Loh, Pak Albert. Kenapa disini?" Tanya Noya bingung.

"Hahaha." Direkturnya itu malah tertawa dengan keras. 

"Kamu baru menyadari saya disini?" Tanyanya. 

"Apa ini maksudnya?" Tanya Yusal pada Noya. Noya hendak bersuara namun urung karena Albert segera memotongnya. 

"Biar aku yang jelaskan, Noya. Jadi Yus, anak kamu ini adalah Karyawan di perusahan kami. Noya ini merupakan salah satu karyawan yang paling aku hormati, karena rasa tanggung jawabnya pada perusahaan yang luar biasa." Albert menjelaskan panjang lebar.

"Benarkah? itu kabar yang bagus sekali. Padahal kemarin Noya berkata dia akan menolak perjodohan ini." 

"Wah sayang sekali, padahal anak saya sangat menantikan pertemuan ini." ujar Tante Rosa lagi.

"Dia tumbuh dengan sangat baik Yus. Dan Noya cantik sekali sekarang. Sepertinya kalau dulu anak kami tahu kalau Noya akan secantik ini, aku yakin dia tidak akan berani berbuat nakal pada Noya.”

“Hahaha, tidak apa. Lagi pula aku tahu walaupun anakmu sering nakal kepada anakku, tapi dia selalu menjaganya, kau ingat saat Noya sakit? Anakmu yang pertama kali datang ke rumah untuk menjenguk Noya, dan dia membawakan seikat bunga yang dia ambil dari depan rumahku juga. Hahaha.” Papa ikut berkomentar. Namun, semua percakapan itu masih belum Noya fahami.

“Oh iya, aku ingat kejadian itu, sayangnya anakmu tidak mau bertemu dengan anakku. Kasihan sekali dia. Hahaha.” Mereka semua tertawa bersama, sepertinya hanya Noya yang tidak mengerti dengan obrolan mereka.

Mama mengelus punggung Noya halus dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

“Bukankah kemarin Noya juga sudah bertemu dengan anak kami di Rumah Sakit?" Papar Albert sekali lagi.

"Hei, kenapa kamu terus menutup mukamu dengan masker seperti itu? ini kan bukan di Rumah Sakit. Sudah lepaskan saja?” Albert memperingatkan anaknya.

“Tidak usah malu seperti itu, Noya juga tidak akan memarahimu sekarang. Benarkan?” Tante Rosa memandang Noya ramah, dan sepertinya dia menunggu jawaban Noya atas pernyataannya kepada anaknya itu. Noya mengangguk mengiyakan.

“Sudah, lepaskan!” Pak Albert kembali berkomentar. Laki-laki itu mengangkat tangannya, lalu membuka masker medis yang sedari tadi dikenakannya, dan memunculkan sebentuk wajah yang sepertinya tidak asing lagi dalam ingatan Noya.

Pria itu menatap Noya tanpa ragu, dan Noya tentu saja membalasnya dengan tatapan tajam. Noya tidak menyangka bahwa orang yang sangat dibencinya akan duduk disana. Ricky Zayyandra, orang yang baru kemarin Noya doakan agar tidak bertemu lagi dengannya kini malah duduk didepannya. Noya benar-benar tidak percaya. Ricky adalah anak Pak Albert dan tante Rosa, teman dari orang tuanya.

"Kamu!" tunjuk Noya dengan mata berkilat. Namun, Ricky hanya tersenyum kearah Noya.

"Dia laki-laki yang akan dijodohkan denganku?" Tebak Noya lagi. 

Noya mendecih, "Aku tidak mau, Pa." Ucap Noya. 

Hal itu membuat seluruh pasang mata disana menatap kecewa padanya.

"Kenapa sayang?" Tanya Amanda. 

"Mama tahu, selama SMA aku selalu bilang ingin pindah sekolah, semua itu gara-gara pria ini!" Noya berkata lebih keras. 

"Lalu sekarang Mama dan Papa akan menjodohkan aku dengannya? Maaf Pa, Ma, aku tidak sudi." 

"NOYA!" Yusal berkata lebih keras daripada Noya. "Tarik lagi kata-kata kamu! Papa tidak pernah mengajarkan kamu untuk berkata yang tidak sopan." 

Noya mengalihkan tatap pada Albert, "Maaf Pak, saya sungguh sangat menghormati Bapak sebagai atasan saya. Tapi jika harus mengorbankan masa dengan saya demi menikah dengan anak Bapak, saya tidak bisa." Tegas Noya lagi, kali ini air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya. 

Noya melirik Ricky sekilas, terlihat rahang wajahnya kini menegang. Noya tidak perduli, dia benar-benar sangat tidak ingin menyerahkan hidupnya untuk seseorang yang pernah menghancurkan masa lalunya.

"Tapi, Noya ..." Pak Albert siap mengeluarkan argumennya. Namun, tangan Ricky terangkat menahan ucapan Papanya.

"Saya sangat mencintai kamu, Noya." 

    

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rana Maulida
aduh kasian banget sama noya ,kejadian apa si sebenernya yang membuat noya sebegitu sedih dan menolak perjodohan itu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status